Kata sabar, seringkali tidak indah di era yang serba cepat dan instan. Kata sabar banyak tak berlaku jika keadaannya adalah menunggu pesawat delay, menunggu antrean yang teramat panjang, atau bahkan jika urusannya berkaitan dengan hukum.
Seseorang yang telah jelas bersalah dalam hukum, tidak jarang bersilat lidah dan mencari kambing hitam, demi menemukan kebebasan tanpa syarat, sehingga melupakan perilaku sabar dengan membiarkan hukum yang adil mengatur jalannya proses keadilan.
Padahal dalam Islam, kesabaran adalah kunci sukses, terutama bagi seorang pemimpin. Baik pemimpin keluarga maupun pemimpin suatu negara.
Mengenai kesabaran, Allah SWT sampaikan demikian indah dalam
Al-Quran “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat
Kami.”
Orang sabar, selalu mampu memberi pengaruh baik bagi diri dan sekitarnya. Karena jaminan Allah SWT bagi orang sabar adalah kemampuan memberi petunjuk yang baik, dengan menganjurkan dan melaksanakan perintah, serta melarang dan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan RasulNya.
Kesabaran bukan berarti berhenti berbuat, ia merupakan tindakan produktif untuk pengaruh positif terbesar dengan resiko negatif terkecil. Tindakan sehatlah yang menjadi acuan utama dari sikap ini.
Tetapi kesabaran tidak tunggal, sabar bisa jadi suatu kemuliaan selain juga adalah suatu kewajiban. Banyak orang menyangka dirinya adalah penyabar yang mulia, tetapi sebenarnya ia sedang melakukan suatu kesabaran yang memang wajib dilakukan. Suatu kesabaran yang mau tidak mau harus dipilih agar tetap menjadi orang sehat.
Kesabaran mulia, adalah kesabaran yang dipilih seseorang untuk menentukan seberapa bertakwa dirinya kepada Allah SWT. Seberapa mampu dirinya mendapatkan suatu kehormatan setelah lulus dalam beberapa ujian dan musibah.
Dalam kisah anbiya’ contohnya, setiap mereka yang beriman dan mengikuti dakwah, kemudian Allah SWT uji mereka dengan musibah yang berat, maka dia adalah penyabar yang mulia.
Karena itu, Allah SWT mencontohkan nama-nama nabi, seperti Ismail, Idris dan Zulkifli sebagai orang sabar terhadap ujian dan musibah, sedang mereka dalam perilaku baik. “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (Qs Al Anbiya’ : 85).
Sabar anbiya’ inilah yang dimaksud dengan sabar-mulia. Sabar yang dilakukan orang mulia dengan dasar akal budi dan moral, sehingga pengaruhnya adalah kemuliaan dan hudan.
Sebaliknya, pembangkang Nabi Nuh, Nabi Luth, dan nabi-nabi lain yang ditimpakan musibah kepada mereka, mau tidak mau mereka harus bersabar.
Orang sabar, selalu mampu memberi pengaruh baik bagi diri dan sekitarnya. Karena jaminan Allah SWT bagi orang sabar adalah kemampuan memberi petunjuk yang baik, dengan menganjurkan dan melaksanakan perintah, serta melarang dan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan RasulNya.
Kesabaran bukan berarti berhenti berbuat, ia merupakan tindakan produktif untuk pengaruh positif terbesar dengan resiko negatif terkecil. Tindakan sehatlah yang menjadi acuan utama dari sikap ini.
Tetapi kesabaran tidak tunggal, sabar bisa jadi suatu kemuliaan selain juga adalah suatu kewajiban. Banyak orang menyangka dirinya adalah penyabar yang mulia, tetapi sebenarnya ia sedang melakukan suatu kesabaran yang memang wajib dilakukan. Suatu kesabaran yang mau tidak mau harus dipilih agar tetap menjadi orang sehat.
Kesabaran mulia, adalah kesabaran yang dipilih seseorang untuk menentukan seberapa bertakwa dirinya kepada Allah SWT. Seberapa mampu dirinya mendapatkan suatu kehormatan setelah lulus dalam beberapa ujian dan musibah.
Dalam kisah anbiya’ contohnya, setiap mereka yang beriman dan mengikuti dakwah, kemudian Allah SWT uji mereka dengan musibah yang berat, maka dia adalah penyabar yang mulia.
Karena itu, Allah SWT mencontohkan nama-nama nabi, seperti Ismail, Idris dan Zulkifli sebagai orang sabar terhadap ujian dan musibah, sedang mereka dalam perilaku baik. “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (Qs Al Anbiya’ : 85).
Sabar anbiya’ inilah yang dimaksud dengan sabar-mulia. Sabar yang dilakukan orang mulia dengan dasar akal budi dan moral, sehingga pengaruhnya adalah kemuliaan dan hudan.
Sebaliknya, pembangkang Nabi Nuh, Nabi Luth, dan nabi-nabi lain yang ditimpakan musibah kepada mereka, mau tidak mau mereka harus bersabar.
Kesabaran seperti inilah kesabaran yang merupakan kewajiban.
Karena mau tidak mau, kesabaran harus menjadi sikap dan tindakan yang dipilih
mereka. Karena keburukan muncul oleh sebab suatu kesalahan.
Sekarang tinggal memilih, inginkah menjadi penyabar yang bertindak mulia, atau menjadi pribadi sehat yang bertindak baik dengan bersabar?Wallahu 'alam
Sekarang tinggal memilih, inginkah menjadi penyabar yang bertindak mulia, atau menjadi pribadi sehat yang bertindak baik dengan bersabar?Wallahu 'alam
Oleh: Ach. Nurcholis Majid
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/03/05/nkpea1-kesabaran-yang-mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar