يُرِيْدُ
اللهُ اَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ اْلاِنْسَانُ ضَعِيْفًا
“Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. 4 : 28)
وَالسّبِقُوْنَ
اْلأَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهجِرِيْنَ وِاْلاَنْصَارِ وَالًَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ
بِاِحْسَانٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّلَهُمْ جَنتٍ
تَجْرِىْ تَحْتَهَا اْلاَنْهَارُ خلِدِيْنَ فِيْهَا اَبَدًا ذلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيْمُ
“Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di kalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar”. (QS. 9: 100)
Angin bergerak, terbangkan
kabut hitam
Tutupi cahaya mentari, tampaklah bumi ini kelam
Perlahan, mencair gumpalan kabut hitam
Curahkan air hujan, bersihkan debu yang bertebaran
Tutupi cahaya mentari, tampaklah bumi ini kelam
Perlahan, mencair gumpalan kabut hitam
Curahkan air hujan, bersihkan debu yang bertebaran
Hitam kelam, hati seorang
insan
Sebab, hanya membuahkan banyak kemungkaran
Hidayah turun, sebagai bukti kemurahan
Sadarkan diri, ternyata hanya tumpukan kotoran
Sebab, hanya membuahkan banyak kemungkaran
Hidayah turun, sebagai bukti kemurahan
Sadarkan diri, ternyata hanya tumpukan kotoran
BiIla sejenak kita coba
renungkan kembali tentang peranan dan tujuan sholat bagi kehidupan manusia pada
umumnya, nampak terasa masih belum sesuai dengan muatan isi dari Firman Allah
dalam S. Al baqarah (2) : 153 di atas. Karena pada ayat tersebut dikatakan
bahwa : “mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. Jadi
sebenarnya, shalat itu merupakan kebutuhan manusia itu sendiri untuk
mendapatkan pertolongan dari Allah, karena memang manusia dicipta sebagai
mahluk yang lemah. Pantaslah bila manusia sangat memerlukan pertolongan,
sebagaimana termuat dalam S4: 28 diatas. Tetapi banyak manusia yang sombong dan
bangga dengan kemampuan dirinya, sehingga tercetus pada rangkaian kata “percaya
diri itu adalah modal suatu kesuksesan”. Akhirnya Allah selaku pencipta
senantiasa dikesampingkan.
Sebenarnya
manusia yang selalu optimis akan kemampuan diri, adalah orang yang buta
terhadap dirinya sendiri dan tehadap nilai hakekat shalat, sekalipun sepintas
tampak di mata kepala, raganya melaksanakan shalat. Tapi shalat yang dilakukan
hanyalah laksana buih di tepi pantai, lenyap seketika tak meninggalkan bekas
yang berguna. Kalau kita mau teliti kembali, apa yang telah kita dapati selama
melakukan shalat! Sebab, sholat dilaksanakan atas dasar kewajiban. Bukan atas
dasar kesadaran dan kecintaan. Sedangkan Rosulullah S.A.W. dengan tegas
mengatakan : “Sholat adalah suatu kesukaan / hobbi atau kecintaan yang tumbuh
dalam dirinya”.
Jika
sholat dilakukan atas dasar dorongan kewajiban, terselip rasa yang amat halus
terhadap hak sebagai imbalan dari pelaksanaan kewajiban. Bila demikian halnya,
berarti sholat dilakukan guna kebutuhan Rabb atau dengan kata lain sholat
dijalankan untuk kepentingan Allah selaku Rabb. Padahal sholat atau tidak
sholat seseorang tidak akan mengurangi dan menambah keberadaan Allah selaku
Pencipta lagi maha kaya. Sebenarnya hakekat sholat dijalankan bagi seorang
hamba, merupakan kebutuhan pokok dan utama bagi dirinya sendiri. Ibarat bahan
bakar merupakan kebutuhan pokok bagi industri atau air sebagai kebutuhan suatu
tanaman.
Sholat
yang dilaksanakan atas dasar kewajiban akan muncul dalam fikiran, bahwa ada hak
manusia yang belum diberikan oleh Allah. Hak itu akan turun menurut
pandangannya, setelah sholat sebagai kewajiban dilaksanakan. Jika demikian
halnya, “bukankah berarti Allah membujuk manusia untuk menjalankan ketaatan?”
bukanlah, Allah! Selaku Rabb, jika memiliki sifat demikian. Padahal, tanpa
menusia menjalankan sholat, kemurahan Allah terus melimpah ruah. Hanya manusia
itu sendiri yang senantiasa mengabaikan kemurahan Allah.
Kemurahan
melimpah ruah Allah berikan, tanpa ada suatu bujukan agar dilaksanakannya
sholat. Kemurahan Allah telah diisaratkan sebagaimana termuat dalam S. Al
Maaidah (5) : 3, yakni : “pada hari ini telah aku cukupkan kepadamu ni’matku”.
Ini berarti, sempurnalah ni’mat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Tidak
ada lagi, hak manusia dengan sholat sebagai kewajiban yang tertahan. Sehingga
harus ditebus dengan sholat sebagai kewajiban.
Kemurahan
Allah diibaratkan hujan yang dicurahkan dari langit, mengalir terus dengan
derasnya. Adakah wadah yang siap menampung turunnya air hujan? Lalu
didayagunakan sebatas kemampuan yang telah dipasangkan. Jika air hujan ini
tidak tertampung dalam suatu wadah, pastilah air hujan itu terbuang sia-sia.
Bahkan dapat berakibat fatal. Bencana muncul dan pasti merugikan, baik kerugian
jiwa maupun kerugian harta. Itulah banjir melanda.
Begitu pula terhadap nikmat
Allah yang telah Allah cukupkan pada manusia! Apabila tidak ditampung oleh
suatu wadah /”hati”, bencana dapat saja berupa kegelisahan hidup, banyak
persoalan hidup tak terselesaikan, kecemasan, kekhawatiran, akhirnya berakibat
pada timbulnya penyakit stress atau lainnya.
Sebenarnya
hak dan kewajiban merupakan suatu rangkaian yang hanya berlaku pada makhluk
ciptaan, khususnya manusia. Sebab jika hak dan kewajiban disandangkan pada
Allah, berarti hilanglah sudah keindahan nama Allah, yaitu yang bernamakan
“Ar-Rakhman”. Allah memberi bukan karena seorang hamba telah terlebih dahulu
melakukan upaya kewajiban. Justru sebelum manusia melakukan ketaatan, bahkan
sebelum manusia dilahirkan, nikmat dan rakhmat terlebih dahulu telah terbentang
luas tiada hingga, hanya nikmat dan rakhmat tersebut diabaikan begitu saja.
Karena telah merasa puas dengan sajian dunia yang palsu.
Jelaslah,
terjadinya kemerosotan umat Islam hingga titik dasar, adalah akibat salah
pengertian dalam melaksanakan sholat. Sholat dipandang sebagai suatu kewajiban.
Incaran tertuju kearah hak berupa pahala yang akan diberikan sebagai imbalan
atas terlaksananya suatu kewajiban. Laksana seorang pemimipin membayar upah
sebagai hak karyawan, yang telah menjalankan kewajiban. Padahal hakekat abdi
sejati, apapun ia lakukan terhadap Allah Robb pencipta dirinya, dasarnya adalah
keridhoan-Nya (Q.S At Taubah: (9) : 100). Ridholah yang menjadi titik incaran.
Hal yang amat menentukan jatuhnya umat islam, (Khususnya umat Islam di penghujung
akhir zaman) pada titik dasar kemerosotan, ialah mengabaikan atau tidak
mendayagunakan nikmat Allah yang telah cukupkan.
Dua
hal pokok inilah, telah diabaikan umat Islam selama sekian abad belakangan ini.
Sekiranya umat Islam konsekwen mau menelusuri napak tilas Rosulullah Muhammad
S.A.W., pastilah kemerosotan tidak akan dialami. Bahkan kejayaan dan
keunggulan/tegak sebagai perisai dalam kehidupan umat Islam. Rosulullah
Muhammad S.A.W. dengan tegas menyatakan : “Sholat dilakukan atas dasar kesukaan,
hobbi atau kecintaan”. Berarti palaksanaannya tidak ada terselip imbalan hak
yang akan diterima. Dengan sendirinya apa yang diisyaratkan dalam firman Allah
yang berkaitan dengan “telah Aku cukupkan nikmat-Ku padamu”, dapatlah dirasakan
kenyamanan. Sehingga sholat dirasakan sebagai suatu kesukaan, hubbi atau
kecintaan.
Nikmat yang terbesar dalam
melaksanakan sholat ialah terbawanya diri dekat dengan Allah,
sehingga segala permasalahan dapat terselesaikan atas pertolongan-Nya.
Wahai
Allah! Wahai Rabbi! Yang berhiaskan Ar-Rahman
Tak henti-hentinya muncul dalam diri suatu penyesalan
Tersisalah setetes harapan sebagai modal kekuatan
Pangabdian murni, itulah hakekat seorang insan
Tak henti-hentinya muncul dalam diri suatu penyesalan
Tersisalah setetes harapan sebagai modal kekuatan
Pangabdian murni, itulah hakekat seorang insan
Wahai
Allah! Wahai Rabbi! Yang berhiaskan kesabaran
Sabar menanti kembalinya hamba dari keingkaran
Ampunilah hamba, yang setiap saat berbuat kesalahan
Pada-Mu lah diri, tegak kokoh bersandarkan
Sabar menanti kembalinya hamba dari keingkaran
Ampunilah hamba, yang setiap saat berbuat kesalahan
Pada-Mu lah diri, tegak kokoh bersandarkan
Wahai
Allah! Wahai Rabbi! Sumber keselamatan
Jaga dan tolonglah diri, dalam setiap keraguan
Sadarlah diri, pada-Mu lah sebenarnya sebuah pengabdian
Lemah tak berdaya jalankan ketaatan
Tanpa pertolongan-Mu yang senantiasa engakau ulurkan
Jaga dan tolonglah diri, dalam setiap keraguan
Sadarlah diri, pada-Mu lah sebenarnya sebuah pengabdian
Lemah tak berdaya jalankan ketaatan
Tanpa pertolongan-Mu yang senantiasa engakau ulurkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar