Kebahagian itu diciptakan oleh diri sendiri,
bukan oleh orang lain atau keadaan. Sebenarnya bukan orang lain atau keadaan
yang membuat kita bahagia tapi diri kita sendirilah yang bisa menciptakan
kebahagiaan. Coba kita renungkan, di sekeliling kita banyak orang yang kita
pandang bahagia karena memiliki harta yang berlimpah, namun ternyata yang
bersangkutan justru merasa tidak bahagia. Sebaliknya, banyak orang yang
nampaknya dilanda penderitaan namun kenyataannya mereka merasa bahagia.
Setiap keluarga memiliki masalah dan ujian.
Ujian berupa kesenangan maupun kesulitan. Seringkali orang berpikir bahwa ujian
hanyalah berupa penderitaan, padahal banyak keluarga yang justru tidak dapat
bertahan ketika diuji dengan berbagai kenikmatan. Mungkin kita pernah membaca
kisah keluarga yang bisa bertahan ketika dalam kesempitan, namun sebaliknya
justru berantakan ketika mereka dalam kondisi di puncak kesenangan. Kunci
menciptakan kebahagiaan adalah bersyukur dan bersabar.
Bila keluarga dalam kondisi limpahan nikmat,
maka ajak seluruh anggota keluarga untuk bersyukur. Bersyukur meliputi ucapan
dan perbuatan. Ucapkan syukur pada Dia yang telah melimpahkan nikmat. Ucapkan
terima kasih pada manusia-manusia yang telah menghantarkan kita pada nikmat
tersebut, seberapapun kecilnya nikmat atau kebaikan yang mereka berikan.
Tarmidzi meriwayatkan bahwa “Siapa yang tidak pandai bersyukur (berterimakasih)
kepada manusia, berarti ia belum bersyukur kepada Allah SWT”.
Bersyukur
juga ditunjukkan dalam perbuatan yang disukai oleh sang pemberi nikmat. Bohong
bila kita mengaku bersyukur, tapi menggunakan nikmat untuk hal-hal yang
dimurkai oleh pemberi nikmat.
Bila keluarga sedang diuji oleh
ketidaksenangan, maka bersabarlah. Bersabar adalah menerima ketidaksenangan
dengan penuh kesadaran bahwa itulah yang terbaik baginya. Tapi sabar tidak
cukup dengan “nrimo” (menerima). Sabar juga memiliki makna tidak putus asa,
bangkit dari keterpurukan, dan berusaha ke arah yang lebih baik. Ada ikhtiar di
balik kesabaran. Bila ujian berupa sakit, maka sabar akan diikuti dengan
ikhtiar mencari kesembuhan. Bila ujian berupa kesempitan materi, maka sabar
mesti diikuti ikhtiar bekerja. Bila ujian berupa belum mendapat pekerjaan, maka
sabar adalah terus berupaya mencari atau menciptakan pekerjaan.
Demikianlah, bersyukur dan bersabar adalah
kunci menciptakan kebahagian. Semua perkara, baik kenikmatan maupun
kesengsaraan, bisa membuat orang yang pandai bersyukur dan bersabar merasakan
kebahagian. Siapa yang ingin bahagia? Mari, kita belajar bersyukur dan
bersabar.
by
Tidak ada komentar:
Posting Komentar