Suatu fenomena yang kerap terjadi setelah/pasca Ramadhan
berlalu, maka berlalu pula seluruh vaktifitas ibadah kita. Ibadah taraweh yang
setiap hari dilaksanakan ketika bulan Ramadhan, maka diluar bulan Ramadhan
sudah tidak dilaksanakan lagi, karena tidak ada taraweh diluar bulan Ramadhan.
Sehingga sholat malam-nya pun tidak lagi dikerjakan. Termasuk amal-amal ibadah yang
lain, semisal tilawah quran, sodaqoh dan lain-lain juga demikian keadaannya.
Dimana ketika bulan Ramadhan kita gemar membangun-nya namun ketika Ramadhan
berlalu kita meninggalkannya. Masjid sudah mulai terlihat sepi lagi sehingga
fenomenanya seperti sebelum Ramadhan datang. Ibarat seorang wanita yang
memintal benang dan kemudian merusaknya dengan tangannya sendiri.
Dan perlu kiranya kita menjaga ibadah yang sudah kita
bangun di bulan Ramadhan karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban kita.
Kenapa kita perlu memelihara ibadah kita seperti halnya ketika di bulan
Ramadhan? karena kalau tidak maka resikonya seperti halnya pada kebanyakan kaum
muslimin.
Kalaupun kita telah dan/atau akan memelihara ibadah kita
tersebut, paling tidak didasarkan pada 3 alasan berikut ini :
1.
Kita dilahirkan dalam
keadaan fitrah.
Dimana fiitrah yang ada pada masing-masing kita-lah yang
membawa kita untuk memelihara ibadah di bulan Ramadhan. Karena pada dasarnya
fitrah kita sebagai manusia ada 2, sebagaimana pada firman Allah dalam surat
Ash-Shams (91) ayat 8-10 yang artinya:
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Dimana di dalam jiwa kita secara karakter terdapat 2
potensi, yaitu potensi berbuat dosa dan disaat bersamaan
memiliki juga potensi berbuat takwa, dan kedua potensi tersebut
aktif dalam diri masing-masing. Yang artinya bahwa orang-orang yang sudah
terbiasa melakukan perbuatan takwa semisal akrab dengan masjid, senantiasa
tilawah al quran dll tetap saja orang tersebut masih memiliki potensi untuk
berbuat dosa, maka berhati-hatilah. Demikian halnya sebaliknya, orang-orang
yang terbiasa berbuat dosa, maka jangan putus asa karena potensi berbuat takwa
masih ada di dalam dirinya. Semisal halnya sebuah ungkapan “Ada ustad
bekas preman” karena memang potensi takwa itu masih ada diantara
orang-orang yang berbuat dosa.
Sehingga ketika kita berbuat dosa/kesalahan sekali saja
dan kemudian tidak mendisiplinkan diri kita, maka bisa jadi dikemudian hari
kesalahan/dosa itu terulang lagi. Jika secara terus menerus kesalahan/dosa itu
kita lakukan, pada dasarnya juga merupakan karakter dari fitrah kita. Jadi
janganlah heran dengan orang yang gemar maksiat. Dimana ketika awal berbuat
maksiat, dia tidak mendisiplinkan dirinya untuk kembali ke jalan yang benar.
Ada sebuah ungkapan dimana ketika seseorang ketika kali
pertama melakukan perbuatan mencuri maka dia akan “gelisah dan tidak
bisa tidur”, dia merasakan pertentangan dengan karakter fitah-nya. Ketika
mencuri yang kali kedua, orang tersebut “gelisah tapi bisa tidur”.
Pada ssat mencuri yang ketiga kalinya dia “tidak gelisah dan bisa
tidur”. Sehingga pada tingakatan tertentu jika dia tidak mencuri maka akan
merasa “gelisah dan tidak bisa tidur”
Demikianlah pada firman Allah swt dalam suart Al Baqorah
ayat 10 yang artinya “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah
Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta.”
Sampai Allah katakan dalam ayat Al Baqarah ayat 7 yang
artinya
“Allah telah mengunci-mati hati dan
pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup . Dan bagi mereka siksa yang
amat berat”
Berawal dari yang demikian inilah maka seyogya-nya kita
mengarahkan/mendisiplinkan diri kita kepada ketakwaan
2.
Setiap kita tidak terlepas
dari perbuatan dosa tanpa terkecuali.
Bahkan sekecil apapun perbuatan dosa itu, bisa dari mata,
telinga, lisan, tangan, kaki maupun hati kita. Oleh karena-nya konsep orang
muttaqin adalah bukan-nya orang yang tidak mempunyai dosa/kesalahan. Namun
dimana di dalam Al Quran dikatakan bahwa orang muttaqin manakala berbuat
salah/dosa maka yang dilakukan kemudian adalah ingat Allah, lalu kemudian tanpa
menunda lagi minta ampun kepada Alaah swt dan kemudian dia tidak mengulangi
lagi perbuatan dosa tersebut.
3.
Kekuatan setan.
Dimana terdapat permusuhan setan secara terus menerus
kepada kita. Karena setan mengajak kita ke hal hal yang jelek dan keji. Maka
untuk menanggulangi tipu daya setan hendaklan senantiasa berlindung kepada
Allah swt. Sebagaimana dicantumkan dalam Al Qur’an surat Az Zkhruf 36:
“Barang siapa yang berpaling dari dzikir
kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka
setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. Maka pilihan kita cuma 2, yaitu disibukkan dengan Allah
swt atau sibuk dengan setan. Sedangkan dalam surat Al Mujadalah ayat 19 Alah
berfirman, artinya: “Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan itu telah
menjadikan mereka lupa kepada menyebut Allah”
Ada beberapa hal penting untuk menjaga nilai-nilai
kebajikan yang kita bangun di bulan ramadhan, yaitu :
1.
Membangun semangat untuk
terus menuntut ilmu/belajar.
Hal ini penting agar yang kita lakukan memiliki dasar.
Oleh karena itu untuk mengokohkan dan mengistiqomahkan apa yang kita bangun
layaknya di bulan Ramadhan memang tidak ada jalan lain kecuali memperbaharui
terus ilmu yang kita punya. Tradisi belajar mengajar harus terus dibangun.
2.
Meningkatkan/menjaga
nilai-nilai keimanan.
Yakni memelihara pesan-pesan keimanan di bulan Ramadhan,
paling tidak adalah perasaan senantiasa diawasi oleh Allah swt. Hal ini yang
seharusnya selalu ada dan tidak boleh hilang. Dengan demikian paling tidak hal
tersebut dapat mencegah kita melakukan perbuatan-perbuatan dosa/keji.
3.
Harus bisa berani
meninggalkan lingkungan yang jelek/buruk.
Karena pada dasarnya tidak akan tumbuh keimanan pada
lingkungan yang buruk. Sehingga kita harus pintar-pintar mencari teman.
Demikian sebaliknya kita harus berani bergaul dengan orang-orang yang saleh dan
meninggalkna lingkungan yang buruk. Kalaupun kita bergaul dengan lingkungan
yang buruk hendaknya kita niatkan untuk memperbaikinya. Namun jika tidak
sanggup hendaknya meninggalkan lingkungan tersebut.
4.
Biasakan untuk melakukan
amal/sadaqoh
walaupun nilainya kecil dan jangan ditunda-tunda kalau
kita bisa lakukan sekarang juga. Bersegeralah dan berlomba-lomba dalam beramal.
Sumber:
http://kajiankantor.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar