Ingatlah puasa itu memiliki
keistimewaan dibanding amalan lainnya. Amalan lainnya akan kembali untuk
manusia yaitu dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga lebih dari itu. Namun
tidak untuk amalan puasa. Amalan tersebut, Allah khususkan untuk diri-Nya.
Sehingga pahala puasa pun bisa tak terhingga pahalanya.
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ
الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ
وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ
وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ
مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap
amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku.
Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat
dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika
berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927
dan Muslim no. 1151)
Pahala Puasa yang Tak Terhingga
Setiap amalan akan
dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal.
Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan
seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh karena itu,
amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada
batasan bilangan.
Kenapa bisa demikian? Ibnu
Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, ”Karena orang yang
menjalani puasa berarti menjalani kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang
bersabar, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az Zumar: 10)
Sabar itu ada tiga macam
yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam
meninggalkan yang haram dan (3) sabar dalam menghadapi takdir yang terasa
menyakitkan. Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan
puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melakukan ketaatan. Di
dalamnya ada pula menjauhi hal-hal yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa
seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri
dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa
meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.
Amalan Puasa Khusus untuk Allah
Dalam riwayat lain
dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali
puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”. Riwayat ini menunjukkan bahwa
setiap amalan manusia adalah untuknya. Sedangkan amalan puasa, Allah khususkan
untuk diri-Nya. Allah menyandarkan amalan tersebut untuk-Nya.
Kenapa Allah bisa
menyandarkan amalan puasa untuk-Nya?
Pertama, karena di dalam
puasa, seseorang meninggalkan berbagai kesenangan dan berbagai syahwat. Hal ini
tidak didapati dalam amalan lainnya. Dalam ibadah ihram, memang ada perintah
meninggalkan jima’ (berhubungan badan dengan istri) dan meninggalkan berbagai
harum-haruman. Namun bentuk kesenangan lain dalam ibadah ihram tidak
ditinggalkan. Begitu pula dengan ibadah shalat. Dalam shalat memang kita
dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu terjadi dalam waktu yang
singkat. Bahkan ketika hendak shalat, jika makanan telah dihidangkan dan kita
merasa butuh pada makanan tersebut, kita dianjurkan untuk menyantap makanan
tadi dan boleh menunda shalat ketika dalam
kondisi seperti itu.
Jadi dalam amalan puasa
terdapat bentuk meninggalkan berbagai macam syahwat yang tidak kita jumpai pada
amalan lainnya. Jika seseorang telah melakukan ini semua –seperti
meninggalkan hubungan badan dengan istri dan meninggalkan makan-minum
ketika puasa-, dan dia meninggalkan itu semua karena Allah, padahal tidak ada
yang memperhatikan apa yang dia lakukan tersebut selain Allah, maka ini
menunjukkan benarnya iman orang yang melakukan semacam ini. Itulah yang
dikatakan oleh Ibnu Rajab, “Inilah yang menunjukkan
benarnya iman orang tersebut.” Orang yang melakukan puasa seperti itu
selalu menyadari bahwa dia berada dalam pengawasan Allah meskipun dia berada
sendirian. Dia telah mengharamkan melakukan berbagai macam syahwat yang dia
sukai. Dia lebih suka mentaati Rabbnya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya karena takut pada siksaan dan selalu mengharap ganjaran-Nya.
Sebagian salaf mengatakan,
“Beruntunglah orang yang
meninggalkan syahwat yang ada di hadapannya karena mengharap janji Rabbnya yang tidak nampak di hadapannya”.
Oleh karena itu,
Allah membalas orang yang melakukan puasa seperti ini dan Dia pun mengkhususkan
amalan puasa tersebut untuk-Nya dibanding amalan-amalan lainnya.
Kedua, puasa adalah rahasia
antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang
mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Allah saja yang
mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan berbagai
syahwat. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji
orang lain).” Dari dua alasan inilah, Allah menyandarkan amalan
puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya.
Dua Kebahagiaan yang Diraih …
Dalam hadits di atas dikatakan, “Bagi orang yang berpuasa akan
mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan
kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.”
Kebahagiaan pertama adalah
ketika seseorang berbuka puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat
hiburan dari hal-hal yang dia rasakan tidak menyenangkan ketika berpuasa, yaitu
jiwa sangat senang menjumpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika
seseorang dilarang dari berbagai macam syahwat ketika berpuasa, dia akan merasa
senang jika hal tersebut diperbolehkan lagi.
Kebahagiaan kedua adalah
ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala
amalan puasa yang dia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar
yang sangat dia butuhkan.
Bau Mulut Orang yang Berpuasa …
Ganjaran bagi orang yang
berpuasa yang disebutkan pula dalam hadits di atas, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah
daripada bau minyak kasturi.”
Seperti kita tahu bersama
bahwa bau mulut orang yang berpuasa apalagi di siang hari sungguh tidak
mengenakkan. Namun bau mulut seperti ini adalah bau yang menyenangkan di sisi
Allah karena bau ini dihasilkan dari amalan ketaatan dank arena mengharap ridho
Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid pada hari kiamat nanti,
warnanya adalah warna darah, namun baunya adalah bau minyak kasturi.
Harumnya bau mulut orang
yang berpuasa di sisi Allah ini ada dua sebab:
1. Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah di
dunia. Ketika di akhirat, Allah pun menampakkan amalan puasa ini sehingga
makhluk pun tahu bahwa dia adalah orang yang gemar berpuasa. Allah
memberitahukan amalan puasa yang dia lakukan di hadapan manusia lainnya karena
dulu di dunia, dia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang
lain. Inilah bau mulut yang harum yang dinampakkan oleh Allah di hari kiamat
nanti karena amalan rahasia yang dia lakukan.
2. Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah,
selalu mengharap ridho Allah di dunia melalui amalan yang dia lakukan, lalu
muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak terasa enak bagi jiwa di dunia,
maka bekas seperti ini tidaklah dibenci di sisi Allah. Bahkan bekas tersebut
adalah sesuatu yang Allah cintai dan baik di sisi-Nya. Hal ini dikarenakan bekas
yang tidak terasa enak tersebut muncul karena melakukan ketaatan dan
mengharap ridho Allah. Oleh karena itu, Allah pun membalasnya dengan memberikan
bau harum pada mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk, walaupun bau
tersebut tidak terasa enak di sisi makluk ketika di dunia.
Inilah yang akan diraih
oleh seorang hamba yang melaksanakan amalan puasa yang wajib di bulan Ramadhan maupun amalan puasa yang sunnah dengan dilandasi keikhlasan dan selalu mengharap
ridho Allah.
Referensi: Lathoif Al Ma’arif fii Maa
Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al
Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H, hal. 268-290.
—
Di pagi hari, 6 Ramadhan 1434 H @ Pesantren
Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I.
Yogyakarta
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Kajian Ramadhan 4: Pahala Puasa untuk Allah — Muslim.Or.Id'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar