DIALEKTIKA ANTARA HUKUM DAN MORAL
Pendahuluan
Filsafat hukum adalah merupakan cabang filsafat yang
membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa
orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah
umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai
hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam
lembaga hukum.
Filsafat adalah suatu pendasaran diri dan renungan diri
secara radikal dan mendalam, ia merefleksikan terutama tentang segala yang ada,
yaitu “hal ada” dalam keumumannya. Sehingga menemukan hakeket yang sebenarnya,
bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang
ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebanaran dikarenakan suatu
pertentangan sudut pandang. Sesungguhnya manusia akan melihat dari kenyataan
empiris sebagai bekal mengkaji secara mendalam, memberikan makna filosofis
dengan mengetahui hakikat kebenaran yang hakiki.
Filsafat hukum ingin mendalami “hakikat” dari hukum, dari
hukum, berarti bahwa filsafat hukum ingin memahami hukum sebagai penampilan
atau manifestasi dari suatu yang melandasinya. Dan hukum adalah sebagai suatu
bagaian dari “kenyataan” dan dengan demikian memiliki sifat-sifat kenyataannya.
Filsafat adalah filsafat hal merefleksi, suatu kegiatan berpikir dan juga
memiliki sifat rasional, sehingga filsafat berada dalam dimensi dari komunikasi
intersubjektif yang merupakan hasil dari pengembangan suatu hubungan-diskusi
(diskursif) terbuka dari subjek-subjek dan antara yang lainnya sehingga
filsafat tidak memiliki nilai-nilai pendirian dagmatik suatu kemutlakan yang
harus diikuti. Filsafat hukum sangat menentukan dengan kaitannya dengan
pembentukan produk hukum, setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk karena
pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum
(rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).
Dalam filsafat hukum ada berbagai macam aliran-aliran atau
mazhab dan terdapat dialektika antar aliran-aliran atau mazhab filsafat hukum
yang membahas asal usul terciptanya hukum. Aliran-aliran (mazhab) dalam
filsafat hukum tersebut sangat perlu dalam menjelaskan nilai-nilai dan
dasar-dasar hukum sampai dasar-dasar filsafatnya.
Pembahasan
i) Masalah hukum dan
kekuasaan.
Dalam sebuah penerapan hukum disuatu negara maka diperlukan
suatu kekuasaan untuk mendukungnya guna tercapainya efektifitas sebuah produk
hukum, sehingga kekuasaan diperlukan guna penegakkan hukum yang bersifat
memaksa. Maka baik buruk suatu kekuasaan, tergantung bagaimana kekuasaan
tersebut dipergunakan sehingga dapat dilihat dari kebermanfaatannya atau
disadari dalam kehidupan masyarakat. Unsur pemegang kekuasaan adalah merupakan
faktor terpenting dalam penggunaan kekuasaan yang sesuai kehendak atau
norma-norma dalam masyarakat.
Penguasa yang baik memiliki berbagai sifat seperti jujur dan
adanya pengabdian pada masyarakat. Sehingga diperlukan pembatasan dalam
kekuasaan, kesadaran hukum masyarakat adalah pembatasan yang paling ampuh bagi
pemegang kekuasaan.
Hukum dan kekuasaan merupakan hubungan erat tidak dapat
dipisahkan. Peperzak mengatakan hubungan hukum dan kekuasaan dapat
diperlihatkan ada dua cara; pertama;
telaah dkonsep sanksi. Legitimasi yuridis (pembenaran hukum) dalam sanksi
sangat perlu sehingga system aturan hukum dapat berdaya guna serta berhasil
dalam penerapannya diperlukan eksistensi kekuasaan (force) dengan dukungan
tenaga. kedua; telaah konsep
penegakan kanstitusi. Penegaka konstitusi adalah merupakan penegakan procedur
dalam pembinaan hukum dengan mengasumsikan digunakannya force, guna pelindung
terhadap system aturan-aturan hukum untuk kepentingan penegakannya. Force dapat
diwujudkan dalam betuk adalah sebagai berikut keyakinan moral masyrakat,
consensus rakyat, karismatik pemimpin, kekuasaan merupakan kekuasaan.
ii) Hukum adalah alat
pembaruan dalam masyarakat.
Roscoe Pound mengutarakan hukum adalah sebagai alat
pembaruan dalam masyarakat dalam bukunya “An Introduction to the Philosophy of
Low” (1954). Dan dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja disesuaikan dengan
situasi dan kondisi negara Indonesia yaitu konsep ” Law as a tool of sacial
engineering” yang merupakan inti dari aliran Pragmatic Legal Realism. Konsep
tersebut adalah merupakan penyesuaian antara situasi kondisi Indonesia dengan
filsafat budaya Northrop dan Policyoriented dari Laswell dan Mc Dougal.
Hukum adalah “sarana” pembaruan dalam masyarakat Indonesia
luas jangkauannya dan ruang lingkupnya di Amerika Serikat tempat kelahirannya.
Sehingga hukum yang digunakan dalam pembaharuan berupa undang-undang atau
yurisprudensi atau kombinasi antar keduanya. Agar pelaksanaan
perundang-undangan bertujuan pembaruan sebagaimana mestinya hendaknya
perundang-undangan dibentuk sesuai dengan inti aliran Sociological
Jurisprudence yaitu hukum sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat
(living law) atau (dapat dikatakan pencerminan narma-norma dalam masyarakat),
guna pembaruan serta menguban sikap mental masyarakat tradisional kea rah
modern. Sebagai contoh keharusan pembuatan sertifikat tanah dan lain
sebagainya.
iii) Hukum dan
nilai-nilai social budaya.
Hukum dan nilai-nilai social budaya mempunyai kaitan erat,
sebagai mana dikemukakan perintis ahli antropologi hukum seperti Sir. Henry
Maine,A.M. Post dan Yosef Kohler maupun Malinowski dan R.H.Lowie di abad ini.
Dalam kaitan eratnya hukum dan social budaya masyarakat, maka hukum yang baik
adalah hukum yang tercipta atas pencerminan nilai-nilai yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat.
Bangsa kita pada saat ini dalam massa transisi atas
terjadinya perubahan nilai-nilai dalam masyarakat yang tradisional ke
nilai-nilai yang modern, akan tetapi masih banyak persoalan nilai-nilai manakah
yang hendak ditinggalkan dan nilai-nilai baru manakah yang dapat digantikannya.
Berkenaan dengan hal tersebut Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan beberapa
hambatan utama pengunbahan identik dengan kepribadian nasional, sikap
intlektual, dan pimpinan masyarakat tidak mempraktekkan nilai-nilai
hetrogenitas bangsa Indonesia.
iv) Apakah sebabnya orang
menaati hukum?
Hukum dapat ditaati oleh masyarakat dapat di telaah hukum
tersebut ditaati karena dibuat oleh pejabat yang berwenang atau atas kesadaran
masyarakat karena atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Berkenaan
pernyataan diatas tersebut, maka terdapat teori penting yang dapat ditelaah
atas ketaatan masyarakat terhadap hukum, adalah sebgai berikut;
(a) Teori Kedaulatan
Tuhan/Teokrasi (Allah), yang bersifat langsung (Tuhan) atau tidak langsung
(Penguasa adalah tangan Tuhan).
(b) Teori Perjanjian
Masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh para pakar filsafat hukum; Hugo de
Groot (Grotius) (1583-1645) “Orang taat dan tunduk pada hukum oleh karena
berjanji untuk menaatinya”, Thomas Hobbes (1588-1679), “Hukum timbul karena
perjanjian pada waktu manusia dalam keadaan berperang guna terciptanya suasana
damai antar mereka dan disusul dengan perjanjiaan semuanya dengan seseorang
yang hendak diserai dengan kekuasaan yang bersifat absolute”, John Locke
(1631-1705), “Kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi”, JJ Rousseau
(1712-1778), “Kekuasaan yang dimiliki anggota masyarakat tetap berada pada
individu-individu dan tidak diserahkan pada orang tertentu secara mutlak atau
dengan persyaratan tertentu (pemerintahan demokrasi)”
(c) Teori Kedaulatan
Negara, Hans Kelsen menyebutkan bahwa “orang tunduk pada hukum karena wajib
mentaatinya karena hukum adalah kehendak negara”
(d) Teori Kedaulatan
Hukum, hukum mengikat bukan kearena negara mengendakinya, melainkan karena
perumusan dari kesadaran hukum rakyat. Berlakunya hukum karena nilai batin yaitu
yang menjelma di dalam hukum itu (Prof. Mr. H. Krabbe).
v) Apakah sebabnya negara
berhak menghukum seseorang?.
Kita mengenal berbagai teori kedaulatan sebagaimana diatas
tersebut, maka seseorang dapat dilihat sebab mengapa mereka tunduk dan taat
hukum. Adapun jawaban berbagai teori kedaulatan adalah sebagai berikut;
a) Teori Kedaulatan
Tuhan, mencoba menjawab orang dapat dihukum karena dia dapat merusak dan
membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Negara adalah
badan yang mewakili Tuhan (Allah) didunia yang mempunyai kekuasaan penuh untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum di dunia.
b) Teori Perjanjian
Masyarakat, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negara mempunyai
otoritas negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu sendiri
adanya kedamaian serta ketentraman dalam masyarakat.
c) Teori Kedaulatan
Negara, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negaralah yang berdaulat
sehingga hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang
melanggar ketertiban dalam masyarakat. Negara dianggap sebagai sesuatu yang
mencipatakan peraturan-peraturan hukum.
vi) Dan etika dan kode
etik profesi hukum
Dalam arti teknis kegiatan profesi adalah merupakan kegiatan
tertentu yang memperoleh nafkah dari kegiatannya berprofesi atau berkeahlian
dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi, dengan imbalan
financial tinggi pula, sebagai contoh yang termasuk kegiatan profesi hukum ada
dua yaitu Hakim dan Advokat dapat juga dikatakan sebagai “a tool for sacial
engineering” (Roscoe Pound). Adapun kritikal terhadap kegiatan profesi adalah
bahwa kegiatan profesi menunjukkan kompleks okupasional yang disiplin
intelektual yang meliputi humaniora, ilmu alam, dan ilmu social, terorganisasikan,
serta system cultural (nilai-nilai) yang diolah oleh dan dalam kompleks okupasi
(sistem sosial pekerja). Talcott Parsons, mencoba menjelaskan tentang krisis
atas pengembanan kegiatan profesi memiliki tujuan pokok “essential goals”
adalah sebagai berikut; untuk menghasilkan karya yang objektif “objective
achievement” dan pengakuan (bukan hanya lambang akan tetapi berlaku dalam
kontek lain, contoh berlakunya uang) atau rekognisi (kualitas professional
sebagai sebuah pengakuan).
Uraian diatas tersebut kita dapat tarik benang merah
kesimpulan bahwasannya profesi adalah sejumlah fungsi kemasyarakatan yang
berjalan dalam suatu institusional, termasuk pengembangan serta mengajaran ilmu
dan humaniora dan penerapan praktiknya dalam bidang pelayanan rohani,
teknonogi, kedokteran, hukum, informasi, dan pendidikan.
Penutup
Setelah pembahasan makalah diatas mengenai beberapa
persoalan tentang dialektika antara hukum dan moral, sehingga dapat ditarik
benang merah kesimpulan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul sekitar
filsafat hukum adalah sebagai berikut; Masalah hukum dan kekuasaan, disuatu
negara maka diperlukan suatu force untuk mendukungnya guna tercapainya
efektifitas sebuah produk hukum sebagaimana hukum adalah alat pembaruan dalam
masyarakat (Law as a tool of sacial engineering),Hukum dan nilai-nilai social
budaya sangat erat kaitannya kaitannya, hukum yang baik adalah hukum yang
tercipta atas pencerminan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sehingga
hukum tersebut cenderung akan ditaati oleh seseorang.
Dan etika dan kode etik profesi hukum, pengembangan serta
mengajaran ilmu dan humaniora. Setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk
karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum
(rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).
MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM
( Dialektika Antara Hukum dan Moral
Oleh :
Humaira ( 07120010 )
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar