Setiap ibadah mengandung hikmah, kerahasiaan dan tujuan, sebab semua ibadah meniscayakan manfaat fisik dan jiwa, keihlasan hati, perbaikan perilaku, dan manfaat bagi kehidupan. Jiwa manusia seringkali terpaku pada fenomena dan lupa pada tujuan.
Inilah jiwa yang lupa dan dilupakan oleh setan akan tujuan, sehingga sibuk dengan fenomena dan kehilangan tujuan.
Jiwa macam ini memerlukan penenang guna membersihkan dan mensucikannya dari kelupaan. Dan fungsi pembersihan tersebut ada pada i'tikaf, yang intinya menyucikan isi hati dari sifat-sifat negatif, mengevaluasinya untuk tidak bersemayam di relung hati, menghadirkan kemuliaan dan keagungan Tuhan, mengisi hati dengan berbagai sifat kebajikan.
Inilah reposisi jiwa untuk meletakkan hati pada relnya yang benar, menyemaikannya dengan aneka kebajikan dan meletakkan mesin evaluasi yang bekerja sepanjang hayat agar jiwa dapat bertanya: "Kemana kita menuju, kepada Tuhan atau penciptaan?" Kalau kepada penciptaan, maka di alam kubur nanti pertanyaan malaikat bukan "Siapa engkau?", "dari mana datangmu?", dan "siapa yang mengenalmu?", melainkan "siapa Tuhanmu?", "siapa nabimu?", dan "apa agamamu?".
Inilah kisaran hati orang-orang yang beriktikaf yang mengembalikan posisinya pada awal penciptaan manusia dan penyadaran bahwa pada hakekatnya semua makhluk tunduk dan bertasbih kepada-Nya. (QS. Ar-Ruum: 26). Dunia adalah fenomena yang sering membuat lupa hati manusia hingga saat sakaratul maut tiba. Tanpa fase sakaratul maut, dunia mampu melupakan fitrah manusia yang tunduk dan bertasbih kepada Allah SWT, sama dengan fitrah alam semesta lainnya.
Membersihkan hati dengan perenungan akal dan hati dan menyucikan jiwa dengan ilmu, zikir dan ketaatan telah menjadi tradisi Rasulullah SAW pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dari Aisyah RA bahwasanya Rasulullah SAW melakukan I'tikaf pada sepuluh hari Ramadhan hingga beliau wafat. (HR. Bukhari-Muslim). Bahkan kegiatan serupa yang dikenal dengan Khalwah (Tahanuts) telah beliau lakukan di gua Hira sebelum diangkat sebagai Rasul.
Keuntungan beriktikaf sebagaimana dikemukakan Dr. Khalid Abdul Kareem antara lain:
1. Iktikaf yang benar akan memberikan perbaikan dan buah di hati serta menumbuhkan sifat ikhlas dan penyucian jiwa. Hal tersebut karena inti dari semua perbuatan terletak di hati dan hati yang baik akan membuahkan perbuatan yang baik pula. Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam fisik manusia terdapat sekerat daging, jika baik (keratan itu) maka baiklah fisik secara keseluruhannya, dan jika buruk (keratan itu) maka buruklah semuanya. Ketahuilah bahwa (sekerat daging tersebut) adalah hati." (HR. Bukhari-Muslim).
2. Mereka yang beriktikaf di akhir Ramadhan adalah orang-orang yang mencari Lailatul Qadr dan jika pencarian itu lengkap sepuluh hari terakhir, maka Allah SWT akan memberikan ampunan atas-dosa-dosanya.
3. Orang-orang yang beriktikaf adalah pribadi-pribadi yang menghidupkan sunah Rasul SAW dan barang siapa menghidupkan sunahnya maka mereka menjadi pribadi yang dicintai Allah dan Rasul-Nya yang balasannya adalah ampunan dan surga. Allah SWT berfirman: "Katakan (Muhammad)!, Jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian." (QS. Ali Imrah: 31).
4. Dengan beri'tikaf, seseorang telah memelihara diri dari kelupaan kepada Allah; menjaga diri dari perbuatan haram; menjauhkan panca indera dari perbuatan dosa dan maksiyat. Semua itu merupakan hakekat peribadatan dan ketundukan kepada Allah SWT.
Semoga Allah SWT menjadikan Iktikaf kita di akhir Ramadhan sebagai Iktikaf yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW sehingga membuahkan perubahan kebaikan secara pribadi maupun sosial. Wallahu A'lam.
Dr Muhammad
Hariyadi MA
*****************************************
Catatan :
Catatan :
Ramadhan oh Ramadhan, bulan penuh kemenangan.
Sesungguhnya Engkau tahu, bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cintaMu
Bertemu dalam keta'atan bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan
Maka kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya
Tunujukilah jalan-jalannya
Terangilah dengan cahyaMu yang tiada pernah padam
Ya Robbi, bimbinglah kami
Dari sini semoga aku mampu meng-up grade kualitas
ibadah, dan kuantitas dzikrullah. Menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pelatihan adalah sangat tepat, karena bulan langka yang hanya hadir sekali
dalam setahun ini cukup memberikan ruang bagi setiap kita untuk memperbanyak
intensitas ibadah, menghadiri majelis-majlelis ilmu, pengajian, dan berbagai
media elektronik yang mengusung tema relligius Ramadhan semakin mempermudah
kita untuk memperkaya tsaqofah dan meningkatkan kemantapan spiritualitas
ruhiyah. Namun, jangan hanya berhenti sampai disini! Masih teramat panjang kita
kan lalui hari di bulan-bulan yang lain (jika Allah masih memberikan usia).
Dari Ibnu Masud dia mendengar Rasulullah saw
bersabda,
“لو يعلم العباد ما في رمضان لتمنت أمتي أن تكون
السنة كلها رمضان”
“Seandainya hamba mengetahui keutamaan dan
kelebihan Ramadhan, niscaya mereka akan berharap sepanjang tahun adalah
Ramadhan”
(HR. Abu Ya’la, dalam sanadnya ada Jarir bin
Ayub yang dlaif).
Sebab memang tidak bisa pungkiri bahwa puasa
adalah sarana paling efektif membentuk watak, mental, pola pikir dan perilaku
bertakwa.
Apa yang kita dapat dan kita lakukan pada bulan Ramadhan ini sudah
seharusnya dilestarikan, dijaga pengamalannya sehingga selalu ada nuansa Ramadhan
di sepanjang tahun. Jika di sana sini banyak godaan itu wajar, karena
di bulan lain suasana yang ada di lingkungan sekitar kita tidak cukup
mensupport dan manajemen waktunya pun berbeda. Terlalu lenggang saat Ramadhan
karena kondisi kebanyakan orang berpuasa pada sianng hari, dan beristirahat,
atau paling tidak jam kerja dikurangi, sedangkan saat hari-hari biasa semua
kembali pada kebiasaannya, dengan jam kerja tinggi, padat, dan full agenda.
Alhasil hanya sedikit orang yang masih mampu istiqomah mengerjakan
amalan-amalan sunnah yang sebelumnya menjadi kebiasaan pada bulan Ramadhan.
Ada sebagian
manusia yang memiliki spirit dan semangat beragama di atas rata-rata
kebanyakan. Bagi mereka ini, Allah memberikan peluang untuk tetap menempa
jiwanya dengan berbagai amalan sunnah di luar Ramadhan. Dari shalat malam,
puasa sunnah, hingga infak dan lain-lain.
Semoga Ramadhan
tidak hanya datang dan pergi, tapi mampu benar-benar mencetak manusia bertakwa;
menunaikan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, dimanapun dan kapapun.
Semoga Allah menjaga keistiqomahan kita.
Wallahu a’lam bisshowab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar