”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabuut: 2-3)
Kehidupan dunia secara keseluruhan, baik dan buruknya adalah
fitnah atau ujian bagi manusia. Fitnah yang senantiasa menyertai manusia dalam
hidupnya sampai akhir hayatnya. Tetapi sangat disayangkan sebagian besar umat
manusia tidak mengetahui bahwa kehidupan di dunia ini fitnah. Sebagian
yang lain mengetahui bahwa kehidupan di dunia ini fitnah tetapi kalah oleh
dahsyatnya fitnah itu sendiri. Hanya sebagian kecil saja yang sadar bahwa
kehidupan di dunia ini fitnah, kemudian mereka berhati-hati terhadap fitnah itu
dan ketika lalai atau lupa kembali pada petunjuk Allah.
Bagi orang beriman yang memahami hakikat kehidupan dunia,
tetap belum aman terhadap fitnah, karena syetan selalu mengawasi mereka dan
menggodanya sehingga orang beriman itu, lalai, jatuh dan terkena fitnah dunia
dengan segala macamnya. Begitu juga para da’i yang selalu mengajak manusia untuk
beribadah pada Allah belum aman dari fitnah. Syetan memiliki seribu satu macam
cara untuk memfitnah dan menggoda para da’i sehingga mereka jatuh dan
meninggalkan gelanggang dakwah kemudian memilih kehidupan dan profesi lain
yang lebih santai, aman dan jauh dari dinamika dakwah.
Dan begitu juga para pemimpin umat, muballigh, ustadz dan
tokoh masyarakat belum aman dari fitnah. Fitnah akan menyerang siapa saja dari
manusia selagi mereka hidup di dunia, ada yang berjatuhan terkena fitnah dan
ada juga yang selamat dengan izin Allah. Di akhir zaman ini fitnah akan semakin
dahsyat dan mengerikan. Rasulullah SAW bersabda:
”Segeralah beramal
sebelum terjadinya fitnah-fitnah seperti gelapnya malam. Seorang yang paginya
mukmin sorenya menjadi kafir, dan pada sore hari mukmin dan paginya kafir,
menjual agamanya dengan sedikit dari kekayaan dunia” (HR Muslim)
Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada umatnya agar
berlindung kepada Allah dari berbagai macam fitnah yang membahayakan manusia.
Di antara doa Rasul SAW untuk membentengi fitnah tersebut yaitu: “Jika kalian
membaca tasyahud, maka berlindunglah dari empat hal, yaitu berkata:”Ya Allah
aku berlindung kepada-Mu dari azab Jahanam, dari azab kubur, dari fitnah
kehidupan dan kematian dan dari buruknya fitnah al-Masih ad-Dajjaal” (HR
Muslim)
Makna Fitnah
Fatana Al-Ma’din artinya logam itu dibakar untuk mengetahui
kualitasnya, (29: 2). Fatana Fulanan artinya si Fulan itu disiksa agar berubah
dari sikap atau pendiriannya, (85: 10). Fatanahul Maal dan fatanathul Mar’ah artinya
tergoda dengan harta dan wanita, (8: 28). Fatana fulaanan ’an sya’i artinya
melalaikan atau memalingkan dari sesuatu, (5: 49). Iftatana bil amri artinya
terkena fitnah dengan sesuatu seperti harta, wanita dan lainnya.
Jadi sesuai dengan ungkapan di atas, fitnah menurut para
ahli bahasa bermakna ujian atau cobaan dalam berbagai macam bentuknya. Ada
ujian yang buruk seperti siksaan, kesusahan, penderitaan, penyakit dsb. Ada
ujian dalam bentuk kebaikan seperti harta, wanita, kedudukan, popularitas dsb. Fitnah
juga bermakna kegagalan dari sebuah ujian dan berakibat pada keburukan, seperti
syirik, kejahatan, kemungkaran, kerusakan, perselisihan, saling bunuh, dsb.
Gambaran Fitnah dalam
Al-Qur’an
Al-Qur’an banyak sekali mengungkapkan kata fitnah dengan
berbagai macam maknanya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat, di
antaranya:
”Alif laam miim. Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al-Ankabuut: 1-3)
Manusia dalam menyikapi ajaran para nabi dan rasul ada dua
sikap. Pertama, orang-orang yang mengimani ajarannya, merekalah
orang-orang yang beriman. Dan kedua, orang orang-orang yang mengingkari
ajarannya, mereka termasuk kelompok orang-orang kafir. Ketika manusia
menyatakan keimanannya, maka mereka akan diuji untuk membuktikan bahwa
pernyataan itu benar atau salah. Karena keimanan bukan hanya kata-kata yang
diungkapkan, tetapi keimanan adalah hakikat yang mengandung resiko dan
tanggungjawab, keseriusan yang membutuhkan ketabahan, jihad yang membutuhkan
kesabaran. Oleh karena itu tidak cukup manusia menyatakan beriman sebelum
mendapatkan ujian, cobaan dan tantangan.
Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin
besar juga ujian dan cobaannya. Para nabi adalah orang yang paling besar ujian
dan cobaannya kemudian yang sejenisnya dan seterusnya sesuai kadar keimanan
seseorang.
”Orang yang paling besar
ujiannya adalah para nabi, kemudian yang sejenisnya dan sejenisnya. Seorang
akan diuji sesuai kualitas agamanya. Jika kualitas agamanya kuat maka ujiannya
juga kuat dan jika agamanya lemah, maka diuji sesuai kadar agamanya” (HR Bukhari, Ahmad dan At-Tirmidzi).
Demikian orang-orang yang menyatakan beriman akan
mendapatkan ujian dan cobaan di dunia, sedangkan orang kafir juga akan
mendapatkan ujian dan cobaan. Orang beriman mendapatkan ujian awal di dunia
berupa penderitaan, cobaan, ujian, kesusahan, fitnah dll untuk kemudian
mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan akhir di akhirat. Sedangkan orang-orang
kafir bersenang-senang dan berfoya-foya di awal hidupnya di dunia untuk
kemudian mendapatkan ujian dan siksaan di akhirat. Jadi kedua golongan itu
mendapatkan kesusahan, fitnah dan ujian, orang beriman di dunia dan orang kafir
di akhirat.
Seseorang bertanya pada imam As-Syafi’i, dan berkata:” Wahai
Aba Abdillah, mana yang lebih utama bagi seorang lelaki, mendapatkan kedudukan
atau mendapat ujian?” Berkata imam As-Syafi’i:” Seseorang tidak mungkin akan
mendapat kedudukan sehingga mendapat ujian. Karena sesungguhnya Allah telah
menguji Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as, dan Muhammad saw. Ketika mereka
sabar, maka Allah berikan kemuliaan kepada mereka. Maka jangan menyangka
seorang beriman bebas dari ujian kesusahan. Allah SWT berfirman:
”Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar” (QS Al-Baqarah 155)
Gambaran Fitnah Dalam
Hadits
Hampir di setiap kitab hadits memuat bab tentang Fitnah.
Imam Bukhari, At-Turmudzi dan Ibnu Majah membuat judul dalam kitab
haditsnya Kitabul Fitan, Abu Dawud dan Al-Hakim menyebutnya dengan judul
Kitabul Fitan wal Malaahim( bab fitnah dan huru hara), sedangkan imam Muslim menyebutnya
Kitabul Fitan wa ’Asyraatus Saa’ah (bab fitnah dan tanda-tanda hari kiamat).
Di antara hadits-hadits yang disebutkan dalam shahih Bukhari
tentang fitnah dapat disebutkan:
1. Imam Bukhari mengawali hadits Fitnah dengan menyebut surat
Al-Anfaal 25, agar orang beriman hati-hati terhadap fitnah dan menjauhinya.
2. Fitnah semakin hari semakin berat dan semakin buruk.
3. Harta yang paling bersih di akhir zaman bagi muslim adalah
domba yang digembalakan di hutan dekat gunung dan air hujan.
4. Di antara fitnah di akhir zaman, diangkatnya ilmu,
dominannya kebodohan dan banyaknya pembunuhan.
5. Umat Islam harus bersabar pada pemimpin jamaah Islam
walaupun benci asal tidak menyuruh kepada kemungkaran dan kekafiran.
6. Cara yang baik untuk selamat dari fitnah yaitu komitmen
dengan jamaah Islam.
7. Di masa fitnah dilarang memegang senjata yang membahayakan
umat Islam.
Tokoh sahabat yang paling menguasai masalah fitnah adalah
Hudzaifah bin Al-Yaman. Beliau banyak bertanya tentang keburukan daripada
kebaikan. Hal ini dilakukan agar orang-orang beriman terhindar dari fitnah dan
keburukannya.
Bunyi lengkap hadits adalah:
“Manusia biasa bertanya
pada Rasulullah SAW tentang kebaikan, sedang aku bertanya kepada beliau tentang
kejahatan, karena khawatir akan mengenaiku”. Saya berkata: “Wahai Rasulullah
SAW apakah kami dahulu di masa Jahiliyah dan penuh kejahatan, kemudian Allah
mendatangkan dengan kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini ada
lagi keburukan”. Rasul SAW menjawab:”Ya”. Apakah setelah keburukan itu ada
kebaikan”. Rasul SAW menjawab:”Ya, tetapi ada polusinya”. “Apa polusinya?”
Rasul menjawab:” Kaum yang mengambil hidayah dengan hidayah yang bukan dariku,
engkau kenali dan engkau ingkari”. Saya berkata:” Apakah setelah kebaikan itu
ada keburukan?” Rasul SAW menjawab:” Ya, para penyeru ke neraka jahanam,
barangsiapa yang menyambut mereka ke neraka maka mereka melemparkannya ke dalam
neraka”. Saya berkata:” Ya Rasulullah SAW, terangkan ciri mereka pada kami?”
Rasul SAW menjawab:” (kulit) mereka sama dengan kulit kita, berbicara sesuai
bahasa kita”. Saya berkata:” Apa yang engkau perintahkan padaku jika aku
menjumpai hal itu?” Rasul SAW bersabda:” Komitmen dengan jamaah muslimin dan
imamnya”. Saya berkata:” Jika tidak ada pada mereka jamaah dan imam?” Rasul
menjawab:” tinggalkan semua firqah itu, walaupun engkau harus menggigit akar
pohon sampai menjumpai kematian dan engkau tetap dalam kondisi tersebut” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits lain yang berbicara tentang fitnah yang diriwayatkan
Hudzaifah adalah: Saat itu kami bersama Umar bin Khathab beliau berkata: ”Siapa
di antara kalian yang mendengar Rasulullah SAW menyebutkan tentang
fitnah-fitnah? Berkata di antara mereka: ”Kami mendengarnya”. Berkata Hudzaifah:
”Mungkin yang Antum maksud terfitnahnya seorang lelaki oleh keluarga dan
tetangganya?” Mereka menjawab: ”Benar”. Berkata Hudzaifah:” Fitnah itu
terhapus dengan shalat, puasa dan sedekah, tetapi siapa yang mendengar Nabi SAW menyebutkan
fitnah-fitnah seperti gelombang lautan? “Berkata Hudzaifah:” Maka mereka
terdiam”. Aku berkata:” Aku tahu”. Berkata Umar:” Engkau wahai Hudzaifah!”
Berkata Hudzaifah, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:”
Fitnah-fitnah itu mengenai hati seperti tikar yang menempel secara
terus-menerus” (HR Bukhari dan Muslim)
Fitnah anak, istri, tetangga dan lain-lain berupa mencintai
mereka secara berlebihan, kurang ketaatannya kepada Allah akibat kesibukan
dengan mereka, munculnya sikap kikir akibat kecintaan tersebut. Fitnah anak istri
dapat juga berupa melalaikan hak-hak anak dan istri seperti mendidik mereka,
begitu juga terkait dengan fitnah tetangga. Dan fitnah ini sebagaimana
disebutkan dalam hadits terhapus dengan ibadah shalat, puasa dan sedekah.
Fitnah ini banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, di antaranya:
“Sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. At-taghabuun: 15). Rasulullah SAW bersabda:”
Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar bagi kaum lelaki melebihi
fitnah wanita” (HR Bukhari dan Muslim).
Dikatakan oleh ulama bahwa fitnah anak ada satu dan fitnah
wanita ada dua. Fitnah wanita ada dua yaitu, pertama; wanita menyuruh suaminya
untuk memutus hubungan silaturahim pada ibu dan saudara-saudara suaminya.
Kedua; menyuruh suaminya untuk mencari harta yang halal atau haram.
Sedangkan fitnah anak hanya satu yaitu membuat bapaknya mencari harta yang
halal atau haram.
Dan fitnah lain yang disebut Hudzaifah adalah fitnah yang
besar seperti gelombang lautan yang dapat menghanyutkan siapa saja yang ada di
lautan kehidupan. Dalam hadits lain fitnah ini dapat menyebabkan seorang yang
paginya muslim sorenya menjadi kafir, atau sorenya muslim, paginya menjadi
kafir, mereka menjual agama dengan harta yang sedikit.
Di antara fitnah yang sangat besar adalah fitnah
yang muncul dari para pemuka agama, alim ulama, kyai dan para da’i, jika
mereka sudah terkena fitnah dunia, maka mereka menjual agamanya dengan harta
dunia, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Ulama seperti ini
dalam terminologi Islam disebut Ulama Suu (ulama jahat). Ciri khas mereka
yang utama adalah lebih mencintai dan mengutamakan dunia. Akibatnya mereka
tidak dapat berkata benar dalam mengeluarkan pernyataan dan fatwanya, karena
hukum Allah senantiasa bertentangan dan bertolak belakang dengan syahwat
manusia dan kecintaan mereka terhadap dunia, seperti kecintaan pada harta,
kekuasaan, wanita dll.
Rasulullah SAW bersabda:
”Orang yang paling keras
azabnya di hari kiamat adalah alim, yang Allah tidak memberi manfaat pada
ilmunya” (HR At-Thabrani dan
Al-Baihaqi). Berkata Umar bin Khathab:”Yang paling aku takuti pada umat
ini adalah orang jahat yang pandai berkata (ilmunya tidak sampai pada
hatinya)”. Berkata Ali RA:” Yang paling menjengkelkanku adalah dua orang,
orang berilmu tapi jahat, orang bodoh tapi rajin ibadah. Yang pertama membuat
jauh manusia karena kejahatannya, dan yang kedua menipu manusia karena
ibadahnya.”
Ulama Jahat akan senantiasa melakukan bid’ah untuk
membenarkan kejahatannya. Maka terkumpulah pada mereka sifat
buruk, mengikuti hawa nafsu yang mematikan mata hatinya, sehingga tidak
dapat membedakan antara yang hak dan batil, bahkan memutarbalikkan antara yang
hak dengan batil, sehingga melihat yang hak itu batil dan yang batil itu hak.
Demikianlah kejahatan ulama jika sudah lebih mencintai dunia, syahwat dan hawa
nafsu dari akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-A’raaf 175,176.
Macam-Macam Fitnah
Sebagaimana uraian di
atas, maka secara umum fitnah terbagi menjadi dua, yaitu fitnah kebaikan dan
fitnah keburukan. Allah SWT berfirman:
“Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiyaa: 35).
Fitnah kebaikan biasa disebut juga dengan fitnah dunia dan
bermuara pada tiga hal yaitu harta, tahta dan wanita. Nabi SAW bersabda:
”Sesungguhnya dunia itu
manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian
melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan
hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel
disebabkan wanita” (HR Muslim)
Harta dengan segala macamnya pada dasarnya adalah kenikmatan
yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Dan manusia harus menjadikannya
sebagai sarana ibadah dalam hidupnya. Manusia yang mestinya menjadikan
harta sebagai sarana tetapi mereka menjadikannya tujuan hidup bahkan banyak
yang menghambakan hidupnya pada harta. Sehingga celakalah mereka, harta berubah
menjadi fitnah dan bencana yang merugikan dirinya di dunia maupun akhirat.
Dan bagian fitnah yang harus diwaspadai para da’i dan
pemimpin umat terkait dengan kebaikan adalah popularitas, sanjungan, pujian,
penampilan, kecantikan, pengikut yang banyak, kemenangan dan
sejenisnya. Imam Ahmad bin Hambal RA setelah terbebas dan penyiksaan yang
berat dan dikeluarkan dari penjara, beliau mendapatkan simpati dan sambutan
yang luar biasa dari pengikutnya. Mereka berdatangan untuk belajar, bertanya
dan berguru pada imam Ahmad RA.
Melihat sambutan yang luar biasa dari pengikutnya, imam
Ahmad menangis dan sangat khawatir kalau ini adalah istidraj (fitnah) yang akan
menjatuhkan beliau dari sikap istiqamah.
Sedangkan fitnah keburukan, seperti siksaan sampai ke
tingkat pembunuhan, pengusiran, pemenjaraan, pemboikotan, kemiskinan, penyakit
dll. Demikianlah fitnah terjadi silih berganti yang terjadi pada para nabi dan
orang-orang beriman,
“Apakah kamu mengira
bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS. Al Baqarah: 214)
Dalam konteks pemikiran dan gerakan, muncul beragam
fitnah dan syubhat di bidang gerakan pemikiran sesat dan bid’ah yang menjamur
di tengah masyarakat muslim, seperti JIL (Jaringan Islam Liberal), Ahmadiyah,
Baha’iyah, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), Isa Bugis, Syiah dll. Fitnah
ini muncul karena lemahnya umat Islam terhadap ajaran Islam. Dan jatuhlah
mereka pada pemahaman yang salah dan menyimpang terhadap Islam. Tingkat
penyimpangan gerakan pemikiran berbeda satu sama lain, ada yang sudah sesat dan
keluar dari ajaran Islam, seperti Ahmadiyah, tetapi ada juga yang masih
dapat diajak dialog tentang keislaman.
Dan fitnah yang terbesar dan terberat yang dihadapi oleh
orang-orang beriman adalah fitnah menyebarnya kemusyrikan, kekafiran,
kemungkaran, perselisihan dan perang antara sesama orang
beriman. Fitnah yang pertama muncul setelah wafatnya Rasul SAW,
menyebarnya kemurtadan dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Dan Abu
bakar As-Siddiq berhasil memeranginya. Fitnah pembunuhan terhadap Khulafaur
Rasyidin, Umar, Utsman dan Ali semoga Allah meridhai semuanya. Fitnah antara
imam Ali RA dengan Siti Aisyah RA dalam perang Jamal, antara Ali RA dengan
Muawiyah RA dalam perang Shiffin. Dan para ulama menyebutnya dengan
istilah Fitnah Qubra.
Sikap Para Da’i terhadap
Fitnah
Segala macam fitnah harus disikapi dengan bijak oleh para
da’i sesuai dengan bentuk dan kadar fitnahnya. Ketika para da’i berhasil
mengatasi fitnah yang terjadi di dunia, maka dia akan sukses dan mendapatkan
ganjaran yang besar dari sisi Allah. Sikap pertama yang harus dilakukan oleh
para da’i untuk menghadapi fitnah adalah hati-hati dan waspada (hadzr). Setiap
da’i apapun yang terjadi, baik dan buruknya, senantiasa dalam kondisi diuji.
Kemudian untuk menyikapi segala macam fitnah keburukan para da’i harus
bersabar, bersabar tidak terlibat dalam keburukan dan bersabar atas segala
musibah yang buruk.
Dan menyikapi segala bentuk kemudahan para da’i harus
bersyukur. Rasul SAW bersabda:
”Sungguh menakjubkan
urusan orang beriman, segala urusannya baik dan itu tidak terjadi kecuali orang
beriman. Jika diuji kemudahan, dia bersyukur maka itu baik untuk orang beriman.
Dan jika diuji kesusahan maka dia bersabar, dan itu baik untuk orang beriman” (HR Muslim)
Selanjutnya dalam menyikapi berbagai macam huru hara,
perselisihan dan fitnah antara sesama muslim, maka sikap para da’i harus
tetap komitmen pada jamaah Islam dan tetap taat pada pemimpin selagi tidak
menyuruh pada kemungkaran dan kekafiran.
Fitnah terkait dengan kebatilan dan pemikiran yang sesat
harus dihadapi dengan dakwah dan argumentasi yang kuat sehingga terlihat jelas
antara kebenaran dan kebatilan. Ulama dan para da’i harus menjelaskan kepada
umat antara yang hak dengan yang batil agar mereka tidak menjadi bingung dan
tidak tersesat. Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baiknya jihad
adalah perkataan yang benar pada penguasa yang sesat” (HR Ahmad).
Pada masa kekhalifahan imam Ali RA. Banyak kaum yang keluar
dari jamaahnya dan disebut kelompok Khawarij. Lalu imam Ali RA. Mengirim Ibnu
Abbas RA kepada mereka untuk berdialog seputar agama dan pemahaman Islam, maka
banyak sekali di antara mereka yang sadar dan kembali pada ajaran yang benar.
Begitu juga terhadap kelompok yang mengkultuskan dirinya dari kalangan Syiah,
maka imam Ali RA senantiasa mengarahkan pada pemahaman yang benar dan menolak
segala macam pengkultusan.
Sedangkan untuk menyikapi fitnah kekafiran dan kemusyrikan,
maka umat Islam harus berjihad melawannya. Allah SWT berfirman:
”Dan perangilah mereka,
supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika
mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang
mereka kerjakan” (QS. Al-Anfal: 39).
Seluruh bentuk fitnah harus dilawan oleh umat Islam sehingga
hanya Islamlah yang eksis di muka bumi ini. Wallahu a’lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar