Dalam Bahasa
Arab, al-fitnah berarti kekacauan, bencana, syirik, cobaan, ujian, dan
siksaan.
Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, berita bohong atau desas-desus tentang
seseorang karena ada maksud-maksud yang tidak baik dari pembuat fitnah terhadap
sasaran fitnah.
Dalam Alquran, kata fitnah disebutkan pada tempat, dan digunakan untuk
arti-arti yang berbeda. Kitab-kitab hadis pada umumnya memuat bab tertentu
tentang fitnah.
Kitab Sahih Al-Bukhari (kitab hadis Imam al-Bukhari), misalnya, memuat 78 hadis
tentang fitnah.
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwa suatu kali Abdullah bin Umar (Ibnu
Umar) ditanya tentang makna fitnah. Ia kemudian mengutip ayat Alquran yang
artinya, "Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Baqarah: 193).
Ia kemudian bertanya, “Tahukah engkau apakah fitnah itu?” Ia menjawabnya
sendiri seraya mengatakan, "Rasulullah SAW memerangi orang-orang kafir
(agar mereka mau memeluk Islam) dan tidak kembali kepada agama mereka.”
“Kembalinya mereka kepada agama mereka itulah yang disebut dengan fitnah, bukannya
perang yang engkau perjuangkan untuk mendapatkan kekuatan duniawi.”
Perang saudara di antara sesama umat Islam juga dikenal sebagai fitnah, yaitu
fitnah tuli, buta, dan bisu. Allah SWT berfirman, "Dan mereka mengira
bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun terhadap mereka dengan membunuh
nabi-nabi itu, maka mereka menjadi buta dan tuli.” (QS. Al-Maidah: 71).
Sejarah mencatat bahwa peristiwa pembunuhan Usman bin Affan sebagai khalifah
yang ketiga sepeninggal Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa al-fitnah al-kubra
(fitnah besar) yang pertama dan peperangan antara Muawiyah bin Abi Sufyan
dengan Ali bin Abi Talib sebagai al-fitnah al-kubra yang kedua.
Inilah gambaran fitnah buta dan tuli, karena mereka
sama-sama Islam tanpa melihat siapa sebenarnya yang benar.
Alquran
menggambarkan bahwa fitnah lebih kejam dan lebih besar daripada pembunuhan (QS.
Al-Baqarah: 191, 217).
Fitnah
di sini digambarkan sebagai usaha menimbulkan kekacauan, seperti mengusir
sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka, menyakiti atau
mengganggu kebebasan mereka beragama.
Demikian
juga berarti upaya penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksud untuk
menindas Islam dan kaum Muslimin.
Firman
Allah SWT dalam Surah Al-Anfal ayat 73 menegaskan, "Adapun orang-orang
yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika
kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah
itu, niscaya akan terjadi kekacauan (fitnah) di muka bumi dan kerusakan yang
besar.”
Fitnah
yang berarti 'ujian' atau 'cobaan’ dijelaskan dalam Surah Al-Anfal ayat 28 yang
artinya, “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Dalam
Surah At-Taghabun ayat 15 Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Sementara
itu, Surat Az-Zumar ayat 49 menggambarkan bahwa orang yang beribadah kepada
Allah SWT setengah-setengah, apabila menerima kebaikan menjadi tenang hatinya,
tetapi apabila menerima cobaan menjadi berbalik.
Selain
itu, dijelaskan bahwa cobaan Allah SWT yang diberikan kepada manusia itu tidak
hanya berupa kegagalan (kejelekan) tetapi juga berupa kebaikan (QS. Al-Baqarah:
35).
Fitnah
yang berarti siksaan disebutkan dalam Surah Al-Anfal ayat 25, “Dan
peliharalah dirimu dari siksaan (fitnah) yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya.” Ayat senada juga terdapat dalam Surah Al-Muddassir ayat 31.
Dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, dikemukakan bahwa Nabi
Muhammad SAW memerintahkan agar kaum Muslimin menghindari fitnah (yang timbul
karena pembicaraan yang salah) karena terpelesetnya lisan adalah ibarat
terpelesetnya pedang.
Mengenai
munculnya fitnah, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sudah dekat masa dan
berkurang amalan, muncul kekikiran, muncul kekacauan (fitnah), dan banyak
kekacaubalauan."
Lalu
para sahabat bertanya, "Apa itu ya Rasulullah SAW?”
Rasulullah
SAW menjawab, "Pembunuhan dan pembunuhan.”
Dalam
hadis lain disebutkan bahwa fitnah juga dapat muncul karena kebodohan merajalela,
ilmu telah tercabut, dan banyak kekacauan serta pembunuhan (HR. Bukhari dari
Abu Musa).
Pengertian
fitnah yang menonjol adalah perpecahan yang timbul akibat saling bermusuhan di
antara sesama kaum muslimin, yang berakibat terjadinya saling membunuh dan
akibat dari kebodohan serta kecongkakan.
Alquran
maupun sunah Rasulullah SAW memperingatkan kaum Muslimin agar mereka meminta
perlindungan dari fitnah. Surah Al-Ma'idah ayat 101 misalnya, mengimbau
orang-orang beriman agar tidak menanyakan (kepada Rasulullah SAW) hal-hal yang
jika diterangkan justru akan menyusahkan umat Islam sendiri.
Nabi
SAW bersabda sembari memohon perlindungan kepada Allah SWT dari akibat buruk
fitnah, “A'uzu billlah min su’il fitani." Artinya, “Aku berlindung kepada
Allah dari buruknya fitnah.” (HR. Ahmad bin Hanbal).
Hadapi Fitnah dengan Diam
Diantara
makna shaum adalah diam,sebagaimana Siti Maryam menghadapi fitnah berzina
dengan diam (QS19:26), sampai Allah memperlihatkan mu'zijatNYA(QS19:29-30).
Tidak sembarang diam sahabatku, diamnya orang beriman itu adalah zikir dan doa
(QS3:41).
Rasulpun mengingatkan, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
hendaklah berkata baik, benar dan sopan, kalau tidak mampu, maka diam.
Banyak yang mampu menahan lapar haus, tetapi sedikit yang mampu menahan banyak
bicara.
Dalam Bahasa
Arab, al-fitnah berarti kekacauan, bencana, syirik, cobaan, ujian, dan
siksaan.
Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, berita bohong atau desas-desus tentang seseorang karena ada maksud-maksud yang tidak baik dari pembuat fitnah terhadap sasaran fitnah.
Dalam Alquran, kata fitnah disebutkan pada tempat, dan digunakan untuk arti-arti yang berbeda. Kitab-kitab hadis pada umumnya memuat bab tertentu tentang fitnah.
Kitab Sahih Al-Bukhari (kitab hadis Imam al-Bukhari), misalnya, memuat 78 hadis tentang fitnah.
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwa suatu kali Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) ditanya tentang makna fitnah. Ia kemudian mengutip ayat Alquran yang artinya, "Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Baqarah: 193).
Ia kemudian bertanya, “Tahukah engkau apakah fitnah itu?” Ia menjawabnya sendiri seraya mengatakan, "Rasulullah SAW memerangi orang-orang kafir (agar mereka mau memeluk Islam) dan tidak kembali kepada agama mereka.”
“Kembalinya mereka kepada agama mereka itulah yang disebut dengan fitnah, bukannya perang yang engkau perjuangkan untuk mendapatkan kekuatan duniawi.”
Perang saudara di antara sesama umat Islam juga dikenal sebagai fitnah, yaitu fitnah tuli, buta, dan bisu. Allah SWT berfirman, "Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu, maka mereka menjadi buta dan tuli.” (QS. Al-Maidah: 71).
Sejarah mencatat bahwa peristiwa pembunuhan Usman bin Affan sebagai khalifah yang ketiga sepeninggal Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa al-fitnah al-kubra (fitnah besar) yang pertama dan peperangan antara Muawiyah bin Abi Sufyan dengan Ali bin Abi Talib sebagai al-fitnah al-kubra yang kedua.
Inilah gambaran fitnah buta dan tuli, karena mereka sama-sama Islam tanpa melihat siapa sebenarnya yang benar.
Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, berita bohong atau desas-desus tentang seseorang karena ada maksud-maksud yang tidak baik dari pembuat fitnah terhadap sasaran fitnah.
Dalam Alquran, kata fitnah disebutkan pada tempat, dan digunakan untuk arti-arti yang berbeda. Kitab-kitab hadis pada umumnya memuat bab tertentu tentang fitnah.
Kitab Sahih Al-Bukhari (kitab hadis Imam al-Bukhari), misalnya, memuat 78 hadis tentang fitnah.
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwa suatu kali Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) ditanya tentang makna fitnah. Ia kemudian mengutip ayat Alquran yang artinya, "Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Baqarah: 193).
Ia kemudian bertanya, “Tahukah engkau apakah fitnah itu?” Ia menjawabnya sendiri seraya mengatakan, "Rasulullah SAW memerangi orang-orang kafir (agar mereka mau memeluk Islam) dan tidak kembali kepada agama mereka.”
“Kembalinya mereka kepada agama mereka itulah yang disebut dengan fitnah, bukannya perang yang engkau perjuangkan untuk mendapatkan kekuatan duniawi.”
Perang saudara di antara sesama umat Islam juga dikenal sebagai fitnah, yaitu fitnah tuli, buta, dan bisu. Allah SWT berfirman, "Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu, maka mereka menjadi buta dan tuli.” (QS. Al-Maidah: 71).
Sejarah mencatat bahwa peristiwa pembunuhan Usman bin Affan sebagai khalifah yang ketiga sepeninggal Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa al-fitnah al-kubra (fitnah besar) yang pertama dan peperangan antara Muawiyah bin Abi Sufyan dengan Ali bin Abi Talib sebagai al-fitnah al-kubra yang kedua.
Inilah gambaran fitnah buta dan tuli, karena mereka sama-sama Islam tanpa melihat siapa sebenarnya yang benar.
Alquran
menggambarkan bahwa fitnah lebih kejam dan lebih besar daripada pembunuhan (QS.
Al-Baqarah: 191, 217).
Fitnah
di sini digambarkan sebagai usaha menimbulkan kekacauan, seperti mengusir
sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka, menyakiti atau
mengganggu kebebasan mereka beragama.
Demikian
juga berarti upaya penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksud untuk
menindas Islam dan kaum Muslimin.
Firman
Allah SWT dalam Surah Al-Anfal ayat 73 menegaskan, "Adapun orang-orang
yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika
kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah
itu, niscaya akan terjadi kekacauan (fitnah) di muka bumi dan kerusakan yang
besar.”
Fitnah
yang berarti 'ujian' atau 'cobaan’ dijelaskan dalam Surah Al-Anfal ayat 28 yang
artinya, “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Dalam
Surah At-Taghabun ayat 15 Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Sementara
itu, Surat Az-Zumar ayat 49 menggambarkan bahwa orang yang beribadah kepada
Allah SWT setengah-setengah, apabila menerima kebaikan menjadi tenang hatinya,
tetapi apabila menerima cobaan menjadi berbalik.
Selain
itu, dijelaskan bahwa cobaan Allah SWT yang diberikan kepada manusia itu tidak
hanya berupa kegagalan (kejelekan) tetapi juga berupa kebaikan (QS. Al-Baqarah:
35).
Fitnah
yang berarti siksaan disebutkan dalam Surah Al-Anfal ayat 25, “Dan
peliharalah dirimu dari siksaan (fitnah) yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya.” Ayat senada juga terdapat dalam Surah Al-Muddassir ayat 31.
Dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, dikemukakan bahwa Nabi
Muhammad SAW memerintahkan agar kaum Muslimin menghindari fitnah (yang timbul
karena pembicaraan yang salah) karena terpelesetnya lisan adalah ibarat
terpelesetnya pedang.
Mengenai
munculnya fitnah, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sudah dekat masa dan
berkurang amalan, muncul kekikiran, muncul kekacauan (fitnah), dan banyak
kekacaubalauan."
Lalu
para sahabat bertanya, "Apa itu ya Rasulullah SAW?”
Rasulullah
SAW menjawab, "Pembunuhan dan pembunuhan.”
Dalam
hadis lain disebutkan bahwa fitnah juga dapat muncul karena kebodohan merajalela,
ilmu telah tercabut, dan banyak kekacauan serta pembunuhan (HR. Bukhari dari
Abu Musa).
Pengertian
fitnah yang menonjol adalah perpecahan yang timbul akibat saling bermusuhan di
antara sesama kaum muslimin, yang berakibat terjadinya saling membunuh dan
akibat dari kebodohan serta kecongkakan.
Alquran
maupun sunah Rasulullah SAW memperingatkan kaum Muslimin agar mereka meminta
perlindungan dari fitnah. Surah Al-Ma'idah ayat 101 misalnya, mengimbau
orang-orang beriman agar tidak menanyakan (kepada Rasulullah SAW) hal-hal yang
jika diterangkan justru akan menyusahkan umat Islam sendiri.
Nabi
SAW bersabda sembari memohon perlindungan kepada Allah SWT dari akibat buruk
fitnah, “A'uzu billlah min su’il fitani." Artinya, “Aku berlindung kepada
Allah dari buruknya fitnah.” (HR. Ahmad bin Hanbal).
Hadapi Fitnah dengan Diam
Diantara
makna shaum adalah diam,sebagaimana Siti Maryam menghadapi fitnah berzina
dengan diam (QS19:26), sampai Allah memperlihatkan mu'zijatNYA(QS19:29-30).
Tidak sembarang diam sahabatku, diamnya orang beriman itu adalah zikir dan doa (QS3:41).
Rasulpun mengingatkan, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah berkata baik, benar dan sopan, kalau tidak mampu, maka diam.
Banyak yang mampu menahan lapar haus, tetapi sedikit yang mampu menahan banyak bicara.
Tidak sembarang diam sahabatku, diamnya orang beriman itu adalah zikir dan doa (QS3:41).
Rasulpun mengingatkan, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah berkata baik, benar dan sopan, kalau tidak mampu, maka diam.
Banyak yang mampu menahan lapar haus, tetapi sedikit yang mampu menahan banyak bicara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar