Bagi bangsa Indonesia, Ramadhan tahun ini menjadi bulan yang
sangat bersejarah. Sebab, umat Islam di Indonesia kembali akan mengetahui
pemenang pemilihan Presiden di tengah-tengah
ibadah puasa, dan Peristiwa
ini mengingatkan umat Islam mengenai pentingnya Ramadhan sebagai starting point
menuju menuju masa-masa perubahan.
Bagi pemimpin, pejabat dan pebisnis di negeri ini, puasa
harusnya bisa menjadi ajang introspeksi untuk mengukur tingkat pengabdian
terhadap bangsa dan negara. Benarkah selama ini telah berbuat yang terbaik
untuk kemaslahatan rakyat?
Ramadhan, sejatinya adalah perjuangan bagi umat Islam untuk
mendapat predikat muttaqin (orang yang bertakwa, saleh secara ritual) (QS
Al-Baqarah: 183). Ramadhan juga menjadi ujian untuk mencetak umat yang memiliki
kesalehan sosial (dimensi sosial). Sebab, selain bersifat vertikal (hablun
minallah), puasa juga bersifat horizontal (hablun minannas).
Keberhasilan menjalankan ibadah puasa tidak hanya dilihat dari
kemampuan menahan lapar dan dahaga, tapi juga dari sisi kepekaan dan kepedulian
terhadap sesama. Karena itu, puasa menjadi instrumen muhasabah, introspeksi,
dan ajang perenungan nasib sesama yang diikuti perbuatan nyata lewat sedekah,
infak, maupun zakat.
Kini, secara perlahan, Ramadhan yang agung 6 hari lagi akan
meninggalkan kita. Tinggal menghitung hari, kita akan menyelesaikan ibadah
puasa dan setelah itu berlebaran.
Kemudian muncul pertanyaan, apa yang telah kita dapatkan
selama bulan penuh rahmat dan ampunan ini?
Apakah ada sesuatu yang baru dapat kita petik dari hikmah
puasa yang bakal kita terapkan dalam kehidupan kita setelah Ramadhan?
Apakah puasa kita kali ini tidak jauh beda dengan puasa-puasa
sebelumnya?
Berbagai pertanyaan itu patut kita sampaikan dalam rangka
merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan selama menjalankan ibadah
Ramadhan.
Banyak yang mengatakan, kecenderungan kita lebih banyak melaksanakan
ibadah puasa sebagai ritual rutin karena bulan Ramadhan akan selalu ditemui
setiap tahun.
Banyak orang berpuasa karena memang waktunya berpuasa. Kita
berpuasa malah karena kebanyakan orang berpuasa. Artinya, puasa tidak lebih
karena mengikuti tradisi.
Tentu saja kita semua tidak mau dituduh berpuasa karena
mengikuti tradisi. Bagaimanapun, ada juga dalih bahwa kita berpuasa karena
benar-benar mau mengikuti ajaran agama.
Ada yang ingin kita kejar yaitu kesucian diri dan kemenangan.
Ada yang ingin kita
incar, yaitu menjadi manusia ikhlas, zuhud, dan istikamah dalam merangkai
ketakwaan. Dalam takwa, ada keseriusan dan ketaatan. Berarti Ramadhan menempa
kita untuk menjadi manusia yang serius dalam ketaatan kepada-Nya
Kita tegakkan yang wajib, bahkan ditambah dengan yang sunah,
tangan kita terbuka dan membentang sedekah, yang semua itu harus dikendarai
dengan penuh keikhlasan dan kezuhudan sehingga akan mudah sampai pada terminal
ridha dan surga-Nya.... In Syaa Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar