Syawwal telah terbit, selesai sudah pembinaan Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Meskipun tidak dari nol tapi yang terjadi adalah kelahiran
kembali “ka yaumin waladathu ummuh” (seperti hari dilahirkan ibunya).
Maksudnya adalah bersih kembali karena ibadah yang
dikerjakan selama shaum Ramadhan telah menjadi sebab yang berakibat
ampunan Allah SWT.
Langkah awal yang mesti dilakukan adalah bersyukur. Mensyukuri
berbagai karunia yang telah Allah SWT berikan. Bersyukur dalam makna yang
kreatif yakni memfungsikan karunia itu bagi kemanfaatan diri,
keluarga, ummat dan Agama. Karena memang Allah SWT telah memberikan kepada
kita komponen dari potensi asasi tersebut.
Firman-Nya “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur” (QS An Nahl 78).
Ayat ini menunjukkan adanya tiga komponen penting yang harus
difungsikan dengan maksimal yaitu pendengaran, penglihatan dan
hati. Dengan pendengaran (as
sam’a) kita serap informasi pengetahuan
yang dapat diformulasi menjadi ilmu. Informasi lisan keseharian maupun
insidental diseleksi mana yang sia-sia mana yang berguna, mana yang
dibuang dan mana yang pula bisa dikembangkan.
Dengan penglihatan (al
abshoro) semua data dibaca dan diolah
menjadi tulisan yang bisa dibaca kembali oleh jumlah orang yang semakin banyak.
Segala informasi lisan yang didapat dibuktikan sehingga bisa terlihat nyata
sebagai ayat-ayat kebenaran.
Demikianlah gandengannya, karena sesungguhnya orang yang
cacat berat adalah mereka yang menjalani kehidupan kini dalam
keadaan ”tuli” dan “buta”. Sementara itu dengan hati (al af-idah) diyakini apa
yang didengar dan dilihat untuk dijadikan niat dantekad. Niat dan tekad mana
kemudiannya direalisasikan dalam wujud amal.
Begitulah proses yang terjadi untuk berkreasi. Sebaliknya jika
komponen pendengaran, penglihatan, dan hati itu tak berfungsi maka yang terjadi
adalah stagnasi. Memang pilihannya adalah berkreasi atau
stagnasi, create or stagnate.
Langkah kreatif yang dimaksud insya allah akan sukses
jika dibarengi: Pertama memulai sesuatu dengan bismillah yaitu berangkat
dari berharap pada ridlo dan pertolongan Allah serta mengukur
dengan ukuran Allah. Allah sebagai sentrum.
Kedua, niat dan tekad yang kuat untuk berhasil karena kita
tahu amal itu tergantung niat. Niat yang kuat adalah setengah dari
keberhasilan, setengahnya lagi dengan kesabaran dan ketekunan.
Ketiga, memiliki ilmu yang mumpuni pada bidangnya “wa man aroda huma fa’alaihi bil ‘ilmi” (dan jika ingin sukses keduanya –dunia dan akherat—maka itu
dengan ilmu) karena imu adalah causa dari tingginya derajat dalam pergaulan sesama.
Keempat, mampu membangun relasi karena sering datang
kesempatan untuk maju itu disebakan karena faktor interaksi sesama.
Silaturahmi mendatangkan rezeki.
Dan kelima, kesiapan untuk mengoreksi diri atau dikoreksi
oleh orang lain. Hal ini tentunya berkaitan dengan keharusan kita untuk mengenal
diri kita sendiri “know your self” karena dengan mengenal diri akan memudahkan untuk
dapat mengenal orang lain dan lingkungannya.
Awal syawwal siap untuk menyinari perjalanan
ke depan yang lebih berkualitas. Dengan landasan program
yang lebih jelas dan apik tentunya. Kepentingan pribadi dan
keluarga penting untuk mendapat perhatian, namun kita tak boleh berhenti
disana. Langkah mulia adalah khidmah untuk memajukan dan mengembangkan
Agama. Melalui jihad dan da’wah.
Shaum telah mengajarkan kita bermental kuat untuk mampu
mengendalikan diri serta pandai memilih dan memilah nilai yang benar. Lapar di
awal bukan untuk rakus di akhir. Tetapi sederhana (qana’ah) dalam berkarakter.
Shaum mengubah karakter buruk menjadi lebih agung. Jangan seperti seekor ular
yang puasanya tak mengubah apa apa.
Ular yang menjijikkan, merusak, dan buas setelah memangsa lalu
berpuasa. Selesai puasa ia berganti kulit. Karena lapar, “saat berbuka” ia
menjadi lebih buas dan sangat merusak. Lagi pula tetap
saja menjijikkan meski telah berganti kulit.
Banyak orang yang setelah
menyelesaikan puasanya sebulan
penuh tetap saja berperilaku hina, merusak, dan rakus.
Yang berubah hanya kulitnya saja. Baju baru. Karakternya tak
berubah, bahkan lebih buruk. Maka baginya syawal tidak menjadi
awal yang menentukan kesuksesan.
HM Rizal
Fadillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar