Sewaktu masih sakit, sebelum meninggal, Abu Hurairah, sahabat Nabi yang mulia ini, sempat menangis. Air matanya meleleh, membasahi janggutnya.
Kepadanya ditanyakan, mengapa ia menangis? “Aku tak menangis karena dunia, tetapi karena jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan, dan aku tak tahu ke mana perjalananku ini akan berakhir; ke surga atau neraka?”
Abu Hurairah berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku amat mencintai pertemuan dengan-Mu. Semoga Eng kau juga mencintai pertemuan denganku. Sekiranya Engkau berkenan, kumohon pertemuan ini bisa segera berlangsung.”
Tak lama berselang, Abu Hurairah pun pergi, menghadap Allah, meninggalkan alam yang fana ini. (Ibn Rajab, Jami` al-`Ulum wa al-Hikam).
Abu Hurairah memang istimewa. Ia bersama Nabi SAW hampir sepanjang hayatnya. Karena tidak terlalu sibuk berbisnis, ia banyak belajar dan menimba ilmu dari Nabi, melebihi sahabat lainnya. Tak heran bila ia tergolong sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Tentu, tak ada keberuntungan melebihi orang yang memperoleh petunjuk Tuhan atau pencerahan hati (insyirah al-shadr). Diakui, tak seorang pun mengetahui, siapa yang telah mendapat pencerahan itu. Dalam hadis sahih, Nabi SAW hanya menyebut tiga hal sebagai indikatornya.
Pertama, menjauhkan diri dari tipu daya dunia (al-jafi fi dar al-ghurur). Orang mukmin tidak boleh silau memandang dunia. Dunia, seperti di katakan Ghazali, hanyalah kendaraan. Jangan sampai karena indahnya aksesori kendaraan, tujuan perjalanan (akhirat) menjadi terlupakan.
Kedua, memiliki orientasi ketuhanan (al-inabah ila dar al-khulud). Karena tertipu daya tarik dunia, banyak orang mengalami disorientasi, yaitu gangguan kejiwaan lantaran mempertuhankan harta dan takhta. Akibatnya, tak sedikit dari mereka kehilangan keseimbangan (disharmoni), bahkan kehilangan harapan (hopeless).
Ketiga, memperbanyak bekal sebelum kematian tiba (al-isti`dad qabl al-ma`ad). Bekal itu tak lain adalah iman dan amal saleh. Inilah bekal paling baik dalam perjalanan ini (QS al- Baqarah [2]: 197). Perjalanan manusia di dunia sangat pendek, seperti musafir yang istirahat (ngiyup) sebentar di bawah pohon karena kelelahan untuk selanjutnya meneruskan perjalanan.
Apa yang harus dilakukan dalam kesempatan yang pendek ini?
Menurut Hossein Nasr, manusia harus berkebun di taman kebenaran
(the garden of truth). Ada tiga elemen dalam proyek perkebunan ini, yaitu
Allah, manusia, dan kebajikan (virtues). Proyek ini akan mentransendenkan
manusia dari penghambaan kepada dunia (mundane concern), kepentingan diri
sendiri (selfish desires), dan rasa takut (fears).
Seterusnya, perkebunan ini akan membuat manusia memperoleh hikmah (wisdom), kedamaian, dan hubungan yang makin erat dengan Tuhan, Sang Pemilik kebun, yang akan melimpahkan kebaikan, tak hanya bagi tukang kebun, tapi bagi orang lain.
Abu Hurairah telah melakukan dan memberi contoh dalam soal ini. Kita semua patut meneladaninya. Dengan cara ini, perjalanan panjang menuju akhirat tidak akan berat, malah terasa indah dan menyenangkan.
Seterusnya, perkebunan ini akan membuat manusia memperoleh hikmah (wisdom), kedamaian, dan hubungan yang makin erat dengan Tuhan, Sang Pemilik kebun, yang akan melimpahkan kebaikan, tak hanya bagi tukang kebun, tapi bagi orang lain.
Abu Hurairah telah melakukan dan memberi contoh dalam soal ini. Kita semua patut meneladaninya. Dengan cara ini, perjalanan panjang menuju akhirat tidak akan berat, malah terasa indah dan menyenangkan.
Wallahu a`lam.
Oleh: A Ilyas Ismail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar