Hari
ini kita merasakan betapa besar karunia yang Allah Ta`ala curahkan untuk dalam
tiap hembusan nafas dan kejapan mata. Semua nikmat yang rasakan itu bukan
datang dengan tiba-tiba dan tanpa perantara. Bila kita mundur delapan puluh
atau tujuh puluh tahun ke belakang, kita tidak dapat menunjuk di mana nafas,
detak jantung, mata, telinga, tangan dan kaki kita. Bahkan nama pun kita tidak
punya.
Di
manakah semua organ dan indera itu pertama kali terbentuk?
Di
rahim seorang ibu. Kita pernah tumbuh dan berkembang dalam diri ibu-ibu kita,
mengambil nutrisi terbaik dari tubuh mereka. Kelahiran kita ke dunia pun
melalui pengorbanan mereka yang bersimbah keringat, air mata dan darah. Kita
tumbuh oleh ribuan doa, kasih sayang dan harapan-harapan mereka. Sehingga,
kenikmatan apa pun yang kita rasakan di hari ini, apakah melalui mata, telinga,
tangan, kaki, otak, lidah bahkan untuk setiap denyut kehidupan, kedua orang tua
kita mempunyai saham di sana.
Berapakah
besar saham itu?
Seratus
persen! karena kita tidak punya andil sama sekali dalam proses pembentukan awal
diri-diri kita. Kedua orang tua kita mempunyai saham pada dua bola mata dan setiap
warna yang kita lihat, pada dua telinga dan setiap bunyi yang kita dengar, pada
setiap nafas dan udara yang kita hirup, pada setiap detak jantung, setiap
langkah kaki, lintasan pikiran, guratan perasaan.....
Seandainya
agama tidak memerintahkan bakti kepada kedua orang tua, melalui tafakur singkat
ini saja sebenarnya sudah cukup alasan bagi kita untuk mempersembahkan bakti
terbaik kepada kedua orang tua.
Bakti
kepada orang tua yang secara kemanusiaan sudah seharus kita laksanakan
tiba-tiba menjadi sangat sakral karena Allah Ta`ala mengangkatnya pada
kedudukan yang demikian tinggi dalam hukum langit.
` Dan Tuhanmu telah mewajibkan kamu supaya tidak menyembah sesuatu selain Dia dan mewajibkan kamu berbuat baik kepada kedua orang tua...`(QS.al-Isra (17): 23)
` Dan Tuhanmu telah mewajibkan kamu supaya tidak menyembah sesuatu selain Dia dan mewajibkan kamu berbuat baik kepada kedua orang tua...`(QS.al-Isra (17): 23)
Bahkan
bakti kepada orang tua menjadi salah satu cara tercepat dan termudah untuk
meraih keridhaan Allah dan surga seluas langit dan bumi.
Rasulullah
saw bersabda:
` Ridha Tuhan terletak pada keridhaan orang tua dan murka Tuhan pun terletak pada murka orang tua.` (HR. al-Tirmidzi dari Abdullah bin `Amr, al-Albani berkata: sahih)
` Ridha Tuhan terletak pada keridhaan orang tua dan murka Tuhan pun terletak pada murka orang tua.` (HR. al-Tirmidzi dari Abdullah bin `Amr, al-Albani berkata: sahih)
Kita
semua bercita-cita ingin masuk surga dan rela berkorban demi cita-cita itu.
Seandainya surga dapat dicapai dengan berkendaraan mobil atau bahkan pesawat
terbang maka pastilah kita semua berbondong-bondong mendatangi pintu surga itu
meski dengan biaya tinggi yang membuat kita terpaksa harus menggadaikan rumah
kita.
Tetapi
kenyataannya adalah surga yang tidak terjangkau oleh kendaraan-kendaraan kita
itu malah sebenarnya pintunya ada di rumah-rumah kita. Bersabda Nabi saw:
`
Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Terserah engkau, apakah engkau
sia-siakan atau engkau pergunakan kesempatan itu.` (HR. al-Tirmidzi dan Ibn
Majah dari Abu Darda ra)
Alangkah
indahnya rumah-rumah yang ada kedua orang tua di dalamnya. Meskipun rumah itu
sederhana tetapi sebagian surga ada di dalamnya. Ketika pintu surga itu terbuka
maka semerbak harum surga memenuhi seluruh ruang dan memberkati setiap butir
batu dan pasirnya. Rahmat tercurah, sakinah terlimpah dan rejeki datang dari
segala arah. Setiap pintu memiliki gerandel kunci. Hati kedua orang tua kita
adalah kuncinya. Dapatkah tutur kata, sikap dan perbuatan kita membuat mereka
ridha. Jika keridhaan keduanya tercurah pada kita maka jangankan surga seluas
langit dan bumi akan terhampar bahkan Sang Pencipta surga pun berkenan
menyingkapkan tabir wajah-Nya yang Maha Suci kepada kita.
Namun, tidak semua
orang memperoleh kehormatan untuk mengurus kedua orang tuanya. Ada orang yang
ketika bayi sudah ditinggal mati ibu bapaknya. Ada orang yang ingin memberikan
gaji pertamanya kepada ayah ibunya tetapi mereka wafat sebelum cita-cita itu
tercapai. Tetapi ada juga orang yang orang tuanya ditakdirkan lanjut usia dan
ada dalam perawatan anaknya itu. Orang terakhir ini sangat beruntung, pintu
surga terpampang di hadapannya. Jika ia sabar, ridha dan penuh kesyukuran
memelihara keduanya maka hal itu sudah cukup alasan bagi Allah untuk mengampuni
dosa-dosanya, memasukkan ia ke dalam surga dan melimpahkan keridhaan atasnya.
Tetapi
jika ada orang yang punya kesempatan mengurus kedua orang tuanya yang lanjut
usia dan ternyata ia menyia-nyiakan kehormatan itu maka dia benar-benar tidak
dapat mensyukuri kesempatan langka yang Allah berikan. Orang ini adalah orang
yang paling merugi. Kata rugi saja tidak cukup untuk menggambarkan kerugian
itu, sebab Nabi saw harus meminjam istilah lain yang beliau ulangi sampai tiga
kali untuk mengekspresikan kerugian yang tak terperikan yaitu raghima anfu, tsumma
raghima anfu tsumma raghima anfu. Secara etimologi raghima anfu artinya debu
bercampur pasir memenuhi hidung seseorang. Sebuah ungkapan untuk kerugian,
kehinaan dan celaka.
Beliau
saw bersabda,` Raghima anfu tsumma raghima anfu tsumma raghima anfu (Sungguh
rugi. rugi dan rugi), orang yang masih bertemu kedua orang tuanya yang sudah
tua, apakah salah satu atau keduanya, tetapi ia tidak masuk surga (karena bakti
pada keduanya).` (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar