Sabtu, 11 Juli 2015

Poros Kekuatan Baru: Jokowi, Moeldoko, Gatot dan Sutiyoso


Hari ini (8/7/2015) Gatot dan Sutiyoso dilantik oleh Jokowi. Dengan demikian rencana konsolidasi strategis Jokowi tercapai dengan gilang-gemilang. Ia berhasil membuat TNI mendukungnya 100% tanpa keraguan. Deal-deal dengan TNI dengan prinsip give and take berhasil dilakukan oleh Jokowi . Setelah TNI dikuasai Jokowi, maka langkah selanjutnya adalah Reshuffle kabinet yang akan dilakukan setelah lebaran. Dalam reshuffle itu nantinya, Moeldoko akan menjadi Menkopolkam menggantikan Tedjo. Kinerja Tedjo yang suam-suam kuku dan takut kepada Polri, akan digantikan oleh Moeldoko yang cerdas, garang, berani dan berwibawa. Seterusnya Jokowi akan memilih Moeldoko menjadi Cawapresnya pada Pilpres 2019 mendatang. Sedangkan Ahok harus lebih bersabar dulu menjadi salah satu menterinya seperti Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atau Kepala Bulog seperti yang sering diguyonkannya.
Penunjukkan Gatot Nurmantyo atas rekomendasi Moeldoko, membuat posisi TNI semakin solid mendukung Jokowi. Gatot adalah rekan emas Moeldoko di angkatan darat. Dalam beberapa hari ke depan, Kepala Staf Angkatan Darat dan disusul Pangkostrad akan ditunjuk sesuai dengan keinginan dan kesepakatan Moeldoko dan Gatot plus Jokowi dan Sutiyoso. Dengan konsolidasi yang hebat itu, maka praktis Jokowi, Moeldoko, Gatot plus Sutiyoso telah menggenggam TNI di bawah kendali mereka. Dengan kata lain TNI adalah Jokowi dan Jokowi adalah TNI.
Jokowi yang dipandang sebelah mata selama ini karena berasal dari sipil, ternyata mempunyai kalkulasi politik yang amat jenius. Jokowi tahu betul bahwa KMP yang digawangi oleh Aburizal Bakri dan Prabowo mempunyai potensi besar untuk menjatuhkannya. Demikian juga KIH yang digawangi oleh Megawati, Surya Paloh dan Jusuf Kalla akan dengan mudah menggoyang dan mendikte posisi Jokowi. Maka jalan satu-satunya untuk menetralisir mereka adalah membuat poros baru yang lebih superior yakni menggandeng Jenderal-jenderal TNI yang di belakangnya ada ratusan ribu tentara. Jokowi paham betul bahwa jika tentara di sebuah negara mendukung penuh Presiden, maka betapapun nafsu DPR, partai politik, Pengadilan, Kejaksaan, PTUN, Mahkamah Agung, bahkan Kepolisian bersengkokol dan berkoar-koar menjatuhkan seorang Presiden, itu tidak berarti sama sekali jika berhadapan dengan tentara. Itu hanya omong kosong, nyaring bunyinya.
Sejak Jokowi berhasil menjadi RI 1, Jokowi telah belajar sejarah dari negara Thailand yang kerap dilanda kudeta. Ternyata pihak yang mempunyai kekuatan untuk melengserkan Presiden adalah tentara, bukan DPR, MPR, Partai Politik atau Kepolisian. Demikian juga di negara Pakistan, Philipina, Kamboja, Mesir dan negara lainnya. Sehebat apapun anggota DPR, MPR, Pengadilan, Polisi, Partai Politik jika tidak didukung oleh tentara maka sama dengan Singa ompong, tak bergigi dan omong kosong. Di negara –negara yang sering dilanda kudeta, malah anggota-anggota DPR, ketua partai politik, para hakim dan jaksa ditangkapi dan dimasukkan ke dalam penjara. Nyatanya mereka-mereka itu tidak mampu berbuat banyak di hadapan tentara selain hanya meratapi nasibnya. Itulah fakta yang telah dipelajari Jokowi. Jokowi pun telah sedang mempersiapkan militer untuk siap mengintervensi DPR, MPR jika suatu waktu mereka ngotot mengadakan sidang istimewa dengan tujuan menggulingkan Jokowi.
Maka tepatlah strategi Jokowi yang merapat dengan TNI. Dengan TNI di belakang Jokowi, maka sekuat apapun DPR yang dikomandoi oleh Fadli Zon, Fakhri Hamzah, Bambang Soesatyo, tidak berarti apa-apa di hadapan tentara. Demikian juga PDIP sebagai pendukung Jokowi yang berkoar-koar ingin menjatuhkannya, tidak akan membuat Jokowi takut. Alasannya jelas, militer ada di belakangnya. Para politisi yang tidak mempunyai kekuatan militer pasti akan takut bergidik di hadapan TNI Gatot dan BIN-nya Sutiyoso.
Dengan melantik Gatot dan Sutiyoso Hari ini (8/7) maka lengkaplah kekuatan dahsyat Jokowi. Jokowi akan melanjutkan keberaniannya dengan amat perkasa berhadapan dengan DPR, KMP pun KIH. Tidak mustahil ke depan Jokowi akan mengintervensi semua partai politik, lembaga DPR, MPR, MA, MK, agar tunduk kepada kemauannya. Sebelumnya Jokowi sudah berani melawan KIH maupun KMP, pasca konsolidasi dengan Moeldoko. Hanya sesaat setelah ikrar setia Moeldoko kepadanya, Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan mengecam Budi Gunawan pasca penangkapan Novel oleh Budi Waseso. Selanjutnya, Jokowi berturut-turut tidak menggubris DPR yang ingin merevisi Undang-undang Pilkada, UU KPK. Pun keinginan DPR mengajukan dana aspirasi ditolak mentah-mentah oleh Jokowi. Demikian juga Jokowi tidak terlalu menggubris permintaan PDIP untuk melakukan reshuffle kabinet lebih cepat. Malahan Jokowi mempertontonkan kekompakannya (5/7) dengan Menteri Rini yang dicap PDIP sebagai pengkhianat.
Resminya Gatot sebagai Panglima TNI praktis menjadikan TNI terutama Angkatan Darat sangat solid di belakang Jokowi. Maka dengan kekuatan baru itu plus Moeldoko dan Sutiyoso serta Luhut Pandjaitan, ke depan Jokowi sudah berani melakukan Reshuffle kabinet. Jokowi berani untuk mengatakan tidak kepada Megawati, Jusuf Kalla dan Surya Paloh. Jokowi akan berani untuk tidak mereshuffle Menteri Rini, Andy Widjajanto dan mengganti Luhut Panjaitan sebagaimana diingikan oleh PDIP. Malah sebaliknya Jokowi akan berani mengganti Menteri Tedjo, Yasonna Laoly atau Puan Maharani, puteri Megawati sendiri dan bersiap menantang PDIP bersama KIHnya. Ke depan, Jokowi akan berani membuat kebijakan baru baik disetujui atau tidak disetujui oleh DPR, KIH ataupun KMP. TNI dan BIN akan menjadi benteng sekaligus singa yang meraung-raung, menakuti, mengancam, meneror siapa saja anggota DPR dan elit-elit partai politik yang berani menentang Jokowi. Selamat datang kekuatan poros baru, poros superior di antara KIH-KMP: Jokowi, Moeldoko, Gatot, Sutiyoso bersama 450 ribu tentara.


http://www.kompasiana.com/lahagu/poros-kekuatan-baru-jokowi-moeldoko-gatot-dan-sutiyoso_559cac08f19673171ee0f73d

Tidak ada komentar:

Posting Komentar