Jika kita teliti
perilaku hidup Rasul Saw. dan para Sahabat di bulan Ramadhan, kita menemukan
berbagai keajaiban. Di antaranya ialah, saat memasuki 10 hari terakhir Ramadhan
mereka habiskan waktunya di Masjid untuk melakukan I’tikaf. Apa yang mereka
lakukan sangat kontras dengan apa yang terjadi pada umat Islam saat ini. 10
hari terakhir Ramadhan mereka habiskan di pasar, tempat kerja, di pabrik,
kunjungan ke daerah dan sebagainya.
Menurut presepsi dan perilaku
kebanyakan masyarakat Muslim saat ini, 10 hari terakhir Ramadhan itu adalah
kesempatan berbelanja untuk mempersiapkan keperluan lebaran dan pulang kampung,
kendati mengakibatkan harga-harga semua barang naik dan melambung. Anehnya,
mereka tetap semangat berbelanja. Sebab itu, mereka meninggalkan masjid-masjid
di malam hari dan tumpah ruah ke tempat-tempat perbelanjaan sejak dari yang
tradisional sampai ke mall-mall moderen.
Lalu apa yang terjadi? Berbagai
syahwat cinta dunia tidak berhasil dikendalikan, dan bahkan cenderung
dimanjakan di bulan yang seharusnya dikendalikan. Pada waktu yang sama,
semangat beramal ibadahpun tidak terbangun dengan baik sehingga kehilangan
banyak momentum dan keistimewaan yang dijanjikan Allah dan Rasulnya.
Mari
kita renungkan janji Allah yang bernama Lailatul Qadr yang nilainya lebih baik
dari 1.000 bulan. Kalau masih belum tertarik juga, janji siapa lagi yang kita
yakini? Jika kita tertarik kepada janji Allah yang sangat luar biasa itu, mari
kita kejar sekuat tenaga dan upaya di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan
dengan cara beri’tikaf di dalamnya secara penuh seperti yang dicontohkan Rasul
Saw.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَيَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu, ia berkata : Sesungguhnya Nabi Saw. I’tikaf pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan. (HR. Imam Bukhari).
Imam Muslim meriwayatkan :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَالْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang shaum (melakukan
puasa / manajemen syahwat) di bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh
pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan
dosanya yang lalu. Siapa yang Qiyam (beribadah) di malam lailatul qadr didasari
iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha
Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.
Jadi, tidak ada alasan kita untuk tidak
bisa I’tikaf 10 hari terakhir Ramadhan, karena 10 hari itulah umur kita yang
paling mahal nilainya. Ampunan semua dosa yang kita lakukan dan bernilai lebih
baik dari 1.000 bulan atau sekitar 83 tahun. Allah menjelaskan :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌمِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4)سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam qadr
(kemuliaan) (1) Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? (2) Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan (3) Pada malam itu turun malaikat-malaikat
dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan (4)Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar (5). {QS. Al-Qadr (97) : 1 – 5 }
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Majah bahwa Rasul Saw. beri’tikaf 10 hari terakhir
Ramadhan. Pada tahun terakhir berjumpa Ramadhan, Beliau i’tikaf selama 20 hari.
Kebiasaan I’tikaf ini diteruskan oleh para Sahabat dan istri-istrinya setelah
peninggalan Beliau.
Pertanyaannya adalah : Bukankah
Rasulullah orang yang paling sibuk berdakwah, berjihad dan mengurusi umatnya?
Bukankah para Sahabat orang yang paling giat berdakwah dan berjihad di
jalan Allah? Lalu, kenapa mereka bisa melaksanakan i’tikaf pada 10 hari
terakhir Ramadhan? Jawabanya ialah : itulah jalan yang harus ditempuh sebagai
bagian dari sistem Allah yang menyampaikan hamba-Nya ke tingkat taqwa, tak
terkecuali Rasulullah dan para Sahabatnya. Lalu bagaimana dengan kita? Sudah
pasti jalannya sama jika menginginkan sampai ke peringkat yang sama (taqwa)
pula.
Pola penerapan I’tikaf seperti yang
dijelaskan di atas adalah ajaran Rasul Saw. Rasullah dan para Sahabatnya
berhasil menerapkan dalam kehidupan mereka. Sebab itu mereka dijamin Allah
meraih kebahagian dan kemenangan di dunia dan akhirat.
Kendati Rasulullah tidak bersama kita,
namun dengan mukjizat Al-Qur’an dan ibadah Ramadhan yang selalu mengunjungi
kita setiap tahun, insya Allah kita bisa meraih derajat taqwa seperti halnya
para sahabat Rasul Saw. Karena, semua ibadah Ramadhan adalah mukjizat yang
dapat kita rasakan dalam kehidupan nyata. Amin…
Oleh : Fatuddin
Jaffar MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar