Sahabat, syukur
Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat sehat, iman Islam
serta hidayah taufik. Dengan demikian kita diilhamkan-Nya memahami hakekat
kebaikan dan keburukan sehingga insyaAllah menjadi lebih baik dan lebih baik
dari waktu ke waktu. Dalam usaha menjadi hamba yang lebih baik dari waktu ke
waktu ini, sering kita menghadapi berbagai cobaan. Cobaan kadang datang
dari orang lain di sekitar kita. Pernah, anak saya bercerita tentang temannya
yang telah mengeluarkan kata-kata yang kurang sedap didengar dan sangat
menyakitkan, berkali-kali. Bahkan pada suatu ketika anak saya ini menginginkan
pindah sekolah karena tidak tahan dengan perlakuan temannya. Anda yang
kebetulan sebagai orang tua, apakah juga pernah mengalami hal ini, anak anda
mengeluhkan hal yang senada dengan anak saya ini?
Kala itu terjadi saya
berfikir keras bagaimana menyelesaikan masalah tersebut sehingga baik untuk
semuanya. Diantara nasehat untuk anak, saya tunjukkan gambaran mengenai cobaan
bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, bahkan saya gambarkan juga bahwa
peristiwa yang dia alami itu juga biasa dijumpai di dunia kerja nanti. Jadi
yang paling penting adalah belajar untuk menyikapinya sebaik mungkin, sesuai
dengan yang Allah kehendaki. InsyaAllah bila kita telah berusaha semaksimal
mungkin menata hati dan bersikap seperti yang agama ajarkan melalui tuntunan
Rasulullah SAW, maka berlimpah kebaikan untuk kita. Kebaikan yang saya maksud
di sini salah satunya adalah insyaAllah Allah akan menjadikan kita kuat
sehingga tekanan itu tidak “meruntuhkan” mental terutama. Perlindungan Allah,
insyaAllah akan kita dapatkan sehingga kita tetap tegar di manapun
kapanpun.
Walaupun demikian,sesuai
dengan kondisinya kita dapat melakukan langkah-langkah tertentu untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Berbagai pendekatan yang saya lakukan dalam
menyelesaikannya antara lain melalui keterlibatan guru di sekolah anak saya,
teman anak saya, atau dengan orang tua teman anak saya. Namun demikian, semua
ini tergantung pada kondisi dan yang paling penting selalu ditekankan rasa
saling menghormati sehingga silaturrahmi tidak terganggu.
Al Muhasibi dalam
kitabnya Al Washaya menekankan mengenai keutamaan ridha terhadap celaan dan
kata-kata pedas seseorang terhadap kita. Justru ketika kebanyakan orang kesal
ketika mendapat cacian, maka yang perlu kita lakukan adalah berusaha menyukai
peritiwa itu dan melakukan pendekatan kepada Allah. Jadilah kita sebagai orang yang
berbeda dengan kebanyakan orang (yang biasanya akan marah dan tidak suka dengan
celaan) dengan cara berusaha untuk ridha, sabar dan tidak marah karena itu akan
memberi kebaikan. Bahkan kita perlu meneliti kedalam diri karena diri kita pun
masih banyak kekurangan.
Kita disarankan untuk
menghindar dari benci terhadap pencela karena orang yang benci pada pencela
adalah orang yang sombong, merasa tidak layak mendapat celaan. Padahal sombong
adalah salah satu sifat yang sangat tidak disukai Allah. Sebenarnya, pencela
ini punya keutamaan.
Pertama, ia sayang dan bermaksud memberi nasehat.
Tidak baik jika kita marah terhadap orang yang sayang itu.
Kedua, dia
memang hanya ingin mencela perbuatan kita yang memang patut dicela. Tak apa,
hindarkan marah, jangan berbuat buruk kepadanya karena akan memburukkan kita
dunia akherat, dekatkan diri kepada Allah.
Ketiga, orang yang
mencela walaupun kita tidak seperti yang dia katakana itu. Orang itu sebenarnya
telah mencelakakan dirinya sendiri. Jika kita tidak marah namun ridha, justru
dosa-dosa kita insyaAllah diampunkan-Nya dan akan ada limpahan pahala sebagai
ganjaran kesabaran kita.
Seorang pencela, biasanya
cenderung terpuaskan bila kita sampai marah dan sampai memohon pada Allah
tentang kehancuran dia. Sebaiknya sikap kita adalah memaafkan, mendo’akan dia
supaya Allah meluruskannya, menyadarkan dan menganugerahinya rahmat. Ingatlah
bahwa kesalahan orang itu terhadap kita jauh lebih kecil dibandingkan kesalahan
kita kepada Allah. Jika kita bisa bersikap demikian, insyaAllah kebaikan yang
banyak tercurah untuk kita. Jadi justru kita mendapat manfaat dari “musuh” kita
itu.
Seorang ahli ibadah
justru lebih menyukai cacian daripada pujian karena cacianlah yang justru
memberi manfaat bagi kehidupan di akherat. Sedangkan pujian, sering
mencelakakan kita karena sering menimbulkan kekotoran hati dan merusakkan
amalan. Ia akan sekuat tenaga menghilangkan rasa suka ketika dipuji dan sekuat
tenaga menyayangi orang yang mencelanya, tidak mendendam bahkan mencukupi
kebutuhan pencelanya.
http://menujucintamu.blogspot.com/2012/11/ridha-menghadapi-cacian-hujatan-dan.html
Tapi Bagaimana Jika Orang Yang Mencela Kita Sampai Mengajak Kita Main Otot(Ribut), Walaupun Kita Sudah Sabar, Tapi, Bagaimana Dengan Harga Diri Kita
BalasHapus