وَالله يَدْعُوْا اِلَى
دَارِ
السَّلاَمِ
وَيَهْدِى
مَنْ
يَّشَآءُ
اِلَى
صِرَاطٍ
مُسْتَقِيْمٍ
“Allah menyeru (manusia) ke
Darus Salam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus (Islam).” (QS. 10 : 25)
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِى
مُدْخَلَ
صِدْقٍ
وَأَخْرِجْنِى
مُخْرَجَ
صِدْقٍ
وَاجْعَلْ
لِّى
مِنْ
لَّدُنْكَ
سُلْطَانًا
نَصِيْرًا
Dan katakanlah : “Ya
Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku
secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan
yang menolong.” (QS. 17 : 80)
Allah S.W.T. telah menyeru
manusia untuk memasuki surga, yakni suasana hidup dan kehidupan yang penuh
kesejukan kesegaran ketentraman saling kasih sayang tanpa ada penekanan satu
dengan yang lain. Untuk bisa menuju ke sana (ke surga), maka Allah dengan
rahmat dan kasih sayangnya menurunkan kitab yang tidak ada keraguan dan
kebengkokan dan dikirim Rasul S.A.W. untuk menjelaskan kitab serta teladan
dalam hidup dan kehidupan. Namun, sungguh manusia itu dzalim lagi kufur
terhadap Rabbnya.
Kedzaliman dan kekufuran
bukan terletak pada ucapan tetapi dalam sikap dan perbuatannya. Lisannya
berucap bahwa Allah-lah sembahannya, tetapi sikap perbuatannya meng-Ilahkan
dunia. Lisannya berucap bahwa Qur’an sebagai petunjuk hidup, tetapi kitab-kitab
Yahudi menjadi bacaan dan pegangannya. Lisannya berucap bahwa Rasulullah
Muhammad S.A.W. teladan hidup dan kehidupannya, tetapi perilaku Yahudi-Nasrani,
adat-istiadat nenek moyang panutan sikap dan perbuatannya dalam hidup dan
kehidupan.
Demikian itu karena manusia terlalu sombong dan melampaui
batas. Dikaruniai modal dasar ruh, rasa, hati, aqal dan nafsu agar
masing-masing tumbuh kembang bebas menuju Robbnya, malah nafsu dan logika yang
ditumbuh suburkan dengan menekan ruh, sehingga ruh merintih merasa kesakitan
tidak bisa berkomunikasi dengan Robbnya, akibat ulah nafsu dan logika yang
tidak mau kompromi untuk memenuhi kepuasan tuntutan hidup duniawi.
Jeritan Ruh mengadu kepada
Robbnya
Melihat ruh selaku tetesan
kesucian-Nya … (Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud. (QS. Al Hijr (15) : 29) … sedang terinjak-injak
oleh nafsu dan logika, maka sang Ar Rahman dan Ar Rahiim menyeru kepada ruh
agar bermohon kepada-Nya, dengan susunan bahasa kata sebagaimana firman-Nya
pada QS. 17 : 80 berikut ini.
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِى
مُدْخَلَ
صِدْقٍ
وَأَخْرِجْنِى
مُخْرَجَ
صِدْقٍ
وَاجْعَلْ
لِّى
مِنْ
لَّدُنْكَ
سُلْطَانًا
نَصِيْرًا
Dan katakanlah : “Ya
Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku
secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan
yang menolong.” (QS. Al Israa (17) : 80)
Atas jeritan permohonan
ruh, akibat terinjak-injak nafsu dan logika, maka Allah memberikan
pertolongan-Nya sebagaimana firman Allah pada QS. Al Anfaal (8) : 17 berikut:
فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلكِنَّ
اللهَ
قَتَلَهُمْ
وَمَارَمَيْتَ
إِذْ
رَمَيْتَ
وَلكِنَّ
اللهَ
رَمَى
وَلِيُبْلِىَ
الْمُؤْمِنِيْنَ
مِنْهُ
بَلآَءً
حَسَنًا
إِنَّ
اللهَ
سَمِيْعٌ
عَلِيْمٌ
“Maka (yang sebenarnya)
bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah yang membunuh mereka, dan
bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
(Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan
kepada orang-orang mu’min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Anfaal (8) : 17)
Demikianlah Allah, begitu
mudah Dia Allah sang Ar Rahman melimpahkan rahmat karunianya kepada hamba yang
bersungguh-sungguh memohon kepada-Nya. Suatu pertanda bahwa Allah itu dekat dan
sangat dekat dan mudah dihubungi. Sebagaimana firman-Nya.: “Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(QS. Al Baqarah (2) : 186). Namun, sungguh rahmat Allah mendahului murka Allah,
artinya apabila rahmat pertolongan Allah telah diturunkan tetapi tidak
didayaguna-manfaatkan selaras dengan kehendak-Nya, maka rahmat itu akan berubah
menjadi laknat atau azab. Sebagaimana firman-Nya pada QS. 17 : 8 berikut ini.
…عَسَى
رَبُّكُمْ
أَنْ
يَرْحَمَكُمْ
وَإِنْ
عُدْتُّمْ
عُدْنَا
وَجَعَلْنَا
جَهَنَّمَ
لِلْكَافِرِيْنَ
حَصِيْرًا
“Mudah-mudahan Tuhanmu akan
melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu, dan sekiranya kamu kembali kepada
(kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka
Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Al Israa’ (17) : 8)
Rahmat Terbesar dari Allah
S.W.T.
Rahmat terbesar yang Allah
turunkan kepada hambanya yang menjerit merintih meminta pertolongan untuk
dikeluarkan dari tekanan nafsu dan logika adalah berupa kitab petunjuk jalan
lurus untuk jumpa kembali kepada Robb, yakni Al Qu’an. Agar rahmat tetap
menjadi rahmat, maka serba-serbi dalam berbuat, harus membuka Qur’an untuk
menjangkau terbuka lurus pandangan terbuka pada satu titik (.) yakni Aku Allah.
Segala puji bagi Allah yang
telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan
kebengkokan didalamnya; (QS. Al Kahfi (18) : 1) … Dan Kami turunkan kepadamu Al
Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An Nahl (16) : 89). Bagaimana bisa
berpandangan lurus terbuka pada satu titik Allah agar rahmat tetap menjadi
rahmat? Allah hanya bisa dihubungi dengan hati bersih murni. Hati bersih murni
akan terjadi apabila apa yang dilihat mata dan didengar telinga sama sekali
tidak berpengaruh (putus tali) dalam hati.
Secara rinci ciri-ciri hati
bersih murni adalah :
Lapang dada karena tidak
terpengaruh oleh apa dan siapa, kecuali Allah. Laksana sebutir buah kelapa yang
terlempar di tengah laut. Walaupun berada di tengah-tengah gelombang ia tidak
terpengaruh oleh besarnya gelombang lautan kehidupan.
Suasana hati terasa sejuk
segar, sejuk karena terlepas dari panasnya masalah kehidupan di lingkunagn
terbuka, dan segar karena bangkit kembali dari kelayuan setelah memperoleh
siraman air segar dari langit berupa siraman ruhani kalam Ilaahi.
Walaupun mata kepala
melihat fenomena dan telinga mendengar suara/informasi, namun apa-apa yang
dilihat dan didengar tidak berpengaruh (putus tali hubungan) ke dalam hati atau
tidak dicerna hati tidak menggetarkan hati. Hal ini didasarkan pada keyakinan
bahwa berbagai omongan yang tidak selaras dengan Qur’an dan Sunnah Rasul hanya
akan membikin hati menjadi kotor dan busuk. Keyakinannya adalah bahwa hati
hanya untuk Allah, sedangkan Aqal untuk memikirkan ciptaan Allah dalam rangka
ketundukan hati kepada-Nya.
Berkondisi cukup setimbang sempurna, tampil dengan lemah
lembut. Kondisi demikian merupakan buah hasil dari lepasnya hati dengan segala
yang dilihat mata dan didengar telinga. Dengan kelemah-lembutan inilah maka
akan bersambung dengan Aku Allah. Tersambungnya hati dengan Allah, maka akan
dirasakan ketenangan. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram (tenang) dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tenteram (tenang). (QS. Ar Ra’d (13) : 28). Wujud tersambungnya
hati dengan Allah, maka segala yang tidak dari Allah dan Rasul-Nya akan
ditolak.
Sifat terpuji tali sambung
dengan Allah S.W.T
Tali sambung dengan Allah
S.W.T adalah sifat terpuji, artinya hanya dengan sikap ucap dan perbuatan
terpujilah manusia selaku hamba Allah dapat berhubungan langsung dengan
Allah S.W.T apa yang dimaksud dengan sifat terpuji? Yakni wujud tampilan
ketaatan kepada Allah yaitu segala sikap ucap dan perilakunya senantiasa
selaras dengan kehendak Allah. Manusia yang demikianlah yang akan menjadi hamba
kecintaan Allah.
Ciri manusia hamba Allah
taat atas dasar cinta, maka rahmat terbesar Allah akan dikaruniakan kepadanya,
berupa pertolongan dalam segala hal, mata dan THTnya adalah mata dan THTnya
Allah. Sebagaimana firman-Nya pada QS. Al Israa’ (17) : 8 yang telah dikutip di
atas, dan Hadits qudsi berikut:
“Hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan hal-hal yang sunnat, sehingga ia
kusenangi dan Ku-cintai. Karenanya Aku-lah yang menjadi pendengarannya yang
dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, lidahnya yang
dengannya ia bertutur kata, dan aqal yang dengannya ia berfikir . apabila ia
berdo’a kepada-Ku, Aku perkenankan do’anya. Apabila ia meiminta sesuatu
kepada-Ku niscaya Aku mengaruniainya, dan apabila ia meminta pertolongan
kepada-Ku, niscaya Aku menolongnya. Ibadah yang dilakukannya kepada-Ku yang
paling Aku senangi ialah menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya
untuk-Ku.” (HQR. At-Thabrani, dalam Kitab Al-Kabir yang bersumber dari Abu
Umamah)
Memperhatikan ayat Qur’an pada Surah Al Anfaal (8) :17
dan Hadits Qudsi di atas betapa besar rahmat pertolongan Allah yang diberikan
kepada hamba yang taat atas dasar cinta dengan tampilan akhlaq terpuji. Hamba
ini akan mampu mengetahui segala sesuatu dan berilmu sehat setimbang pelestari
kesetimbangan semesta. Karena mata, THT, aqal dijadikan sebagai tampilan
kehendak Allah. Inilah yang dinamakan jumpa Allah dalam Asma-Nya. Yang harus
diperhatikan bahwa rahmat bisa jadi berubah menjadi laknat. Siapa yang
terlaknat? Mereka yang pernah menikmati rahmat tali hubung dengan Allah, namun
masih juga menyambungkan tali hubung dengan apa yang dilihat mata dan apa yang
didengar telinga. Itulah orang yang tidak taat, sebagaimana Iblis yang
terlaknat, karena tidak mau sujud kepada Adam A.S, akibat terpengaruh oleh
penglihatan mata kepala melihat Adam sebagai garis.
Garis penghalang ruh jumpa
Robb
Tantangan yang harus
dihadapi ruh untuk dapat kembali berjumpa robbnya semenjak di dunia ini adalah
adanya kehidupan yang berbentuk dua garis. Kehidupan yang berbentuk garis
pertama adalah kehidupan yang tampaknya manis dan lezat. Sedangkan kehidupan
garis kedua adalah kehidupan yang tampaknya pedih dan sakit. Kedua kehidupan
yang berbentuk garis ini senantiasa akan menggetarkan hati, jika hidup
mengandalkan THT kepala. Apa yang dilihat mata dan didengar telinga senantiasa
dicerna oleh otak demi kepentingan isi perut, akibatnya akan menimbulkan
gangguan-gangguan dalam hati. Kehidupan demikan merupakan ujian bagi manusia,
apa tetap kuat-tegar atau semakin melemah-tak berdaya.
Agar hati terbebas dari
gangguan-gangguan kehidupan dua garis, hingga ruh dapat terlepas bebas terbang
mengembara menjumpai Robbnya, maka harus senantiasa beraktivitas yang diawali
dengan membuka Qur’an dalam rangka mempertahankan tali hubung dengan Aku Allah.
Dengan aktivitas yang didahului membuka Qur’an membaca sesuatu dengan Aku Allah
maka akan memperoleh tambahan karunia. Sebab membuka Qur’an dan membaca dengan
Aku Allah berarti membuka memulai menggali hikmah-hikmah yang ada dibalik
garis.
Terbacanya segala hikmah
dibalik kehidupan garis berarti melepaskan ruh untuk bebas terbang mengembara
menjangkau masuk ruang kosong bersama-sama dengan para malaikat untuk menjemput
berita-berita besar dari Ar-Rohman. Barangsiapa yang hidupnya hanya memandang
titik Allah., maka ruhnya akan terlepas dari belenggu kehidupan garis, dan dia
senantiasa akan mengembara bebas didampingi seribu Malaikat. Sebagamiana
firman-Nya: “(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
deperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (QS. Al Anfaal
(8): 9). Berita-berita besar yang telah diperoleh itu kemudian didayaguna-manfaatkan
untuk merombak kehidupan di lingkungan terbuka.
Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah S.W.T. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu
kaum maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. (QS. Ar Ra’d (13) :11) Dari hidup berpandangan garis semata,
menuju hidup yang berpandangan titik. Sebab esensi kehidupan bukan merupakan
hamparan garis tebal, melainkan berpandangan titik. Sebab esensi kehidupan
bukan merupakan hamparan garis tebal, melainkan hamparan titik yang membentuk
garis.
Hanya hidup dengan
pandangan titiklah yang akan melahirkan keilmuan yang mampu menjaga
melestarikan kesetimbangan semesta ini. Ciri hidupnya berpandangan titik adalah
aqal dan konsep keilmuannya senantiasa berdasarkan wahyu atau ilham yang
dijemput oleh ruh yang telah bebas lepas mengembara menjumpai Rabbnya.
Begitulah ruh selaku
titisan kesucian Allah yang telah merasa ditekan oleh nafsu dan logika maka dia
akan menjerit memohon pertolongan atas ijin-Nya kepada Rabbnya agar dilepaskan
dari belenggu nafsu dan logika. Dan Allah sang Ar-Rahman sungguh Maha
Mengetahui dan Maha Mendengar, lagi Maha Mengabulkan do’a hambanya yang
sungguh-sungguh memohon kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى
عَنِّى
فَإِنِّى
قَرِيْبٌ
أُجِيْبُ
دَعْوَةَ
الدَّاعِ
إِذَا
دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيْبُوْا
لِي
وَلْيُؤْمِنُوْا
بِي
لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُوْنَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. 2 :
186)
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا
فِيْنَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا
وَإِنَّ
اللهَ
لَمَعَ
الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik.” (QS. 29 : 69)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar