Nabi Muhammad Saw terkenal dengan perhatian
dan kasih sayangnya kepada anak yatim. Bukan saja karena beliau dilahirkan
dalam keadaan yatim, tetapi juga karena al-Qur’an memberi tempat istimewa bagi
golongan ini.
Coba cermati dua hadits berikut ini:
“Aku dan pengasuh anak yatim [kelak] di surga
seperti dua jari ini” [HR. Bukhari]
Saat mengucapkan kalimat itu, Rasulullah
menunjuk jari telunjuk dan jari tengah sembari merapatkan keduanya. Dan,
“Sebaik-baik rumah kaum Muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak
yatim yang diperlakukan [diasuh] dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum
Muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu
diperlakukan dengan buruk.” [HR. Ibnu Majah].
Kedua hadits tersebut menerangkan dengan
jelas bahwa Nabi Saw memberi perhatian lebih kepada anak yatim. Beliau lahir ke
dunia dalam keadaan yatim.
Allah swt berfirman, “Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap
anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang
yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat
Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya [dengan bersyukur]” [QS
ad-Dhuha: 6-11].
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah
bahwa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah swt melindunginya; beliau dalam
keadaan tersesat lalu Allah memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir
lalu Allah memampukannya. Allah melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah derajat keutamaan yang tidak pernah
dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Allah swt mendidiknya saat kecil dan
mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan
kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau
masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga
di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah swt
telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Meski dipelihara Allah, anak yatim tetap
membutuhkan uluran tangan dari lingkungan sekitarnya. Terutama dari segi kasih
sayang orangtua, yang tak mereka dapatkan dari orangtua kandungnya. Terlebih
jika anak yatim tersebut masih ada hubungan darah dengan kita. Sedemikian
pentingnya persoalan ini, Rasulullah berkata, “Demi yang mengutus aku dengan
hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim,
berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya,
dan tidak bersikap angkuh dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya terhadap
tetangganya. Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menerima
sedekah seorang yang mempunyai kerabat keluarga yang membutuhkan santunannya
sedang sedekah itu diberikan kepada orang lain. Demi yang jiwaku dalam
genggaman-Nya, ketahuilah, Allah tidak akan memandangnya [memperhatikannya]
kelak pada hari kiamat” [HR. Ath- Thabrani].
Begitu juga ketika ada peristiwa-peristiwa
penting yang membuat si anak yatim teringat kepada mendiang orangtuanya. Di
hari raya, misalnya. Rasulullah Saw bersabda, ”Siapa yang memakaikan seorang
anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah swt akan
mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah swt mencintai terutama setiap
rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan
hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan
bersamaku di surga.”
Dalam kesempatan lain, dari Ibnu Abbas Ra.,
Rasulullah bersabda, ”Dan barangsiapa yang membelaikan tangannya pada kepala
anak yatim di hari Asyura, maka Allah Ta’ala mengangkat derajat orang tersebut
untuk untuk satu helai rambut satu derajat. Dan barangsiapa memberikan [makan
dan minum] untuk berbuka bagi orang Mukmin pada malam Asyura, maka orang
tersebut seperti memberikan makanan kepada seluruh umat Muhammad Saw dalam keadaan
kenyang semuanya.” al-Hadits.
http://darulaitam.com/2012/07/29/nabi-muhammad-saw-dan-anak-yatim/
********************
Catatan :
DIKISAHKAN, saat itu hari raya Idul Fitri
telah tiba.
Sejak pagi-pagi sekali, semua orang
sibuk mempersiapkan pesta menyambut Idul Fitri. Kota Madinah dipenuhi
suasana gembira. Waktu pelaksanaan shalat Id semakin dekat.
Suasana di sekitar lapangan tempat sholat Id
semakin semarak dengan aroma wewangian yang melenakan dari pakaian yang
melambai-lambai ditimpa riuh-rendah suara anak-anak yang tiada henti. Usai
shalat Id anak-anak tampak sibuk bersalaman mengucapkan selamat Idul Fitri
kepada setiap orang yang hadir di lapangan.
Ketika Rasulullah SAW hendak pulang, beliau
melihat seorang bocah bertubuh kurus memakai baju compang-camping, duduk
sendirian di salah satu sudut lapangan sembari melelehkan air mata.
Rasulullah berjalan menghampiri anak
tersebut, dengan penuh kasih sayang mengusap pundaknya dan bertanya, “Mengapa
menangis, Nak?”
Si anak berkata, “Tinggalkan aku sendiri! Aku
sedang berdoa.”
Rasulullah membelai rambut bocah itu dan
dengan suara yang penuh kelembutan beliau bertanya kembali, “Katakan padaku,
Nak! Apa yang terjadi padamu?”
Bocah itu menyembunyikan wajah di antara
kedua lututnya, lalu berkata, “Suatu hari ayahku pergi berjuang bersama
Rasulullah SAW. Dan kemudian ia meninggal dalam perjuangannya. Ibuku sudah
menikah lagi dengan orang lain. Harta benda milikku dijarah orang. Aku hidup
bersama dengan ibuku, tetapi suaminya yang baru telah mengusirku pergi.Hari ini
semua anak-anak sebayaku bercanda dan menari-nari dengan mengenakan pakaian
barunya, tetapi diriku? Aku tidak punya makanan yang kumakan dan tidak pula
atap yang melindungiku.”
Mata Rasulullah mulai berkaca, tetapi beliau
mencoba untuk tetap tersenyum sembari bertanya, “Jangan bersedih anakku! Aku
juga kehilangan ayah dan ibu saat aku masih kecil.”
Si anak menengadahkan kepalanya dan menatap
Rasulullah, ia segera mengenali wajah itu dan ia pun merasa sangat malu.
Dengan nada penuh kasih Rasulullah
melanjutkan kalimatnya dan berkata, “Jika aku menjadi ayahmu dan Aisyah menjadi
ibumu, dan Fatimah saudaramu, apakah kamu akan merasa bahagia, anakku?”
Si anak mengangguk. Rasulullah pun
menggandeng tangan anak malang itu dan membawanya ke rumah. Beliau memanggil
Aisyah, “Terimalah anak ini sebagai anakmu.” Aisyah memandikan anak itu dengan
tangannya sendiri dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
Setelah memakaikan pakaian padanya, Aisyah
berkata, “Sekarang pergilah Nak. Kamu bisa bermain dengan teman-temanmu, dan
bila sudah kau rasa cukup, pulanglah.”
Si anak kembali ke lapangan seraya menari
kegirangan.
Assalamu'alaikum Pak, Saya sampai sekarang penasaran siapa anak yatim pada kisah anak yatim di hari raya diatas....mohon bantuan informasinya...
BalasHapus