Senin, 12 September 2011

Lima Cara Memperlakukan Hati

Hati memiliki kedudukan yang sangat penting. Baik dan buruknya seseorang sangat tergantung pada bagaimana keadaan hatinya, bila hatinya baik, maka baiklah orang itu dan bila hatinya buruk, buruklah orang itu. Rasulullah saw bersabda:

“Ingatlah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah anggota tubuh dan apabila ia buruk, buruk pulalah tubuh manusia. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu hati harus kita perlakukan dengan baik dalam kehidupan ini. Paling tidak ada empat hal yang harus kita perlakukan terhadap hati kita masing-masing.

1. Dibuka


Hati harus dibuka dan jangan sampai kita tutup. Yang menutup hati biasanya orang-orang kafir sehingga peringatan dan petunjuk tidak bisa masuk ke dalam hatinya, Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat” (QS Al-Baqarah [2]:6-7)

Karena itu ketika Umar bin Khattab menutup hatinya dari petunjuk ia menjadi kafir bahkan sangat membenci Rasulullah saw hingga bermaksud membunuhnya, namun ketika hati sudah dibuka dengan mudah petunjuk bisa masuk ke dalam hatinya yang membuatnya tidak hanya beriman tapi amat mencintai Rasulullah saw.

Hal yang amat berbahaya bila hati tertutup selain petunjuk dan nasihat tidak bisa masuk, keburukan yang ada di dalam hati juga tidak bisa keluar sehingga meskipun kita tahu bahwa itu buruk amat sulit bagi kita untuk mengeluarkan atau membuangnya.

Ibarat ruangan, bila kita buka pintu dan jendelanya, maka udara kotor bisa keluar dan udara bersih bisa masuk sehingga akan kita rasakan kesegaran jiwa. Berbagai bencana yang kita nilai dahsyat dalam kehidupan kita di dunia ini bisa kita pahami sebagai bentuk upaya menggedor hati manusia agar mau membukanya dan mengakui kebesaran Allah swt, namun ternyata hati yang tertutup rapat tetap saja tidak terbuka, mereka hanya mengatakan hal itu sebagai fenomena alam.

2. Dibersihkan.


Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bemilai dosa, padahal dosa seharusnya dibenci.

Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat sehingga ia menjadi bersih kembali, Rasulullah saw bersabda: “Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak menyandang dosa” (HR. Thabrani).

Hati yang bersih akan membuat seseorang menjadi sangat sensitif terhadap dosa, karena dosa adalah kotoran “Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS Asy Syu’araa [26]:87-89).

3. Dilembutkan


Kelembutan hati merupakan sesuatu yang amat penting untuk dimiliki, hal ini karena dengan hati yang lembut, hubungan dengan orang lain akan berlangsung dengan baik dan ia mudah menerima nilai-nilai kebenaran.

Kelembutan hati akan membuat kita meman-dang dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang sehingga bila ada orang lain mengalami kesulitan hidup, ingin rasanya kita mengatasi persoalan hidupnya, ketika kita melihat orang susah, ingin sekali kita mudahkan, tegasnya kelembutan hati menjauhkan kita dari rasa benci kepada orang lain meskipun ia orang yang tidak baik, karena kitapun ingin memperbaiki orang yang belum baik.

Untuk bisa melembutkan hati, seorang muslim bisa melakukannya dengan banyak cara, diantaranya menyayangi anak yatim dan orang-orang miskin. Dalam satu hadits disebutkan:

“Seorang lelaki pernah datang kepada Rasulullah saw seraya melaporkan kekerasan hatinya, maka beliau menasihatinya: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makanan kepada orang miskin’ ” (HR. Ahmad).

Karena itu, amat disayangkan bila ada orang yang hatinya keras bagaikan batu sehingga sulit untuk diberi nasihat dan peringatan sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil seperti yang disebutkan Allah swt dalam firman-Nya:

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:74).

4. Disehatkan


Jasmani yang sehat membuat kita memiliki gairah dan semangat dalam menjalani kehidupan dan makanan yang lezat bisa kita nikmati. Namun bila jasmani sakit tidak ada gairah hidup dan makanan yang enaktidak antusias bagi kita untuk memakannya dan bila kita makanpun tidak kita rasakan kelezatannya.

Begitu pula halnya dengan hati, bila hati sakit kita tidak suka pada kebaikan dan kebenaran. Islam merupakan agama yang nikmat, namun bagi orang yang hatinya sakit tidak dirasakan kenikamatan menjalankan ajaran Islam kecuali sekadar menggugurkan kewajiban.

Hati yang sakit biasanya dimiliki oleh orang munafik, mereka nyatakan beriman tapi sekadar dilisan, mereka laksanakan kebaikan termasuk shalat tapi maksudnya adalah mendapatkan pujian orang, karena itu tidak mereka rasakan nikmatnya beribadah dan berbuat baik.

Allah swt berfirman: Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yangberiman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orangyang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinyasendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS Al Baqarah [2]:8-10)

Karena itu, orang munafik akan mengalami penyesalan yang amat dalam disebabkan keburukan yang mereka sembunyikan di dalam hatinya, Allah swt berfirman: Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS Al Maidah [5]:52)

5. Ditajamkan


Hati harus kita asah hingga menjadi seperti pisau yang tajam. Pisau yang tajam akan mudah memotong dan membelah sesuatu. Bila hati kita tajam akan mudah pula membedakan mana haq dan mana yang bathil, bahkan perintahpun tidak selalu harus disampaikan dengan kalimat perintah, dengan bahasa isyarat saja sudah cukup dipahami kalau hal itu merupakan perintah yang harus dilaksanakan.

Nabi Ibrahim dan Ismail as merupakan diantara contoh orang yang memiliki ketajaman hati sehingga perintah Allah swt untuk menyembelih Ismail cukup disampaikan melalui mimpi dan Ismail menangkap hal itu sebagai perintah ketika Nabi Ibrahim menceritakannya, padahal Nabi Ibrahim tidak menyatakan bahwa hal itu merupakan perintah dari Allah swt.

Untuk mendidik kita menjadi orang yang memiliki ketajaman hati, puasa merupakan salah satu caranya, karenanya pada waktu puasa, teguran orang lain kepada kita meskipun dengan bahasa isyarat kita sudah menyadari akan kesalahan yang kita lakukan.

Sumber: Khairu Ummah Edisi 25 Tahun XX Juni 2011
http://mimbarjumat.com/archives/1310

Tidak ada komentar:

Posting Komentar