Kamis, 07 Mei 2009
Heritage dan Manusia
Gedung di tepi Jalan Jatinegara Timur, Jatinegara, Jakarta Timur, ini merupakan bekas kediaman regens atau bupati kawasan Mester Cornelis di awal abad 20.
Suatu hari, Warta Kota tersentak, ketika seorang bocah usia sekolah dasar bertanya, apa itu heritage. Sebetulnya bukan pertanyaan itu yang menyentak, tapi proses menjawabnyalah yang menyadarkan Warta Kota. Bagaimana memilih kata untuk kemudian dirangkum dalam kalimat sederhana agar mudah dicerna si bocah. Dari proses itulah kemudian muncul kesadaran, barangkali bukan hanya si bocah yang tak paham apa itu heritage atau warisan/pusaka.
Heritage dalam kamus Oxford ditulis sebagai sejarah, tradisi dan kualitas yang dimiliki sebuah negara atau masyarakat selama bertahun-tahun dan diangap sebagai bagian penting dari karakter mereka. Sementara itu, Peter Howard dalam buku Heritage: Management, Interpretation, Identity memaknakan heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam.
Jika selama ini manajemen warisan budaya lebih ditujukan pada warisan budaya secara publik, museum, misalnya, Howard mengingatkan, tiap orang juga punya latar belakang kehidupan ”behind the scenes” yang bisa jadi warisan tersendiri.
Warisan budaya adalah salah satu bagian dari pusaka suatu bangsa, yaitu pusaka budaya. Berdasarkan pada Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia yang dideklarasikan di Ciloto 13 Desember 2003, Pusaka Indonesia meliputi Pusaka Alam, Pusaka Budaya, dan Pusaka Saujana. Pusaka Alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya.
Pusaka Budaya mencakup pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible). Dalam Pusaka Budaya ini bisa dilihat sebagai folklor. Pusaka Saujana adalah gabungan Pusaka Alam dan Pusaka Budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. Pusaka Saujana dikenal dengan pemahaman baru yaitu cultural landscape (saujana budaya), yakni menitikberatkan pada keterkaitan antara budaya dan alam dan merupakan fenomena kompleks dengan identitas yang berwujud dan tidak berwujud.
Yang sering menjadi perbincangan di Indonesia, lebih mengerucut di Jakarta dan sekitarnya, masih warisan budaya dalam bentuk berwujud. Sebut saja gedung-gedung tua. Padahal, kalau kembali ke paparan di atas, folklor dalam bentuk cerita rakyat, tarian, kulinari, musik tradisional, dan lainnya masuk dalam pusaka budaya yang dalam bahasa kerennya disebut heritage tadi. Itu tadi jika bicara warisan secara kolektif sebagai bangsa.
Howard mengingatkan bahwa peninggalan atau warisan orang per orang pun masuk dalam katagori heritage. Terserah pada keluarga mereka apakah akan menyimpan dan memelihara kenangan atas, katakan, kakek atau nenek mereka. Baik itu dalam bentuk petuah, buku harian, koleksi buku, etos kerja, mobil tua, dan lainnya. Pokoknya heritage adalah untuk semua manusia.
Bicara soal warisan, soal heritage, langkah selanjutnya setelah upaya pelestarian—dalam hal ini kita ambil contoh pelestarian bangunan tua atau kawasan kota tua di Jakarta—adalah bagaimana aktivitas dilakukan demi menghidupkan warisan tadi. Bagaimana tradisi lokal juga ditampilkan dalam bentuk aktivitas di kawasan yang dilestarikan. Dengan demikian, tradisi lokal dalam bentuk apa pun, olahraga, kesenian, bisa menyatukan orang lain. Orang-orang yang punya kenangan, ikatan pada satu bentuk warisan dan menjadi bagian dari karakter mereka.
Warta Kota/Umar Widodo
Kamis, 7 Mei 2009 | 13:18 WIB
WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar