by Fret
Hariyanto
http://frethariyanto.blogspot.com/
“ FITNAH LEBIH KEJAM DARIPADA PEMBUNUHAN ”
Inilah sepenggal kalimat dalam kitab suci Al-Qur’an,surat Al-Baqarah ayat 217 yang sangat erat hubungan
dengan judul tulisan ini. Adam dan
hawa yang dianggap sebagai leluhur umat manusia telah berbuat asusila.
Fitnah atau
kebenaran?.
Apabila fitnah maka penulis pantas
untuk dihukum cambuk sebanyak delapan puluh kali dan tidak perlu dipercaya
untuk selama – lamanya, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat An-Nuur ayat 4 :
Dan orang-orang yang menuduh perempuan –permpuan yang baik (berzina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang yang fasik.
Namun penulis dalam membeberkan
pemikiran ini sangat yakin bahwa ayat-ayat di dalam kitab suci Al-Qur’an
merupakan kesaksian Allah SWT yang jauh lebih bisa dipertanggung-jawabkan
ketimbang kesaksian empat orang.
Untuk itu, agar supaya para pembaca tidak ragu,marilah kita simak bersama kesaksian Allah SWT (yang memang
harus kita yakini kebenarannya), seperti yang
tertulis dalam surat Al-A’raaf
ayat 27 :
Wahai anak cucu Adam! Janganlah
sampai kamu tertipu oleh syaithan sebagaimana dia(syaithan)telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga,dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya(sehingga
keduanya menerima keburukan akibat keduanya saling memperlihatkan aurat). Sesungguhnya dia dan pengikutnya
dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaithan-syaithan itu pemimpin bagi orang-orang yang
tidak beriman.
Ayat tersebut mengingatkan kepada anak cucu Adam,laki-laki
dan perempuan yang belum berstatus suami-istri agar tidak terbujuk syaithan untuk telanjang bersama dan
saling memperlihatkan aurat,karena akan mengarah pada perbuatan buruk dan
terlarang untuk didekati(perzinaan),seperti yang telah dilakukan oleh Adam dan
Hawa.
Kepada para pembaca dimohon agar tidak usah tergesa-gesa menolak pemikiran ini sebelum
tuntas dalam membaca tulisan ini. Yakinlah
kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, maka janganlah kita termasuk
orang-orang yang ragu!
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menciptakan langit dan
bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Yang memberi petunjuk kepada semua
umat manusia melalui Rasul-RasulNya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah berjasa mengantarkan
petunjuk-petunjukNya, agar umatNya dapat menuju kepada keselamatan dunia dan
akhirat. Amin.
Alhamdulillah, atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. Semoga
bermanfaat dan menjadi pencerahan dalam bidang keagamaan. Tulisan berjudul
“Perzinaan Adam-Hawa” ini diharapkan mendapat ridha Allah SWT. dan dapat menjadi pemacu
untuk bersama-sama selalu membuka dan membaca kemudian memahami sekaligus mendalami maksud dari
ayat-ayat-Nya.
Dengan menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, maka diharapkan adanya saran dan
kritik dari berbagai pihak guna penyempurnaan dimasa-masa mendatang. Terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan sehingga tulisan ini dapat terselesaikan, semoga mendapatkan balasan kebaikan
yang berlipat ganda, Amin. Salam kenal, salam persahabatan dan salam perdamaian.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Yogyakarta, 19 September 2012
Fret Hariyanto
DAFTAR ISI
1. Pembukaan
- Adam
- Hawa
- Adam dan Hawa
- Dosa Adam dan Hawa menurut
mitos
2. Lauh
Mahfuz
3. Proses
Penciptaan Adam dan Hawa
4. Adam dan Hawa bertempat tinggal
di Surga
5. Perzinaan
Adam dan Hawa
6. Adam dan
Hawa turun dari Surga
7. Hikmah di
balik Perzinaan Adam dan Hawa
8. Penutup
1
PEMBUKAAN
ADAM
ADAM adalah nama manusia yang tercipta
untuk pertama kalinya. Dalam bahasa arab adalah Adamiyun. Banyak para ulama yang mengajarkan bahwa Adam ini adalah
seorang nabi. Pemahaman ini telah tertanam dalam pikiran orang banyak. Dari anak-anak hingga orang tua
dan telah melegenda secara turun-temurun.
Benarkah Adam ini seorang nabi?
Marilah kita simak firmanNya, dalam surat Maryam ayat 58:
“Mereka itulah orang yang telah diberi
nikmat oleh Allah, yaitu dari (golongan)
para nabi dari keturunan Adam, dan
dari orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim
dan Israil (Ya’qub), dan dari orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah
Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pengasih kepada mereka,
maka mereka tunduk sujud dan menangis.”
Ayat tersebut menerangkan bahwa
Musa, Harun, Ismail, Idris yang
diterangkan pada ayat-ayat sebelumnya
adalah orang-orang yang telah diberi
nikmat oleh Allah SWT. dan golongan para nabi dari keturunan Adam. Namun maksud
Adam disini adalah manusia yang tercipta untuk pertama kalinya, bukan hewan
atau tumbuhan dan bukan pula seorang nabi. Karena memang pada saat itu Adam sebagai manusia pertama belum
mempunyai musuh dari golongan orang-orang yang berdosa, sebagai ciri utama dari
seorang nabi, seperti firmanNya, dalam surat Al-Furqan ayat 31:
“Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari orang-orang yang berdosa.
Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.”
Dua ayat tersebut di atas saja
sudah cukup memberi penjelasan kalau yang disebut “Adam”, beliau ini bukanlah
seorang nabi. Bahkan di dalam surat Al-Hajj
ayat 52 dijelaskan bahwa setiap nabi itu
tidak bisa tergoda oleh syaithan,
maka jangan sampai kita memitoskan tentang Adam, karena dapat berakibat pada
buntunya penalaran saat memahami
ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan seluk-beluk Adam.
Al-Qur’an juga menjelaskan tentang Adam yang berjumlah tidak hanya satu.
Simaklah firmanNya dalam surat Ali-Imran ayat 33 dan 34:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga
Imran melebihi segala umat diseluruh
alam.”
“(sebagai) satu keturunan, sebagiannya
adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Kedua ayat tersebut menerangkan
bahwa ada Adam yang terhimpun dalam satu garis keturunan dengan Nabi Nuh, keluarga Nabi Ibrahim dan keluaraga
Imran. Namun ada juga Adam yang tidak
terhimpun dalam satu garis keturunan dengan Nabi Nuh. Bisa jadi Adam yang lain
ini terhimpun dalam satu garis keturunan dengan Obama atau Hamengku Buana.
Namun dalam pembahasan disini yang dimaksud adalah Adam yang terhimpun
dalam satu garis keturunan
dengan Nabi Nuh, keluarga Nabi Ibrahim dan keluarga Imran.
HAWA
Hawa adalah nama manusia yang
menjadi pasangan Adam. Dalam bahasa arab disebut hawwaaun. Bahkan Hawa telah diresmikan menjadi istri (pasangan
hidup) Adam. Nama tersebut telah dikenal diseluruh penjuru dunia sebagai ibu
asal manusia.
ADAM DAN HAWA
Adam dan Hawa ini dalam mengarungi
bahtera rumah tangganya dikaruniai anak-anak kembar. Anak pertamanya bernama
Qhabil, yang lahir bersama adik perempuannya, Iqlima. Anak keduanya bernama
Habiel, yang juga lahir bersama adik perempuannya bernama Labuda. Adam dan Hawa
pernah bertempat tinggal di surga, namun akhirnya harus menerima kenyataan
untuk tinggal di dunia, karena keduanya berbuat dosa.
DOSA ADAM DAN HAWA MENURUT MITOS
Berbicara tentang dosa, tentu kita
akan teringat kepada sosok syaithan
yang selalu membujuk manusia untuk berbuat jahat. Dan berbicara tentang Adam, tentu
akan mengingatkan pula kepada iblis yang
membangkang perintah Allah SWT. untuk hormat kepadanya. Seolah-olah ada dua
makhluk yang berbeda, padahal secara wujud dia adalah satu. Dia adalah makhluk
hidup yang disebut jin, yang
diciptakan dari api yang sangat panas sebelum Adam, yang pada akhirnya
membangkang perintah Allah SWT. dan bertekad akan selalu menyesatkan manusia ke
dalam perbuatan jahat dan keji. Pengertian ini
didapat dengan merangkum tiga firmanNya yaitu, Surat Al-Hijr ayat 27:
“Dan kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat
panas.”
Surat Al-Kahf ayat 50:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada
para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’, maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia adalah dari (golongan) jin,
maka dia mendurhakai perintah
Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin
selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (iblis itu) sebagai
pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.”
dan surat Al-Baqarah ayat 169:
“Sesungguhnya
(syaithan) itu hanya menyuruh kamu
(manusia) agar berbuat jahat dan keji,
dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah.”
Jin pembangkang perintah Allah SWT. inilah
yang telah berhasil menyesatkan Adam dan Hawa. Dia disebut syaithan karena sesat, menyesatkan dan sangat jahat. Syaithan selalu berusaha untuk
menjauhkan manusia dari petunjuk Allah SWT. dan mendekatkan pada laranganNya.
Salah satu prestasinya yang sangat terkenal adalah keberhasilannya membujuk
Adam dan Hawa untuk memakan buah khuldi.
Buah yang berasal dari sebuah pohon
yang terlarang untuk didekati oleh Adam dan Hawa. Prestasi ini telah terukir di segala penjuru dunia dan tercatat
sebagai dosa Adam dan Hawa karena makan buah khuldi. Menjadi pemahaman yang melegenda
secara turun-temurun, dari umat ke umat dan dari generasi ke generasi. Bahkan,
masih banyak yang meyakininya kebenarannya. Padahal keyakinan ini tidak sesuai
dengan Al-Qur’an.
Marilah mencoba mencermati
komunikasi Adam dan Hawa dengan syaithan, seperti yang diterangkan melalui firmanNya
dalam Surat Thaahaa ayat 120 dan
121:
“Kemudian
syaithan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya dengan berkata, ‘Wahai Adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi
(keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?’
“Lalu keduanya memakannya, dan tampaklah oleh
keduanya aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan telah
durhakalah Adam kepada Tuhannya, dan sesatlah dia.”
Dalam kedua ayat tersebut
diterangkan bahwa yang ditunjukkan oleh syaithan
dan yang dimakan oleh Adam dan
Hawa adalah pohon keabadian (syajaratil
khuldi), bukan buah keabadian (tsamaratil khuldi). Maka atas dasar logika, tidaklah mungkin Adam dan Hawa memakan buah berikut pohonnya. Lagipula buah-buahan
justru menjadi rezeki bagi semua
ciptaanNya. Seperti firmanNya, dalam Surat Al-Baqarah ayat 22:
“(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dialah yang menurunkan air (hujan)
dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki
untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi
Allah, padahal kamu mengetahui.”
Di dalam ayat tersebut diterangkan
bahwa dengan air Allah SWT. menumbuhkan
buah-buahan dan menjadi rezeki “untukmu”, tentu saja termasuk untuk kita sebagai manusia. Sehingga
dapat dikatakan bahwa semua buah-buahan (termasuk
buah khuldi) itu halal bagi semua manusia, juga bagi Adam dan Hawa. Dan dari
sinilah penulis menyadari, bahwa pemahaman tentang dosa Adam dan Hawa adalah
memakan buah khuldi ternyata hanya MITOS BELAKA ! Lantas, dosa apa yang telah diperbuat keduanya? Untuk mengetahuinya,
marilah kita mencoba melakukan penelusuran kisah Adam dan Hawa mulai dari KitabNya (Lauh Mahfuz).
2 lauh mahfuz
SEGALA puji bagi Allah Pencipta bumi,
langit, dan apa yang ada di antara keduanya, yang terlebih dahulu menuliskan
semua gagasanNya di dalam sebuah kitab (lauh
mahfuz). Berupa kalimat-kalimat Tuhan Allah SWT. Terdiri dari
alternatif-alternatif langkah yang bebas dipilih dan dijalani oleh semua
makhluk hidup ciptaanNya. Ibarat sebuah
permainan catur, sebelum dimulai maka semua peran beserta pilihan langkah yang
dapat ditempuh telah dituliskan sebagai aturan mainnya. Ada berjuta-juta,
bahkan bermilyar-milyar pilihan langkah yang dapat ditempuh. Setiap langkah
sebagai pilihannya akan membawa pada akibatnya masing-masing.
Dalam penulisan kitabNya Allah
SWT. tidak sendiri, namun dibantu malaikat
yang diciptakan lebih awal dari ciptaan-ciptaanNya yang lain. Hal tersebut
diterangkan melalui firmanNya dalam Surat
Al-Hadid ayat 22:
“Setiap musibah yang menimpa di bumi dan yang
menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuz)
sebelum kami mewujudkannya. Sungguh
yang demikian itu mudah bagi Allah.”
Kata kami menerangkan bahwa Allah
SWT. tidak sendiri. Ibarat perusahaan, Allah SWT. sebagai pimpinan, sedangkan malaikatNya sebagai pelaksana harian.
Bahkan malaikat itulah penulis
gagasan atau ide-ide Tuhan Allah SWT. tersebut ke dalam kalimat-kalimat yang
akan memandu bagaimana secara nyata semua peristiwa di jagad raya ini terwujud
dengan ijinNya. Diantaranya adalah kalimat-kalimat yang memandu bagaimana
proses terwujudnya langit, bumi, tumbuhan, binatang, manusia, dan lain sebagainya. Betapa banyak jumlah kalimat yang dituliskan oleh malaikat dalam hubungannya dengan semua
peristiwa dan kejadian-kejadian itu.
Bayangkan kalau setiap makhluk
sebagai salah satu peran, dengan satu pilihan langkah, dalam satu menit saja
bisa mengalami paling sedikit 60 kali kejadian. Padahal satu peran memiliki lebih dari satu pilihan
langkah, maka berapa kejadian yang dapat dialami makhluk ini dalam satu
jam, atau bahkan dalam satu hari
dengan beberapa pilihan langkah seperti dalam permainan catur tadi. Andaikan
makhluk tadi berperan sebagai
manusia yang bisa bebas menentukan pilihan langkahnya dan bisa mencapai usia
rata-rata 60 tahun, maka berapa kejadiankah yang dapat dialami oleh semua manusia di muka bumi ini
selama hidupnya? Berapa kejadiankah dalam hubungannya dengan peran binatang dan
tumbuhan? Ada berapa macam binatang dan tumbuhan di jagad raya ini? Lalu,
bagaimana dengan jumlah kalimat Tuhan Allah SWT. yang memandu terjadinya jagad
raya ini? Tentu manusia tidak akan sanggup menghitung dan menuliskan
kalimat-kalimat tersebut. Seperti yang diterangkan melalui firmanNya dalam Surat
Al-Kahfi ayat 109:
“Katakanlah (Muhammad), seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah
lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, walau kami
datangkan sebanyak itu (pula).”
Namun tidaklah demikian dengan malaikat. Atas kehendak dan ijinNya, kalimat-kalimat tersebut dapat
tertuliskan secara menyeluruh dalam kitab (lauh mahfuz) dan menjadi satu kesatuan
sebagai sistem yang mengerucut kepada hari
akhir.
Setelah lauh mahfuz terselesaikan, maka
atas ijinNya bergulirlah secara nyata
peristiwa demi peristiwa, kejadian demi kejadian. Dimulai dari kejadian langit,
bumi, yang kemudian diikuti oleh munculnya makhluk-makhluk hidup, termasuk
kejadian Adam dan Hawa. Pengertian ini merujuk pada
firmanNya dalam surat Maryam ayat 67:
Dan
tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakanya, padahal (sebelumnya) dia belum berwujud sama
sekali?
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa ciptaanNya yang berujud manusia (termasuk Adam dan Hawa),
sebelumnya telah diciptakan terlebih dahulu namun masih tanpa wujud, masih berupa
gagasan yang tertuliskan atau tergambarkan pada salah satu halaman di dalam kitab (lauh mahfuz) tersebut.
Demikianlah gambaran
tentang lauh mahfuz yang telah
dituliskankan sebagai pemandu bergulirnya peristiwa-peristiwa dan kejadian di
jagad-raya ini.
Perlu digarisbawahi, bahwa untuk
semua peristiwa dan kejadian itu,
Allah SWT. pun cukup hanya satu kali berfirman “kun fayakunu”, yang difirmankanNya setelah muncul gagasan dan sebelum terciptanya
malaikat. Tidak seperti yang terbayang dimasa kecil, dimana untuk setiap
kehendakNya, Allah SWT. selalu berfirman
“kun fayakunu”, sehingga
sempat terbayangkan betapa lelahnya Allah SWT., karena setiap saat harus
mengucapkan berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar kata “kun fayakunu”.
3
PROSES PENCIPTAAN
ADAM DAN HAWA
MASIH
teringat dengan jelas saat diterangkan oleh orang tua, bahwa Adam
sebagai manusia pertama diciptakan dari tanah, kemudian setelah dibentuk sesuai
dengan keinginanNya, ditiupkan ruh melalui ubun-ubunnya. Maka seketika itulah
Adam menjadi manusia dan langsung bisa berjalan, berkomunikasi layaknya orang
yang sudah dewasa. Bahkan di saat itu pula sempat terbayang seberapa besar dan
tingginya Allah SWT. melalui gambaran tanganNya yang bisa membentuk wujud sebesar manusia dewasa. Tetapi paham kejadian
seketika dan bayangan ini pun langsung hilang setelah membaca firmanNya dalam Surat Ali ‘Imran ayat 59:
“Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakan dari tanah, kemudian Dia
berkata kepadanya ‘jadilah’, maka
jadilah sesuatu itu.”
Dalam ayat tersebut dijelaskan
dengan perumpamaan agar mudah untuk dipahami, bahwa penciptaan Isa dan
penciptaan Adam adalah sama. Adam dan Isa sama–sama
diciptakan dari tanah. Namun perwujudanya tidak seperti permainan sulap yang
terjadi dengan seketika. Dan kita tahu bahwa perwujudan Isa ke dunia dilahirkan
oleh seorang perempuan bernama Maryam. Sehingga dapat
dikatakan pula bahwa perwujudan Adam ke dunia
juga dilahirkan atau melalui proses kelahiran. Demikian juga firmanNya dalam Surat Ar-Rum
ayat 11:
“Allah yang memulai penciptaan (makhluk), kemudian mengulanginya kembali,
kemudian kepadaNya kamu dikembalikan.”
Ayat tersebut menerangkan bahwa
penciptaan kita sebagai manusia yang terlahir dari seorang ibu adalah
pengulangan dari penciptaan Adam sebagai manusia pertama. Sehingga dari dua
ayat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa adanya Adam ke dunia tentu
sama dengan adanya Isa dan adanya kita semua sebagai manusia, yaitu
melalui proses kelahiran.
Pendapat ini lebih
bisa diterima dengan akal sehat. Karena pendapat yang meyakini bahwa Adam
tercipta tanpa bapak dan ibu sangatlah
bertentangan dengan firmanNya dalam surat Al-Hujarat ayat 13:
“Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh Allah Maha mengetahui, Maha
teliti.”
Dan surat Al-insan ayat 2 :
“Sungguh,kami telah
menciptakan manusia dari setetes mani
yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena
itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.”
Kedua ayat tersebut
diatas menerangkan bahwa penciptaan manusia adalah melalui proses hubungan
laki-laki dan perempuan yang menghasilkan mani yang bercampur. Karena Adam
masuk dalam sebutan sebagai manusia, maka proses penciptaannyapun tentu melalui proses hubungan
laki-laki
dan perempuan atau tercipta karena adanya mani yang bercampur dengan sel telur
yang menghasilkan zigot dan kemudian
berkembang menjadi jabang bayi.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang melahirkan Adam?
Dia adalah makhluk hidup yang
serupa dengan manusia. Secara wujud sama, namun belum bisa disebut manusia.
Makhluk inilah yang dilihat oleh malaikat
didalam surat Al-Baqarah ayat 30:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat, ‘Aku hendak
menjadikan khalifah dibumi.’ Mereka
berkata ‘Apakah Engkau
hendak menjadikan makhluk yang merusak dan menumpahkan darah disana? Sedangkan
kami bertasbih memujiMu dan mensucikan namaMu!’ ‘Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!’.”
Dalam dialog antara Allah SWT.
dengan malaikat pada ayat tersebut
menunjukkan bahwa malaikat telah
mengetahui wujud dari calon khalifah.
Namun pengetahuannya belum berdasar pada penglihatan secara nyata, masih dalam
proses penulisan kitab (Lauh Mahfuz).
Ibarat dalam sebuah diskusi antara
pimpinan dan karyawan di dalam sebuah biro perencanaan yang telah merambah pada
tahap sketsa idea, dimana pada
tahap ini calon khalifah secara fisik
telah tergambarkan sama dengan homo
sapiens yang telah berkembang menjadi makhluk satu tingkat dibawah manusia, namun belum bisa disebut manusia karena volume otak makhluk ini masih
berada dibawah volume otak manusia (1450 cc), tapi sudah sangat mendekati,
bahkan telah mencapai 1449,99 cc. Sehingga secara fisik malaikat-pun kesulitan untuk membedakannya. Makhluk pra-ma (pra-manusia) inilah yang menjadikan Adam
terlahir ke dunia, sekaligus menjadi orang tua
Adam.
Dari pemahaman-pemahaman di atas, apabila dikatakan bahwa Adam bukan anak manusia, akankah manusia
sebagai keturunannya menjadi sakit hati? Atau sebaliknya, justru dapat
mengambil hikmah dari perkataan ini dengan memberikan masukan kepada para guru,
terutama yang berkaitan dengan pelajaran sejarah dan agama.
Dimana di dalam pelajaran sejarah
menerangkan bagaimana kejadian manusia berdasar teori evolusi, sehingga dikenal
adanya manusia purba. Sementara pelajaran agama menerangkan bahwa Adam terjadi
dengan seketika.
Bukankah lebih baik memberikan
pemahaman bahwa manusia pertama adalah Adam dan sebelum Adam bukanlah manusia.
Atau dapat mempertegas pengertian tersebut dengan mengganti nama manusia purba
dengan pra-ma, sehingga pelajaran sejarah dan agama bisa berjalan
selaras, dengan demikian diharapkan dapat saling mencari dan menemukan titik
sambungnya.
Marilah mengawali perubahan pemahaman
tentang proses penciptaan manusia pertama (Adam). Dari proses “seketika” kearah proses
yang lebih bisa diterima dengan akal sehat.
Untuk itu simaklah rangkuman
ayat-ayat muhkamat (ayat yang
terang dan tegas serta mudah dipahami) dari Al-Qur’an yang dapat memandu dan melatar belakangi kisah
penciptaan Adam sebagai manusia pertama.
Para pembaca yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. tentu pernah mendengar teori EVOLUSI
oleh Charles Darwin. Namun apabila
beliau benar-benar memberikan pernyataan bahwa manusia adalah hasil evolusi
dari kera tentu hal tersebut tidak dapat dibenarkan.
Karena
menurut Al-Qur’an manusia adalah hasil evolusi dari makhluk hidup bersel tunggal, seperti yang dijelaskan
dalam surat An-Nisaa’ ayat 1:
“Wahai manusia! Bertakwalah
kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu dan menciptakan pasanganya darinya. Dan
dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Bertakwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu
saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasimu.”
Diri yang satu oleh sebagian ahli
tafsir dimaksudkan adalah Adam. Dan sebagian lain ada yang menafsirkan sebagai
tulang rusuk Adam. Namun kalau mencermati sebutan “ha” pada kata “darinya”, tentu
bukanlah Adam atau tulang rusuk Adam. Karena sebutan “ha” pada kata “darinya” menunjuk
wujud perempuan. Untuk itu marilah menafsirkan bahwa diri yang satu itu adalah
makhluk hidup yang keadaanya masih sangat sederhana, yang menjadi awal adanya
manusia, yaitu MAKHLUK HIDUP BERSEL TUNGGAL yang telah dilengkapi dengan hawa
nafsu. Makhluk hidup bersel tunggal tersebut terjadi karena perpaduan antara
tanah dan air yang kemudian tumbuh secara berangsur-angsur. Pengertian
tersebut didapat dari penggabungan ke empat
firmanNya yang dimulai dari Surat Ar-Rum ayat 20 :
“Dan diantara tanda-tanda (kebesaranNya) ialah Dia menciptakan kamu dari
tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”
Allah SWT. selalu menjelaskan berulang-ulang di dalam Al-Qur’an dengan kata
menciptakan (kata dasar cipta). Hal tersebut untuk menunjukkan bahwa semua
hasil ciptaanNya tidak ada yang sama. Bukan produk masal. Banyak sekali contoh
yang berkaitan dengan kata “menciptakan” ini. Misalkan saja penciptaan manusia kembar identik, yang terlihat
hampir tidak ada bedanya, ternyata pada sidik jarinya ada perbedaan. Demikian
juga dengan penciptaan semua manusia di muka bumi ini yang tidak satupun punya
sidik jari sama.
Kata “menciptakan” dalam ayat tersebut selain untuk menunjuk pada hasil yang tidak sama,
juga untuk menunjukkan bahwa tanah adalah bahan baku dalam penciptaan manusia,
yang kemudian bahan baku ini dicampur dengan air. Seperti firmanNya dalam surat
Al-Anbiya ayat 30:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu satu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya,dan Kami jadikan sesuatu
yang hidup berasal dari air, maka
mengapa mereka tidak beriman?.
Dalam
ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT. menjadikan semua yang hidup dari
air. Dalam kaitannya dengan surat Ar-Rum ayat 20 adalah mencampurkan air kedalam bahan baku (tanah), yang kemudian
menjadi lumpur. Ini diterangkan melalui firmanNya dalam surat Al-Hijr ayat 26:
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering dan lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa
bahan baku yang telah dicampur dengan air akan menjadi lumpur. Kemudian dari
lumpur ini Allah membentuk manusia.
Bagaimanakah
Allah membentuk manusia? Allah SWT. menjelaskan melalui firmanNya dalam surat
Nuh ayat 17:
“Dan Allah
menumbuhkan kamu dari tanah, tumbuh (berangsur-angsur).”
Proses
pembentukannya dimulai dengan menumbuhkan makhluk hidup bersel tunggal dari
tanah lumpur tersebut, kemudian makhluk ini ditumbuh-kembangkan secara ber
angsur-angsur. Proses tumbuh-kembangnya
ibarat zigot (makhluk bersel tunggal) yang ada di dalam rahim. Memperbanyak diri dengan cara membelah dan tetap mengelompok
dalam satu kesatuan. Secara keseluruhan ada yang terus tumbuh dan
berkembang, namun ada pula yang mati.
Apabila tidak ada yang mati, maka wujud manusia hanya menjadi segumpal daging
seperti bola. Karena ada yang mati inilah maka terbentuklah lobang telinga,
hidung, mulut, anus, kaki, tanngan, jari-jemari, dan seterusnya menjadi sang
jabang bayi.
Makhluk
hidup bersel tunggal yang ditumbuhkan dari tanah lumpur tadi jumlahnya sangat banyak,
masing-masing tumbuh dan berkembang secara berangsur-angsur, atau berevolusi
mengarah kepada tujuannya. Sehingga muncul aneka ragam tumbuhan yang
masing-masing mempunyai ranting dan daun yang berlainan. Muncul pula aneka
binatang yang masing-masing mempunyai bentuk tersendiri. Ada binatang yang
berjalan dengan perutnya, ada yang berjalan dengan dua kakinya dan ada juga
yang berjalan dengan empat kakinya. Seperti adanya ular, monyet atau kera,
buaya, dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak makhluk bersel
tunggal ini, ada beberapa yang tumbuh dan berkembang mengarah pada makhluk
berakal, yaitu manusia. Saat kejadiannya-pun berbeda-beda tergantung tempat dimana dia ditumbuhkan. Beberapa inilah
yang menjadikan adanya ras manusia. Namun sebelum menjadi manusia terlebih
dahulu melalui tahapan menjadi pra-ma atau makhluk cerdas yang dalam istilah
ilmu pengetahuan dikenal sebagai homo sapiens.
Di dalam rahim pra-ma inilah Allah
SWT membentuk manusia sebagai tindak lanjut dari proses sebelumnya. Seperti firmanNya dalam surat
Ali-Imran ayat 6:
“Dialah yang
membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Perkasa,
Maha Bijaksana.”
Karena firman-firman Allah SWT
yang terangkum dalam kitab suci AL-Qur’an ditujukan untuk memberi petunjuk dan
peringatan kepada manusia,maka yang dimaksud dengan kata “kamu”
pada ayat tersebut tentulah
manusia.
Lantas bagaimanakah Allah SWT membentuk manusia
didalam rahim pra-ma ini dan bagaimana pula hasil bentukan-Nya?
Allah SWT membentuk manusia
didalam rahim pra-ma dimulai dari mempertemukan sel sperma dengan dengan sel
telur hingga membentuk suatu wujud yang siap
berkembang mengarah pada makhluk berakal. Wujud tersebut adalah dzat
bersel tunggal berikut perangkatnya yang bisa memunculkan hawa nafsu. Walaupun
masih bersel tunggal namun didalamnya terkandung segala unsur yang nantinya
bisa berkembang menjadi jaringan dan juga organ-organ tubuh manusia. Seperti
halnya segumpal daging,tulang-belulang,jantung,ginjal,hati,paru dan otak
manusia(1450 cc), yang secara keseluruhan nantinya akan menyatu menjadi raga
manusia. Wujud tersebut secara fisik merupakan suatu kejadian yang sempurna dan siap menjadi makhluk hidup bersel
tunggal. Proses kejadiannya diterangkan melalui firman-Nya, dalam surat Sad ayat 72:
“Kemudian apabila telah Aku sempurnakan
kejadiannya dan Aku tiupkan ruh Ku kepadanya, maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.”
Maksud
Ruh pada ayat tersebut adalah Ruh kehidupan yaitu Allah SWT sebagai Ruh yang kekal dan abadi. Namun
perlu diingat bahwa dengan ditiupkannya Ruh Allah SWT tersebut bukan berarti bahwa manusia itu mempunyai Ruh tersendiri. Manusia sebagai hasil
pembentukan didalam rahim pra-ma ini
dapat digambarkan sebagai sebuah botol tanpa tutup yang berada dalam sebuah ruangan berisi udara,maka
akan secara otomatis botol tersebut akan terisi udara dari dalam ruangan itu.
Nah sebagai perumpamaan botol itu adalah jasad atau raga manusia dan udara
didalam ruangan itulah Allah SWT sebagai Ruh kehidupan.
Pengertian ini didapat dari penggabungan ke dua firman-Nya,yaitu surat Qaaf ayat 16:
Dan
sungguh,Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
dan
surat Al-Ikhlash ayat 1:
Katakanlah(Muhammad),Dialah
Allah Yang Maha Esa.
Didalam surat Qaaf ayat 16
diterangkan bahwa Allah lebih dekat kepada diri manusia itu sendiri dari pada
urat lehernya. Padahal urat leher setiap manusia itu ada didalam diri setiap
manusia. Maka dari ayat tersebut juga dapat dikatakan bahwa Allah itu ada
didalam diri manusia. Kalau jumlah manusia banyak tentu akan menimbulkan
pertanyaan tentang jumlah Allah. Sementara didalam surat Al-Ikhlash ayat 1
jelas diterangkan bahwa Allah itu Sendiri adanya dan tidak ada lainya.
Kedua ayat tersebut seolah-olah bertentangan.
Namun sebagai orang yang beriman kita harus meyakini akan kebenaran kedua ayat
itu. Maka apabila dicermati penggabungan kedua ayat tersebut akan dapat
memunculkan tentang pengertian Ruh yang ada didalam diri manusia.
Kembali pada kejadian saat ditiupkannya Ruh kehidupan kedalam diri dzat bersel tunggal maka terciptalah makhluk hidup bersel tunggal.
Makhluk tersebut kemudian dikenal dengan nama zigot atau alaqah.
Namun
pada saat ditiupkannya Ruh kehidupan pada proses bertemunya sel
sperma dengan sel telur ternyata justru
tercipta dua zigot atau sepasang zigot.
Kejadian ini diterangkan melalui firman-Nya dalam surat Al-Qiyamah ayat 36,37,38
dan 39:
“Apakah manusia mengira dia akan dibiarkan begitu saja”
.
“Bukankah dia mulanya hanya setetes mani
yang ditumpahkan.”
“Kemudian menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan
menyempurnakanya.”
“Lalu Dia
menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan.”
Allah SWT. menjelaskan melalui keempat ayat tersebut bahwa setelah mani ditumpahkan
dan bertemu dengan sel telur kemudian menjadi alaqah (sesuatu yang melekat pada dinding rahim). Dalam ilmu pengetahuan
disebut zigot (makhluk hidup
bersel tunggal). Kemudian Allah SWT. menciptakan satu zigot lagi sehingga menjadi sepasang zigot.
Kemudian kedua zigot ini terus tumbuh dan berkembang didalam rahim pra-ma menjadi sepasang janin dengan
volume otak telah mencapai 1450 cc.
Inilah saat munculnya akal manusia yang pertama kali pada proses evolusi . Akal tersebut lebih
dikenal dengan nama Ruh kemanusiaan. Ruh
kemanusiaan tersebut menempel pada Ruh
kehidupan Ibarat suatu produk yang ditempel label sebagai hak patennya, yaitu “MANUSIA”, atau makhluk berakal,yang diawal
penciptaan ini dikenal dengan nama ADAM dan HAWA.
Paham
yang meyakini bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam perlu ditata ulang.
Karena Hawa juga manusia, maka proses
penciptaannya-pun tentu sama dengan proses penciptaan Adam.
Bukan
dari tulang rusuk, melainkan dari segumpal daging yang ada dan terlindungi oleh
tulang rusuk. Segumpal daging inilah yang bisa memunculkan hawa nafsu, yang
tanpa disadari telah melekat pada semua makhluk hidup. Dan disebut sebagai
manusia apabila di dalam dirinya terdapat dua unsur yang
berapasangan, yaitu akal dan hawa nafsu. Tanpa hawa nafsu, semua
makhluk hidup akan statis, diam tak bergerak dan tidak akan tumbuh. Ruh kemanusiaan
atau akal tersebut muncul atau tercipta justru untuk mendampingi hawa nafsu
yang adanya lebih dulu. Sehingga dapat
dikatakan bahwa adanya hawa (nafsu) lebih dulu dari adam (akal). Pengertian ini
didasarkan atas sebutan “ha” pada kata “darinya” dalam surat An-Nisa ayat 1, namun secara wujud (sebagai manusia), yang ada terlebih dulu adalah Adam.
Pengertian ini didasarkan atas sebutan “hu” pada kata “darinya” dalam surat Al-Qiyamah ayat 39.
Demikianlah runtutan kisah penciptaan Adam yang ternyata mempunyai saudara kembar bernama
Hawa (ibu asal manusia).
Nama Hawa diambil dari asalnya
yaitu hawa (nafsu) yang pada akhirnya
huruf pertama diganti dengan “ح” dikarenakan konotasi dari hawa
nafsu adalah negatif. Terlepas dari semua itu, yang perlu diingat adalah:
Semua hawa nafsu adalah syaithan
kecuali
hawa nafsu yang dirahmati Allah SWT
4 ADAM DAN HAWA
BERTEMPAT
TINGGAL DI SURGA
PADA awal pembahasan telah dituliskan
bahwa Adam dan Hawa ini pernah bertempat tinggal di surga. Tentu saja hal ini
akan menimbulkan pertanyaan, karena hampir semua orang tahu kalau surga itu
adanya di alam akhirat. Lantas dimana dan seperti apa
surga yang pernah ditinggali oleh Adam dan Hawa pada saat itu?
Untuk menjawab
pertanyaan di atas
marilah kita terlebih dahulu mengetahui seluk-beluk tentang surga itu sendiri, yang batasan dan
pengertiannya dapat ditetapkan dengan menggabungkan firman-firmanNya yang
ada dalam surat Al-Ahqaf ayat 13, 14 dengan surat Yasin ayat 55, 56, 57.
Surat Al-Ahqaf ayat 13 dan 14 :
“Sesungguhnya orang-orang
yang berkata, ‘Tuhan
kami adalah Allah’,
kemudian mereka tetap istiqamah, tidak
ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula)
bersedih hati.”
“Mereka itulah para penghuni
surga, kekal di dalamnya, sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”
Kedua ayat tersebut
menerangkan bahwa para penghuni surga itu tidak mempunyai rasa khawatir dan
rasa sedih. Kemudian marilah kita simak firmanNya dalam Surat Yasin ayat 55, 56, dan 57
:
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu
bersenang-senang dalam kesibukan.”
“Mereka
dan para istri mereka ada di tempat yang teduh sambil bertelekan di atas
dipan-dipan.”
“Disana
mereka mendapatkan buah-buahan dan apa
yang mereka minta.”
Ke tiga ayat tersebut
menerangkan bahwa surga adalah suatu tempat yang bisa memberikan apa saja yang
diminta, termasuk
buah-buahan. Namun buah yang dimaksud
bukan dalam artian fisik, melainkan dalam arti kiasan, sebagai gambaran untuk
menjelaskan suatu keadaan. Seperti yang kita ketahui bahwa buah merupakan
asupan yang baik dan bermanfaat bagi tubuh. Apabila mengkonsumsinya, apalagi
buah yang segar maka tubuh akan menjadi segar dan sehat. Dengan sehat
keadaannya akan menjadi selalu nyaman. Kenyamanan ini akan berakibat pada rasa
senang yang dapat mensugesti pada rasa bahagia. Dalam kondisi bahagia maka
apapun yang didapatkan akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang
“menyenangkan”
inilah maksud dari buah-buahan tersebut. Sehingga dari uraian ini, apabila dihubungkan dengan kedua ayat
dari surat Al-Ahqaf tadi dapat ditarik kesimpulkan bahwa, “SURGA”
adalah :
“ suatu
tempat yang dapat memberikan rasa bahagia atau memberikan
semua kesenangan-kesenangan yang dibutuhkan penghuninya
tanpa menimbulkan
ketakutan/kekhawatiran dan kesedihan ”.
Allah SWT. juga
menjelaskan bahwa surga tersebut berjumlah 4 (empat). Seperti yang diterangkan
melalui firmanNya dalam Surat
Ar-Rahman ayat 46:
“Dan
bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.”
Dan ayat 62:
“Dan
selain dua surga itu ada dua lagi.”
Kedua ayat
tersebut sama-sama menerangkan tentang
jumlah surga. Masing-masing menyebut adanya 2 (dua) surga. Maka dalam
penggabungan kedua ayat tersebut tentu akan didapatkan bahwa surga itu berjumlah 4 (empat).
KE
EMPAT SURGA TERSEBUT ADALAH :
1. SURGA ALAM RAHIM atau JANNATUR
RAHIIMU
Merupakan surga dengan
kurun waktu rata-rata 9
(sembilan) bulan. Sebagai surganya para jabang bayi sebelum terlahir ke dunia. Keberadaannya
ada di dalam rahim sang ibu. Ditempat ini semua kesenangan-kesenangan
yang dibutuhkan para jabang bayi selalu dipenuhi sehingga mendatangkan
kenikmatan-kenikmatan tersendiri.
Pelayanan yang selalu diberikan (lahum maa yadda’uuna) lah, maka surga
ini populer berada dibawah telapak
kaki ibu, yang mengandung
makna pengajaran kepada setiap
ibu hamil, agar selalu melangkahkan kakinya kearah yang baik, karena selain menambah kenikmatan bagi calon jabang
bayi juga akan ikut menentukan bobot,
bibit,
dan bebet jabang bayi. Surga alam rahim ini merupakan salah satu surga yang pernah ditinggali oleh
semua manusia termasuk Adam dan Hawa.
2. SURGA AL-A’RAAF atau JANNATI
GHURAFAN
Al-A’raaf
ini secara fisik
merupakan surga yang pernah ditinggali oleh Adam dan Hawa. Namun Adam yang
dimaksud adalah Adam yang mempunyai satu garis keturunan dengan Nabi Nuh, keluarga Nabi Ibrahim dan keluarga Imran.
Dan secara fisik pula Al-A’raaf ini tidak pernah ditinggali
oleh semua keturunan Adam, termasuk Adam yang lain.
Al-A’raaf ini merupakan surga dengan kurun
waktu sejak Adam dan Hawa diperintahkan oleh Allah SWT untuk tinggal (surat
Al-Baqarah ayat 35 dan surat Al-A’raaf ayat 19) hingga Adam dan Hawa
diperintahkan untuk turun bersama-sama karena keduanya berbuat dosa (Al-Baqarah
ayat 38, Al-A’raaf ayat 24 Thaahaa ayat 123).
Al-A’raaf secara non fisik adalah surga
yang pernah dinikmati oleh semua manusia,karena surga ini merupakan kenikmatan-kenikmatan yang pernah
dirasakan oleh hati setiap manusia dalam
kurun waktu sejak terlahir hingga kemudian dia berbuat dosa untuk yang
pertama kalinya.
3. SURGA DUNIA ATAU JANNATID DUNYAA
Merupakan Surga
sesaat, yang keberadaannya di alam dunia. Gambarannya adalah berupa tempat
berdiam yang dapat memberikan semua kesenangan-kesenangan yang dibutuhkan tanpa
menimbulkan kekhawatiran dan kesedihan. Bisa jadi tempat ini berupa kamar tidur
atau rumah kita, masjid, kampus atau bahkan Mall yang mulai banyak muncul
dikota-kota. Namun yang jelas, pada saat
berada ditempat itu selalu mendapatkan kesenangan-kesenangan yang dibutuhkan, serta terbebas dari kekhawatiran dan kesedihan.
Karena dunia ini
sifatnya fana atau tidak kekal maka terbebaskannya-pun tentu hanya dalam batas kurun waktu. Bisa satu detik,
satu menit, satu jam atau satu hari bahkan satu minggu atau berminggu-minggu.
Tempat dan kurun waktu tersebut tiap-tiap orang berbeda.
Sebagai contoh, walau
di suatu tempat kita telah mengantongi
sejumlah uang yang bisa untuk mendapatkan semua kesenangan-kesenangan yang
diinginkan, namun apabila kita masih merasakan adanya kekhawatiran dan
kesedihan, maka tempat itu tentu bukanlah Surga dunia. Hal tersebut bisa saja
terjadi karena ditempat itu banyak musuh.
Sebaliknya, walau
tanpa uang sama sekali, namun ditempat itu justru bisa mendapatkan semua
kesenangan-kesenangan (dalam kurun waktu tertentu) tanpa khawatir dan bersedih, maka tempat
itulah surga dunia. Hal tersebut bisa saja terjadi karena ditempat itu banyak
kawan.
Demikianlah gambaran
surga dunia, sebagai surga yang pernah ditinggali Adam dan Hawa setelah
keduanya berbuat dosa. Dan surga ini tentu pernah dirasakan oleh semua manusia,
hanya saja dengan kurun waktu yang berbeda-beda.
Dan perlu diingat
bahwa, semakin besar prosentase seseorang dalam merasakan surga dunia, maka
sebesar prosentase itu pula kemungkinannya akan merasakan surga yang kekal dan
abadi.
4. SURGA ABADI atau JANNATUL
KHULDI
Merupakan Surga kekal
dan abadi, yang keberadaannya di alam akhirat, disediakan sebagai balasan bagi
orang-orang yang menjalani kehidupan dunia ini dengan iman dan penuh ketakwaan kepada Allah SWT. Seperti firmanNya
dalam surat Al-Furqan ayat 15:
“Katakanlah (Muhamad), ‘Apakah (azab)
seperti itu yang baik, atau
surga yang kekal yang dijanjikan
kepada orang-orang yang bertakwa sebagai
balasan, dan
tempat kembali bagi mereka?’.”
Surga abadi ini wujud
fisiknya bertingkat-tingkat. Masing-masing tingkat disediakan sebagai balasan
yang sesuai dengan tingkat ketaqwaan penghuninya. Semakin besar ketaqwaan
sesoorang dalam menjalani kehidupan di dunia, maka akan ditempatkan pada level atau tempat yang
lebih tinggi, baik dalam segi posisi maupun kualitas.
Gambaran tentang surga abadi tersebut
diterangkan di dalam surat
Az-Zumar ayat 20:
“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka mendapat kamar-kamar (di surga), di atasnya terdapat pula kamar-kamar yang
dibangun (bertingkat-tingkat),
yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. (itulah) janji Allah, Allah tidak
akan memungkiri janji (Nya).”
Demikianlah pengertian dan
gambaran tentang adanya surga. Untuk selanjutnya marilah mengikuti runtutan
kisah kejadiannya sehingga Adam dan Hawa bisa
bertempat tinggal di surga,
sekaligus menjawab pertanyaan tentang dimana dan seperti apa surga yang pernah
ditinggali keduanya.
Seperti manusia kembar
pada umumnya, Adam dan Hawa pun setelah merasakan surga
alam rahim juga terlahir ke dunia ini sebagai bayi. Masing-masing terlahir
bersama dengan temannya (qariin) yang
berujud
jin.
Jin tersebut sangat patuh kepada Sang Penguasa (Allah SWT),seolah-olah menjadi kepanjangan tanganNya. Karena fungsi dan kepatuhannya pada Sang Penguasa tersebut, maka
diberilah nama mallak. Dan dalam jumlah lebih dari satu
atau banyak disebut malaikat.
Malaikat sebagai qariin tersebut bertugas mencatat amal perbuatan Adam dan menyampaikan petunjuk. Sebagai
pencatat amal, malaikat tersebut
dikenal dengan nama malaikat saksi. Keberadaannya ada pada
disebelah kanan dan kiri Adam juga Hawa (manusia), seperti yang diterangkan firmanNya, dalam surat Qaaf ayat 17:
“(ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya),
yang satu duduk disebelah kanan dan yang
lain disebelah kiri.”
Keberadaan malaikat saksi tersebut sangat erat hubungannya dengan kebebasan
manusia dalam memilih dan menentukan langkah-langkahnya.
Sedangkan malaikat yang menyampaikan petunjuk
disebut sebagai malaikat pengiring.
Hal tersebut diterangkan oleh Allah SWT melalui firmanNya, dalam surat Qaaf ayat 21:
“Setiap jiwa akan datang bersama
(malaikat) pengiring dan (malaikat)
saksi.”
Bersama malaikat saksi, malaikat
pengiring ini bersemayam dalam diri setiap manusia. Keduanya hadir
dan menjadi variable atas bersinerginya akal dan hawa nafsu yang kemudian
melahirkan amal perbuatan manusia. Malaikat pengiring ini ibarat sebuah antena
yang dapat menerima pancaran sinyal.
Pancaran sinyal tersebut berupa petunjuk-petunjuk yang dipancarkan oleh Al-Hadii (Yang Maha Pemberi Hidayah). Penerima petunjuk yang kemudian meneruskan kepada akal disebut ruhul qudus,sedangkan penerima petunjuk yang kemudian meneruskan kepada hawa nafsu dikenal
dengan nama syaithan.
Ruhul qudus dan syaithan yang ada pada Adam dan hawa
pada awalnya selalu patuh pada Al-Hadii.
Keduanya selalu bahu-membahu memandu bersinerginya akal dan hawa nafsu,sehingga
Adam dan Hawa selalu dapat melahirkan amal perbuatan yang baik dan dirahmati
Allah SWT. Maka Adam dan Hawa diberi gelar sebagai manusia dalam bentuk
sebaik-baiknya,atau lebih dikenal dengan “ insana
fi ahsani taqwim “.
Bersama malaikat
pengiring dan malaikat saksi Adam dan
Hawapun terus tumbuh dan berkembang kearah yang lebih dewasa. Dan seiring
dengan berjalannya waktu,keduanya semakin pandai, sehingga dapat mengenali,
memahami, menamai semua benda-benda yang ada disekitarnya, bahkan mampu
menafsirkan lingkungan beserta pengalamannya. Maka
mulai saat itu lahirlah kebudayaan
manusia, dan disaat itu pulalah dimulainya
sebuah zaman yang dikenal dengan sebutan “ZAMAN
SEJARAH”.
Atas
prestasi tersebut, serta gelar insana fi ahsani taqwim yang telah
diterimannya, maka Allah SWT. membuatkan taman (raudhlah) sebagai tempat tinggal keduanya. Tempat tersebut dipagari
dengan pohon keabadian (syajaratil khuldi), hingga menjadi suatu
lingkungan yang dikenal dengan nama taman
surga (raudhlatiil jannati). Pada bagian tengahnya ditinggikan, yang
kemudian dikenal dengan nama Al- A’raaf.
Al-A’raaf ini adalah surga (jannati ghurafan) yang pernah ditinggali hanya oleh Adam dan Hawa. Lokasi surga tersebut
berada di Semenanjung Sinai atau lebih tepatnya di Bukit Sinai. Tempat tersebut banyak menghasilkan Buah Tin dan Buah Zaitun. Pemahaman ini
didasarkan pada sumpah Tuhan pada saat penciptaan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya atau pada saat Adam dan Hawa belum berbuat dosa, seperti
firmanNya dalam surat At-Tin ayat 1, 2, 3, dan 4:
“Demi
(buah) Tin dan (buah)
Zaitun”
“Demi bukit sinai”
“Dan
demi negeri yang aman ini”
“Sungguh
Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk sebaik-baiknya.”
Pemahaman ini juga
diperkuat oleh firmanNya dalam surat
Ath-Thuur ayat 1, 2, 3, dan 4:
Artinya
:
“Demi bukit (Sinai)”
“Dan
demi kitab yang ditulis”
“Pada
lembaran yang terbuka”
“Demi
tempat yang makmur.”
Keempat ayat tersebut
memperkuat pemahaman bahwa di bukit (Sinai)
yang makmur inilah Adam dan Hawa menjalani kehidupannya. Beliau mulai
menuliskan kejadian-kejadian yang dialami pada zaman yang masih terbuka lebar. Inilah
alasan kenapa penulis menyebut zaman Adam ini sebagai awal zaman sejarah,
bahkan ZAMAN SEJARAH YANG PERTAMA KALI.
Di Surga Al-A’raaf (jannati ghurafan) inilah, Adam pada awalnya diperintahkan tinggal bersama Hawa, seperti firmanNya dalam surat Al-Baqarah ayat 35:
“Dan Kami berfirman, ‘Wahai
Adam! Tinggalah engkau dan pasanganmu
di dalam
surga dan makanlah dengan nikmat
(berbagai makanan) yang ada disana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu
dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim’.”
Dan juga firmanNya
dalam surat Al-A’raf ayat 19:
“Dan (Allah berfirman), ‘Wahai Adam! Tinggalah engkau
bersama pasanganmu dalam surga dan
makanlah apa saja yang kamu berdua sukai. Tetapi janganlah kamu berdua dekati
pohon yang satu ini, (apabila
didekati ) kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim’.”
Pada kedua ayat
tersebut, penulis menafsirkan kata “azwaja” sebagai pasangan, bukan sebagai istri. Sebagai contoh
yang dimaksud dengan pasangan disini antara lain adalah: besar dan kecil,
tinggi dan
pendek, gemuk dan kurus, kaya dan miskin, siang dan malam, termasuk laki-laki dan perempuan, seperti firmanNya dalam
surat An-Najm ayat 45:
“Dan
sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan
laki-laki dan perempuan.”
Atas perintah dari
Allah SWT. Adam dan Hawa pun kemudian tinggal di Al-A’raaf. Adam dan Hawa tinggal
ditemani oleh malaikat, termasuk malaikat pengiring yang pada
pembahasan sebelumnya telah diberi nama dengan ruhul qudus dan syaithan.
Kemudian atas perintah Allah SWT, malaikat memberi hormat kepada Adam. Berbeda dengan syaithan yang dengan sombongnya membangkang perintah Allah SWT, karena merasa dirinya lebih baik dari Adam. Maka sejak saat itu, akibat ketidak-patuhannya
syaithan
juga mendapat julukan iblis (jin atau mallak yang tidak patuh), sekaligus diperintahkan turun dari Al-A’raaf dan keluar dari lingkungan surga. Seperti firmanNya dalam Surat Al-A’raaf ayat 13:
“(Allah) berfirman, maka turunlah kamu darinya (dari Al-A’raaf) karena kamu
tidak sepatutnya menyombongkan
diri di dalamnya. Keluarlah! (keluar dari
surga) sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.”
Akibat kesombongan dan
kedurhakaannya, iblis harus menerima
kenyataan untuk turun dari Al-A’raaf
dan keluar dari surga (jannah). Setelah
terusir, ia (iblis) menjadi sakit
hati kepada Adam dan Hawa, ia lalu berjanji dan bertekad akan menggelincirkan
keduanya dari tempat yang tertinggi (Al-A’raaf), mengajak keluar dari tempat yang penuh dengan
kenikmatan (jannah) hingga menjadi makhluk sesat dan pembangkang seperti dirinya. Niat dan
tekad iblis ini pun diizinkan oleh
Allah SWT. yang tidak pernah pilih kasih.
Adam dan Hawa menjalani perintah
Allah SWT. dengan senang hati. Keduanya menjalani hidup bersama di Surga Al-A’raaf tanpa didampingi oleh iblis atau syaithan. Apa pun yang diinginkan selalu dipenuhi, kecuali
mendekati pohon keabadian (syajaratil
khuldi). Tidak diperkenankan
mendekati pohon keabadian, karena sebagai pembatas tidak berupa pagar masif,
namun lebih merupakan pagar transparan yang masih terdapat banyak celah untuk masuknya bisikan iblis atau syaithan.
Bahkan Allah SWT. juga memberikan
jaminan kepada Adam apabila tetap berada di dalam surga, keduanya tidak akan
merasakan kelaparan dan tidak akan merasa telanjang. Seperti firmanNya dalam Surat Thaahaa ayat 118:
“Sungguh, ada (jaminan) untukmu
disana, engkau tidak akan kelaparan
dan tidak akan telanjang.”
Ayat tersebut memberi gambaran
bahwa betapa nikmatnya berada di dalam surga. Seperti yang digambarkan pada saat merasakan
berbagai kenikmatan di dalam surga alam rahim. Dan
dikatakan tidak telanjang, karena masih diselimuti rahim sang ibu, bahkan
selalu penuh kehangatan dan penuh kasih sayang. Demikian juga yang dirasakan
oleh Adam dan Hawa saat berada di dalam surga Al-A’raaf ini. Apapun yang diinginkan selalu dipenuhi Allah SWT.
Keduanya juga tidak merasakan telanjang karena memang masih kecil, masih
kanak-kanak, telanjang dan mandi bersamapun belum muncul rasa malunya, masih
polos atau masih dalam kesucian.
Kenikmatan-kenikmatan yang diperoleh Adam dan Hawa di dalam surga tentu saja mendatangkan
kebahagiaan, kedamaian, dan ketenteraman tersendiri.
Keadaan ini menjadikan iblis semakin
dengki dan iri hati. Atas dasar dengki dan rasa iri hati inilah syaithan selalu mengatur strategi untuk melancarkan tipu dayanya. Syaithan selalu mencoba untuk melakukan
komunikasi dengan Adam dan Hawa melalui celah-celah yang terdapat pada pagar
pembatas, baik dari depan maupun belakang, kanan maupun kiri, sekaligus
membisikkan bujukan-bujukannya. Walaupun bujukannya
masih saja gagal, namun tidak membuatnya putus asa karena syaithan meyakini bahwa
kegagalannya bukan disebabkan oleh kehebatan Adam dan Hawa, melainkan kesucian dan petunjuk Allahlah
yang selalu menjadi benteng pertahanan keduanya. Petunjuk yang datang karena
doa-doa yang selalu dipanjatkan oleh Adam dan Hawa kepada Allah SWT. sebelum
memulai kegiatan. Inilah hal baik yang perlu untuk selalu diingat dan diamalkan
oleh anak cucu Adam dan Hawa agar selamat,yaitu:
mensucikan
hati setiap saat
mengingat
Allah dalam setiap niat
insya Allah
selamat dunia akhirat
5 PERZINAAN ADAM DAN HAWA
SEJALAN dengan bujukan syaithan yang selalu datang setiap saat,
maka Adam dan Hawa pun semakin tumbuh dan berkembang menuju pada ke kedewasaan.
Doa-doa keduanya selalu beriringan dengan petunjuk-petunjukNya, sehingga
menjadi benteng pertahanan yang tak tergoyahkan. Namun setelah Adam dan Hawa
mencapai tingkat kedewasaan yang sempurna (aqil
baligh), yang ditandai dengan mimpi basah dan datang bulan, ternyata ada
yang dilupakan oleh Adam. Yaitu lupa melakukan mandi junub agar dirinya kembali suci, sehingga doa-doa yang dipanjatkan
bagaikan terhalang kabut tebal, menjadikan petunjuk Allah SWT. tidak datang
menyertai dalam kehidupannya. Kelupaan Adam ini dijelaskan melalui firmanNya,
dalam Surat Thaahaa ayat 115:
“Dan sungguh telah Kami pesankan
kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan kami tidak dapati kemauan yang kuat padanya.”
Inilah saat yang ditunggu-tunggu
oleh syaithan, saat di mana Adam dan
Hawa lupa untuk bersuci, sehingga petunjuk Allah tidak dapat datang menyertai
dalam kehidupan keduanya, menjadikan benteng pertahanan melemah, sebaliknya menjadikan bujuk rayu dan tipu daya syaithan semakin kuat dan tajam
menghunjam ke dalam hati. Walaupun dari jarak yang cukup jauh dan hanya melalui
celah-celah pagar pembatas namun bujuk rayu syaithan
ini dapat menembus benteng pertahanan Adam dan Hawa. Benteng pertahanan Adam
dan Hawa pun porak-poranda dan hancur berantakan. Bujuk rayu syaithan ini diterangkan melalui
firmanNya dalam Surat Al-A’raaf ayat 20:
“Kemudian syaithan membisikan pikiran jahat
kepada mereka agar menampakkan aurat
mereka (yang selama ini) tertutup. Dan (syaithan) berkata, Tuhanmu hanya
melarang kamu berdua mendekati pohon ini agar kamu berdua tidak menjadi
malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal dalam surga.”
Ayat ini menggambarkan kecerdikan syaithan dalam merealisasi tekadnya
untuk mengeluarkan Adam dari surga. Syaithan
sudah menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan tipu daya ini, yaitu dengan
perkiraan saat nafsu birahi sedang timbul diantara Adam dan Hawa. Dibujuknya
mereka untuk menanggalkan pakaiannya. Agar
supaya keduanya menampakkan aurat masing-masing. Dengan cara dikagumi
perkembangan bentuk tubuhnya.
Seolah-olah ingin mencontoh bagaimana
cara membentuk tubuh dalam waktu yang relatif sangat singkat. Sambil berkata
bahwa, yang dilarang oleh Allah hanyalah mendekati pohon keabadian. Dengan
radius tertentu dan hanya melalui celah-celah pohon keabadian, syaithan dapat melakukan komunikasi
dengan Adam dan Hawa sambil melancarkan aksi tipu dayanya, yang diperkuat dengan
sumpah-sumpahnya. Seperti firmanNya dalam surat
Al-A’raaf ayat 21 :
“Dan dia (syaithan) bersumpah
kepada keduanya,’ sesungguhnya aku ini benar-benar termasuk para penasehatmu’.”
Dikarenakan benteng pertahanan
sudah tidak ada, serta kerja keras dan kegigihan syaithan, akhirnya Adam dan Hawa pun terbujuk menanggalkan pakaiannya, seperti
firmanNya dalam surat Al-A’raf ayat 22:
Dia
(syaithan) membujuk
mereka dengan tipu daya. Ketika mereka mencicipi
pohon itu, tampaklah oleh mereka auratnya,
maka mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun surga. Tuhan menyeru mereka, ‘Bukankah Aku telah melarang
kamu dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah
musuh yang nyata bagi kamu berdua’.”
Ayat ini menjelaskan
tentang keberhasilan syaithan dalam
membujuk Adam dan Hawa untuk mencicipi pohon. Namun pohon yang dimaksud
bukanlah pohon dalam artian fisik, melainkan sebagai simbol dari runtutan kejadian. Seperti yang kita ketahui bahwa pohon adalah
termasuk tumbuhan yang tumbuh runtut dan
berturutan. Diawali dengan tumbuh akar, kemudian tumbuh batang, dahan, ranting, daun, bunga, hingga sampai pada tumbuh buahnya.
Demikian juga dengan pengertian pohon yang dimaksud dalam ayat ini. Pohon tersebut menggambarkan
kejadian awal hingga ke kejadian akhir. Diawali dengan tumbuhnya komunikasi
antara Adam dan
Hawa dengan syaithan, kemudian diikuti
dengan tumbuhnya bujukan syaithan.
Bujukan inilah yang ditelan atau
dicicipi oleh Adam dan Hawa sehingga berakibat pada keduanya untuk menanggalkan
pakaian. Kemudian Adam dan Hawa-pun
bersama-sama menampakkan auratnya. Sehingga memunculkan
nafsu syahwat yang tidak pada tempatnya. Dan dengan dorongan hawa nafsu syahwat
keduanya, maka mimpi basahpun menjadi kenyataan. Terjadilah PERZINAAN ADAM DAN HAWA.
Inilah dosa atau kesalahan fatal yang telah dilakukan oleh
keduanya. Dosa yang telah disamarkan dengan makan buah Khuldi tersebut nyaris tidak terungkap dari umat ke umat, dari generasi ke generasi berikutnya,bahkan sampai
dengan dituliskannya buku ini.
Fitnah atau
kebenaran?.
Apabila fitnah maka penulis pantas
untuk dihukum cambuk sebanyak delapan puluh kali dan tidak perlu dipercaya untuk
selama – lamanya, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat An-Nuur ayat 4 :
Dan orang-orang yang menuduh perempuan –permpuan yang baik ( berzina ) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang yang fasik.
Namun penulis dalam membeberkan
pemikiran ini sangat yakin bahwa ayat-ayat didalam Al-Qur’an merupakan
kesaksian Allah SWT yang jauh lebih bisa dipertanggung-jawabkan ketimbang
kesaksian empat orang.
Yakinlah kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, seperti
firmanNya dalam surat Ali ‘Imran ayat 60
:
Kebenaran itu
dari Tuhanmu,karena itu janganlah engkau termasuk orang-orang
yang ragu.
Agar supaya para
pembaca yakin seyakin-yakinnya,marilah kita simak kesaksian Allah SWT melalui
firmanNya dalam surat Al-A’raaf ayat 27
:
Wahai anak cucu Adam! Janganlah
sampai kamu tertipu oleh syaithan sebagaimana dia (syaithan) telah mengeluarkan
ibu bapakmu dari surga,dengan menanggalkan
pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya(sehingga
keduanya menerima keburukan akibat keduanya saling memperlihatkan aurat). Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu
dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
menjadikan syaithan-syaithan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.
Ayat tersebut mengingatkan kepada anak cucu Adam, laki-laki dan perempuan yang belum
berstatus suami-istri agar tidak
terbujuk syaithan untuk telanjang
bersama dan saling memperlihatkan
aurat,karena akan mengarah
pada perbuatan buruk dan terlarang untuk didekati (perzinaan), seperti yang telah dilakukan oleh Adam
dan Hawa.
Kesulitan dalam
mengungkap kebenaran dosa Adam dan Hawa ini disebabkan karena salah dalam menafsirkan kata azwaja di dalam dalam Surat Al-Baqarah ayat 35, Surat Al-A’raaf 19 , juga Surat Thaahaa ayat 117, di mana kata azwaja
(pasangan) ditafsirkan sebagai zaujatun (istri). Padahal
pasangan belum tentu suami-istri. Bisa
menjadi suami-istri apabila telah melalui proses pernikahan. Dengan kata lain, suami-istri adalah pasangan (hidup), tetapi pasangan belum tentu suami-istri.
Selain menafsirkan
kata azwaja sebagai istri pada
ketiga ayat tersebut,membantah memang sudah menjadi tabiat dari manusia. Walaupun sudah berulang-ulang diberi penjelasan melalui Al-Qur’an, tetap saja berkeyakinan dengan dasar
keyakinan yang tidak pasti (di luar Al-Qur’an). Hal tersebut
juga dijelaskan melalui firmanNya, dalam Surat Al-Kahfi ayat 54:
Dan sesungguhnya
Kami telah menjelaskan
berulang-ulang kepada manusia dalam
Al-Qur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.
“ Dan sesungguhnya Kami telah
menjelaskan berulang-ulang
kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan
bermacam-macam perumpamaan.
kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan
bermacam-macam perumpamaan.
Tetapi manusia adalah memang yang
paling banyak
membantah “
membantah “
6 ADAM DAN HAWA TURUN DARI SURGA
SEPERTI pepatah yang mengatakan bahwa
penyesalan selalu belakangan memang benar adanya. Sama halnya yang terjadi
dengan Adam-Hawa. Setelah mereka mendapatkan
kepuasan, maka muncullah kesadaran atas apa yang telah dilakukan. Segeralah
mereka memohon ampunan dan berjanji untuk tidak
mengulangi kesalahan yang mereka perbuat dengan TAUBAT NASUHA. Dan Allah benar-benar Maha Penerima taubat, maka
diampunilah kesalahan Adam dan Hawa, seperti firmanNya dalam Surat Al-Baqarah ayat 37:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, lalu Dia pun menerima taubatnya. Sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.”
Yang dimaksud dengan menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya dalam ayat ini adalah ijab kabul antara Adam dan
Hawa, sehingga resmi menjadi suami-istri. Dan saat itu pula Allah SWT. menerima
taubatnya. Namun tetap dengan konsekuensi turun dari Al-A’raaf dan keluar dari surga dan kembali berkumpul dengan jin pembangkang yang disebut iblis atau syaithan yang telah berubah menjadi makhluk jahat.
Adam dan Hawa kembali menjalani
kehidupan dunia ini bersama ruhul qudus
dan juga syaithan. Ruhul qudus selalu membisikkan
pikiran-pikiran baik, sebaliknya syaithan
selalu membisikkan pikiran-pikiran jahat. Ruhul qudus dan syaithan ini bagaikan
musuh dalam selimut yang selalu bersemayam dalam diri Adam dan Hawa. Inilah
awal perselisihan manusia. Syaithan
adalah sumber yang menjadi penyebab munculnya perselisihan diantara Adam dan
Hawa dan juga semua manusia. Walaupun Adam dan Hawa sudah resmi menjadi suami-istri, namun dalam mengarungi rumah tangga masih sering terjadi
perselisihan atau permusuhan. Maka, apabila sesama manusia saling bermusuhan
bahkan saling membunuh, itu hanyalah wujud secara lahiriah saja, karena pada
hakekatnya mereka adalah iblis atau syaithan. Seperti yang diterangkan oleh
Allah SWT. pada saat memerintahkan Adam dan Hawa turun dari Al-A’raaf, melalui firmanNya dalam
Surat Al-A’raaf ayat 24:
“(Allah) berfirman, turunlah kamu! Kamu akan
saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan
kesenanganmu sampai waktu yang telah ditentukan.”
Bersamaan dengan perintah
“turunlah kamu!”, maka Al-A’raaf segera ditiadakan. Pohon keabadian sebagai pembatas
dicabut kembali, ditenggelamkan ke dalam rekahan tanah akibat gempa dalam skala
yang sangat besar, sehingga terjadi
prahara tsunami yang dahsyatnya melebihi tsunami Aceh tahun 2004 atau setara
dengan air bah jaman nabi Nuh, seperti firmanNya dalam surat Ath-Thuur ayat 4, 5, 6, dan 7:
“Demi tempat yang di makmurkan.”
“Demi atap
yang ditinggikan.”
“Demi lautan
yang penuh gelombang.”
“Sungguh, azab Tuhanmu pasti terjadi.”
Keempat ayat tersebut diatas
menerangkan bahwa Semenanjung Sinai yang awalnya berupa daerah
yang dimakmurkan berubah menjadi daerah bencana. Diawali dengan letusan dahsyat
sebuah gunung. Semburan debu dan pasirnya bagaikan atap
hitam yang memayungi semenanjung sinai dan sekitarnya. Ibarat sebuah atap yang
sangat tinggi. Sebagai penjelasan betapa besar letusannya. Letusan tersebut
juga disusul gempa dalam skala besar dan diikuti dengan bencana tsunami.
Memunculkan riak-riak gelombang dilautan
dalam jumlah sangat banyak, yang menjadikan air laut seakan-akan
mendidih. Gelombang laut inilah yang telah
menghancur-luluhkan tempat tertinggi yang pernah dimakmurkan. Azab yang
telah disediakan oleh Allah SWT. pun mereka dapatkan, sebagai balasan perbuatan
buruk Adam dan Hawa. Azab tersebut juga memusnahkan makhluk hidup di daerah
yang lebih rendah, termasuk makhluk yang mengandung, melahirkannya, menyusui,
merawat dan yang membesarkannya. Inilah kezaliman yang dimaksudkan dalam Surat Al-A’raaf ayat 19, selain menzalimi diri
sendiri juga menzalimi makhluk yang lain. Dikarenakan keduanya tidak bisa
mengelola hawa nafsunya dengan baik, bahkan akalnya pun
telah dikuasai dan diperbudak oleh syaithan lewat hawa nafsunya.
“ PERZINAAN ” sebagai dosa Adam dan Hawa inilah yang mengantarkan keduanya ke dunia yang sekarang
ini. Yang kemudian ikut berperan dalam menurunkan manusia di muka bumi secara
turun-temurun hingga akhir zaman.
Sejak saat itu, kejadian semua
manusia setelah Adam dan Hawa lebih
dikenal berasal dari air yang hina, seperti firmanNya dalam Surat As-Sajdah ayat 8:
“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang
hina (air mani).”
Disebut sebagai air yang hina,
karena dilakukan tanpa proses
pernikahan. Bahkan air mani inilah yang menghinakan Adam dan Hawa. Dari manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya (insana
fi ahsani taqwim), sehingga layak tinggal di Al-A’raaf, kemudian harus kembali ke tempat yang serendah-rendahnya
(tsuma radadnaahu asfala safilin)
karena berbuat zina.
Demikianlah gambaran kisah secara
fisik yang dirangkum dari ayat-ayat muhkamat
(ayat yang terang dan tegas, serta mudah dipahami maksudnya) yang terdapat di dalam
Al-Quran, yang dapat melatar-belakangi perzinaan Adam dan Hawa, sebagai dosa
yang sebenarnya. Namun penulis menyadari bahwa tidak ada yang bisa menafsirkan
ayat-ayatNya dengan benar yang sebenar-benarnya benar, kecuali Allah sendiri
mendatangkan kebenaranNya. Maka untuk kebenaran
yang sebenar-benarnya benar, mohon dikembalikan kepada yang Maha Benar (Al-Haq).
7 HIKMAH DI BALIK PERZINAAN
ADAM DAN HAWA
WALAUPUN orang tua Adam dan Hawa dalam memperanakkan
keduanya tidak melalui proses pernikahan, namun Adam dan Hawa tetap tidak bisa
disebut sebagai anak haram (hasil perzinaan). Hal tersebut dikarenakan prosesi
pernikahan hanya diwajibkan bagi manusia, dan kewajiban tersebut untuk yang
pertama kalinya telah dilakukan oleh Adam dan Hawa di bawah naungan salah satu
kalimat Tuhannya (Surat Al-Baqarah ayat 37). Maka, tidaklah pantas apabila kita
menyalahkan Adam dan Hawa melalui paham “dosa bawaan”, karena selain dosa
keduanya telah diampuni, anak Adam dan Hawa pun sudah terlahir dari hubungan
suami-istri yang sah, sehingga terbebas dari predikat “anak haram”. Ambil
hikmahnya dari peristiwa-peristiwa yang dijalani Adam dan Hawa. Hendaklah kita
dapat mengambil pelajaran dari dosa Adam dan Hawa
ini tanpa harus mengalaminya sendiri, sehingga tetap menjadi insana fi ahsani taqwim, selalu
berkesempatan merasakan surga dunia, sekaligus berpeluang besar untuk bisa
tinggal di surga yang kekal dan abadi. Untuk mewujudkan rasa syukur sekaligus
balas budi kepada leluhur, marilah kita selalu mengingat firman Allah
SWT, seperti yang telah disebutkan didepan,yaitu Surat Al-A’raaf ayat 27:
“Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu
tertipu oleh syaithan sebagaimana
halnya dia (syaithan) telah mengeluarkan ibu-bapakmu
dari surga, dengan menanggalkan pakaian-pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya
(sehingga keduanya menerima keburukan akibat keduanya saling memprlihatkan
aurat). Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaithan-syaithan itu pemimpin, bagi orang-orang yang tidak beriman.”
Di dalam ayat tersebut, Allah SWT.
mengingatkan kepada semua manusia keturunan Adam, pasangan laki-laki dan perempuan yang bukan suami-istri, agar tidak
terbujuk syaithan untuk bersama-sama
saling memperlihatkan auratnya, karena dapat mengarah pada perzinaan seperti
yang telah dilakukan oleh Adam dan Hawa.
Dan berkaitan
dengan dosa Adam dan Hawa ini, marilah
tunduk dan patuh pada larangan Allah SWT. seperti yang difirmankan dalam Surat Al-Israa’ayat 32:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh perbuatan keji, dan
suatu jalan yang buruk.”
Zina dikatakan sebagai perbuatan
keji seperti yang telah dikemukakan di bab sebelumnya, bahwa betapa dahsyat
akibat yang ditimbulkan dari perzinaan Adam dan Hawa. Zina juga merupakan jalan
yang buruk karena dapat menimpakan rasa cemas dan sedih pada saat yang
bersamaan, yang lebih dikenal dengan nama musibah.
Bila tidak segera disadari dan
tidak segera melakukan pertaubatan, cepat atau lambat namun pasti, kita akan
mendapat balasan yang setimpal akibat perbuatan buruk kita. Kita bisa
kehilangan harta benda, keluarga atau jiwa, serta segala sesuatu yang bersifat
menyenangkan, seperti yang pernah dimiliki oleh Adam dan Hawa saat bertempat
tinggal di Al-A’raaf. Dengan kata
lain, zina sesungguhnya adalah salah satu jalan menuju musibah.
Ambilah hikmah dari dosa Adam dan Hawa ini. Pencegahan tentu akan menjadi lebih baik. Namun
pencegahan terhadap perbuatan zina dibutuhkan niat, tekad dan tindakan
yang sungguh-sungguh. Seperti yang
dilakukan Yusuf saat dirayu oleh
Zulaikha dalam suasana sepi dan bebas dari pandangan orang. Dengan mengucapkan MA’AADZALLAAH! (aku berlindung kepada
Allah.
PENUTUP
KESIMPULAN
PENUTUP
KESIMPULAN
Lauh MAHFUZ adalah sebuah kitab terpelihara yang ditulis malaikat. Memuat
transformasi gagasan atau ide Tuhan Allah SWT. Sang Pencipta kedalam tulisan.
Berupa kalimat-kalimat sebagai
alternatif pilihan langkah dengan jumlah
yang tak terhingga. Kesemuanya bebas
dipilih dan dijalani oleh semua makhluk hidup ciptaanNya berdasarkan hukum
sebab-akibat (berdasar ketetapan awal atau qadha). Menjadikan hidup adalah
sebuah pilihan yang dapat terjadi
dengan ijinNya (berdasar Ketetapan akhir atau qadar). Secara keseluruhan
menjadi satu kesatuan sebagai sistem yang mengerucut kepada hari akhir. Inilah
yang memandu secara nyata semua peristiwa-peristiwa dan kejadian di jaga raya ini. Termasuk didalamnya adalah
kejadian awal manusia berikut dosanya.
Manusia awal (pertama kali) tidak
terjadi dengan proses seketika. Kejadiannya bertahap dan merupakan evolusi dari
makhluk hidup bersel tunggal yang ditumbuhkan dari bumi, akibat perpaduan tanah
dan air yang kemudian berkembang menjadi pasangan makhluk berakal dengan nama
Adam dan Hawa.
Proses penciptaan Adam dan
Hawapun sama dengan proses penciptaan
Isa dan semua manusia di dunia ini. Terlahir dari rahim sang ibu dan pernah
menjadi makhluk dalam bentuk yang sebaik-baiknya (insana fi ahsani taqwim), sehingga sempat merasakan bertempat
tinggal di surga Al-A’raaf, walau pada akhirnya harus
kembali turun ke tempat yang serendah-rendahnya (tsuma radadnahu asfala safilin), karena keduanya berbuat zina.
SARAN
Alhamdulillah! Walaupun dengan keterbatasan
pemahaman tentang keagamaan, khususnya agama Islam, namun dengan niat dan tekad
akhirnya terwujudlah rangkuman kisah tentang “dosa Adam dan Hawa”, yang selama
ini tersamarkan. Pemahaman tersebut didasarkan pada terjemahan dan tafsir dalam
buku-buku yang tersebut dalam sumber rujukan, juga penafsiran pribadi.
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia (Surat Al-Baqarah
ayat 185), yang terdiri dari 114 surat dan 6236 ayat, secara keseluruhan tentu
merupakan satu kesatuan di mana
satu surat dengan surat lainnya saling memperkuat dan satu ayat dengan ayat
lainnya saling mengikat sebagai sistem. Namun dalam rangka penulisan buku ini,
ternyata sempat
mendapati dua ayat dari dua surat yang keselarasannya sulit untuk dipahami,
yaitu:
Surat Al-Anbiyaa’ ayat 30:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya, dan Kami jadikan sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak
beriman?”
Dengan Surat An-Nuur ayat 45:
Artinya:
“Dan Allah
menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas
perutnya, dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain)
berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh,
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kalimat “Kami jadikan sesuatu yang
hidup berasal dari air” pada Surat Al-Anbiyaa’ ayat 30 di atas dijadikan
sebagai dasar atas penjelasan tentang penciptaan manusia (sebagai sesuatu yang
hidup). Di mana proses penciptaanNya dimulai dari tanah (bahan baku) yang
disiram dengan (dijadikan dengan) air, sehingga muncul makhluk hidup bersel
tunggal yang terus tumbuh secara berangsur-angsur dan menjadi manusia. Atas
dasar pemahaman ini, maka kata “jadikan” pada Surat Al-Anbiyaa’ ayat 30
dianggap tepat dan sangat mendukung. Namun tidak selaras dengan kata “ciptakan” pada Surat An-Nuur ayat 45, dengan alasan bahwa “semua jenis
hewan” juga termasuk dalam “sesuatu yang hidup”.
Namun seiring dengan berjalannya
waktu, ternyata kebingungan dan kebimbangan ini terhapus setelah membaca firmanNya dalam surat
Al-Furqaan ayat 54 :
“Dan
Dia (pula) yang menciptakan manusia dari
air, lalu Dia jadikan keturunannya dari hubungan pernikahan (musaharah) dan
Tuhanmu adalah maha kuasa.”
Dalam ayat tersebut
diterangkan bahwa Allah SWT. menciptakan manusia dari air. Namun yang dimaksud
adalah air mani, yaitu cairan yang membawa sel-sel sperma (benih). Air (mani)
pada ayat tersebut adalah sama dengan air yang dimaksud dalam surat An-Nuur
pada ayat 45 diatas. Bahkan melalui air
(mani) ini pula Allah SWT menciptakan makhluk yang melahirkan Adam dan Hawa,
walaupun pada akhirnya air (mani) ini
mendapatkan sebutan yang berbeda. Air (mani)
yang menjadikan Adam dan Hawa tidak disebut sebagai air hina, sedangkan
air (mani) yang menjadikan keturunan Adam dan Hawa disebut sebagai air yang
hina (As-Sajdah
ayat 8). Perbedaan sebutan ini dikarenakan larangan Allah
tentang perzinaan, (Al-Israa’
ayat 32) hanya berlaku bagi manusia (termasuk Adam dan Hawa), namun tidak
berlaku bagi makhluk yang melahirkan
Adam dan Hawa.
Berkaitan dengan
pengalaman dalam mencoba memahami ayat-ayat muhkamat yang ada di dalam Al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan
Adam dan Hawa, maka sangat disarankan agar supaya selalu membaca berulang-ulang dan mencari tahu tentang
maksud dari firman-firman Allah SWT., sekurang-kurangnya seperti ayat-ayatNya yang telah
disampaikan didepan. Dan jangan terjebak dengan pemahaman-pemahaman yang
bertentangan dengan Al-Qur-an serta belum bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Seperti
halnya proses penciptaan Adam dari tanah
yang terjadi dengan seketika, penciptaan Hawa
dari tulang rusuk Adam, juga Adam seorang nabi yang berdosa karena makan
buah khuldi.
Allah SWT menciptakan
segala sesuatunya tentu tidak ada yang sia-sia, termasuk penciptaan akal
manusia. Untuk itu marilah dengan akal kita dekati firman-firmanNYa, agar
semakin jelas titik sambungnya dan jangan justru menjauh karena mitos-mitos
yang menyesatkan.
Demikianlah semoga
bermanfaat, apabila ada
“perbedaan” penafsiran tentang ayat-ayat
yang di sampaikan, janganlah menimbulkan
perselisihan, apalagi perpecahan. Hendaklah dapat menjadikan pendorong untuk
pendalaman firman-firmanNya, sehingga semakin memperluas wawasan keagamaan
khususnya agama Islam. Amiin !.
SUMBER RUJUKAN
BUKU
Al-Qur’an dan Terjemahan, Hadiah
dari Khadim al Haramain asy syarifain (Pelayanan kedua Tanah Suci) Raja Fahd
ibn al’Aziz Al Sa’ud.
Al-Qur’annulkarim Terjemahan Per-Kata Type Hijaz.
Buku Iqro’, As’ad Human, Cara
Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an (1 s/d 5).
Doa Dalam Al Qur’an Dan Penjelasannya,
Drs. M. Thalib.
Sejarah Hidup Nabi-Nabi, H.Salim
Bahreisy.
Qur’an Karim Dan Terjemahan Artinya (Uii
Press).
INTERNET
www.dunia
astro.blogspot.com,sel manusia
www.eramuslim.com
www.Indonesiaindonesia.com
Hwww.yuwielunet.wordpress.com,palasenta-sumber- kehidupan-janin
www.quranexplorer.com
www.wikipedia
Berbahasa Indonesia, Adam dan Hawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar