Kamis, 31 Mei 2012

Produktivitas Dalam Islam



“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul Nya, serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan mu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Allah memberitakan kepada mu apa yang telah kamu kerjakan’ ”. (Qur’an surah at Taubah ayat 105)


Islam sebagai pedoman hidup yang turun dari Sang Pencipta manusia, sangat menghargai bahkan amat mendorong produktivitas. Rosulullah saw. Bersabda:

عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤمِنَ الْمُحْتَـرِفَ

Dari Ibnu ‘Umar ra dari Nabi saw, ia berkata: “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang beriman yang berkarya (produktif menghasilkan berbagai kebaikan -pen)” H.R. Thabrani dalam Al Kabir, juga oleh Al Bayhaqi

عن عائشة رضي الله عنها قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ أمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أمْسَى مَـغْـفُوْرًا لَـهُ

Dan dari ‘Aisyah ra. Beliau berkata, telah berkarta Rosulullah saw “Barangsiapa yang disenjaharinya merasa letih karena bekerja (mencari nafkah) maka pada senja hari itu dia berada dalam ampunan Allah” H.R. At Thabrani dalam kitab Al Ausath.

Islam membenci pengangguran, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang shahabat Nabi saw, Ibnu Masud ra:

وعن ابن مسعود قال إني لأَكْرَهُ أنْ أرَى الرَّجُلَ فَارِغًا لاَ في عَمَلِ دُنْـيَا وَلاَ آخِرَةٍ

Sesungguhnya aku benci kepada seseorang yang menganggur, tidak bekerja untuk kepentingan dunia juga tidak untuk keuntungan akhirat. H.R. At Thabrani dalam kitab Al Kabir.

Bahkan Rosulullah menghargai seorang hamba yang sanggup mandiri, hidup dengan hasil kemampuannya sendiri:

حدثنا إبراهيم بن موسى أخبرنا عيسى عن ثور عن خالد بن معدان عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ثم ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده

Makanan yang terbaik yang dimakan seseorang adalah dari hasil karya tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud AS. Pun makan dari hasil kerjanya sendiri. (H.R. Bukhory : 1966)

Dalam keterangan lain, beliau menyebutkan bahwa sebaik baik usaha adalah apa yang merupakan ekspresi dari keterampilan dirinya, dan segenap tanggung jawab ekonomi yang dia berikan kepada ahli keluarganya, dinilai sebagai sedekah yang terus menerus menghasilkan pahala:

حدثنا هشام بن عمار ثنا إسماعيل بن عياش عن بجير بن سعد عن خالد بن معدان عن المقدام بن معد يكرب الزبيدي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أطْيَبُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ

Pekerjaan terbaik seseorang adalah apa yang dikerjakan berdasarkan keterampilannya, dan apapun yang dinafkahkan seseorang untuk dirinyaوkeluarganya, anaknya dan pembantunya adalah sedekah. H.R. Ibnu Majah.

إنَّ اللهَ يُحِبُّ المُـؤمِنَ الْمُحْتَرِفَ الضَّعِيْفَ الْمُتَعَفِفَ وَيَـبْـغَضُ السَّائِلَ الْمُلْحِفَ

Sesungguhnya Allah mencintai seorang beriman yang sekalipun lemah, tetapi ia produktif dan selalu menjaga harga dirinya (tidak mau meminta-minta) dan Allah membenci tukang peminta-minta yang pemaksa. Di dalam Tafsir Al Qurthubi Juz 11 hal 321.

Produktivitas itu tetap harus dipertahankan dalam segala situasi dan kondisi, dengan sebuah penggambaran yang ekstrim, bahkan sekalipun anda tahu besok akan kiamat, tidak boleh membuat kita tidak berkarya dan produktif hari ini. Sebagaimana sabda Rosulullah saw:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنْ قَامَتِ السَّاعَةِ وَفي يَدِ أحَدِكُمْ فَسِيْلَةٌ فَلْيَغْرِسْهَا

Andaipun besok kiamat, sedang di tangan salah seorang di antara kamu ada tunas pohon kurma, maka tanamlah ia ! H.R. Al Bazaar, rijalnya tsiqot.

Demikian besarnya penghargaan Islam atas produktivitas, sampai –sampai disebutkan dalam Al Hadits, bahwa produktivitas juga erat kaitannya dengan jalan untuk memperoleh pengampunan dari dosa-dosa, yang justru malah tidak akan bisa mendapatkan pengampunan dengan cara yang lainnya.

وعن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبًالاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَلاَ الصِّيَامُ وَلاَ الْحَجُّ وَلاَ الْعُمْرَةُ قَالُوْا فَمَا يُكَفِّرُهَا يا رسولَ اللهِ قال اَلْهُمُوْمُ في طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ

Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu ada beberapa dosa yang tidak akan terhapus dengan sholat, shoum, haji dan umroh. Para shahabat bertanya, dengan apa menghapuskannya ya Rosulallah? Jawab beliau: dengan semangat dan bersungguh-sungguh mencari nafkah. H.R Ath Thabrani dalam kitab Al Ausath.
Tentu ini disampaikan agar muslimin tidak hanya melulu terfokus pada rutinitas ritual semata, tetapi mereka diingatkan bahwa ada aktivitas lain yang juga harus mereka tekuni, jika mereka ingin agar dosa-dosa mereka diampuni. Bahwa mereka pun mesti memiliki semangat yang tinggi untuk mencari nafkah bersungguh-sungguh dalam mencarinya.

Bahkan Rosulullah saw. amat menganjurkan terkumpulnya harta yang baik, halal di tangan orang-orang yang baik. Dan tentu hal tersebut tidak akan terwujud jika mereka tidak produktif:

فقال يا عُمَرُ وَ نَعِمًا بِالْمَالِ الصَّالِحِ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

Berkata Rosul saw. Wahai Umar, sesungguhnya sebaik-baik harta yang baik adalah yang dimiliki oleh orang yang sholeh. HR. Ahmad

Demikian pentingnya usaha mencari nafkah, sehingga Rosulullah menyatakannya sebagai sebuah kewajiban bagi setiap muslim, artinya ketika seseorang tidak berusaha untuk menjadi produktif, maka selama itu pula ia menanggung dosa (melalaikan kewajiban yang seharusnya dikerjakan dengan sebaik-baiknya):

وعن أنس بن مالك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاجِبٌ عَلىَ كُلَّ مُسْلِمٍ

Mencari nafkah yang halal itu wajib bagi setiap muslim. HR. Ath Thabrani dalam kitab Al Ausath

Namun demikian, usaha mencari nafkah yang halal itu, diharus ditempuh dengan cara yang halal dan tidak mendzalimi manusia. Dan bila sikap demikian dilaksanakan secara konsisten, Rosulullah menjamin mereka dengan Syurga:

وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ أكَلَ طَيـِّـبًا وَعَمِلَ في سُـنَّةٍ وَأمِنَ النَّاسَ بَـوَائِـقَهُ دَخَلَ الْجَـنَّةِ

Barang siapa yang mendisiplinkan diri, ia hanya memakan makanan yang (halal) lagi baik saja, dan beramal dalam sunnah (Nabi saw) dan membuat orang lain aman dari keburukan dirinya, maka (pasti) akan masuk syurga. HR. At Tirmidzi (hasan-shohieh) dan HR. Al Hakim (shohihul Isnad)

Rosulullah saw. menekankan satu bentuk integritas moral kepada seluruh muslim, agar seluruh tindakan mereka tetap berada dalam aktivitas yang santun dan beradab. Tidak merugikan manusia lain dalam setiap aktivitasnya, muslimin tidak boleh mencari keuntungan dengan cara-cara yang curang dan merugikan pihak lain. Kehadiran muslimin harus memberi kontribusi pada kemajuan peradaban dunia. Bahkan Rosulullah Saw, menyatakan:

وعن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أرْبَعٌ إذَا كُنَّ فِيْكَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدّ ُنْـيَا حِفْظُ أمَانَـةٍ وَصِدْقُ حَدِيْثٍ وَحُسْنُ خَلِيْـقَةٍ وَعِفَةُ في طُعْمَةٍ
Ada empat hal yang bila semuanya ada pada dirimu, maka (dijamin) kamu tidak akan kehilangan (manfa’at dunia): [1] memelihara amanah [2] jujur dalam perkatakan [3] baik akhlaq [4] dan menjaga diri (memelihara integritas moral) dalam (mencari) sumber-sumber makanan. HR. Ahmad dan Ath Thabrani dengan isnad hasan.

Bahkan Rosulullah menjamin, setiap usaha yang dilaksanakan dengan “fair” yang kemudian hasil usahanya itu digunakan untuk menafkahi seluruh orang yang berada dalam tanggung jawabannya, maka semua itu bernilai “zakat” pensucian bagi dirinya:

وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال أيـُّمَا رَجُلٍ اِكْـتَسَبَ مَالاً مِنْ حَلاَلٍ فَأطْـعَمَ نَـفْسَهُ أوْ كَسَاهَا فَمَنْ دُوْنَهُ مِنْ خَلْقِ اللهِ كَانَ لَهُ بِـهِ زَكَاةً

Siapapun orangnya yang mencari harta yang halal, yang kemudian dengannya ia belanjakan untuk memenuhi keperluan pangan dan sandangnya, serta untuk memenuhi kepeerluan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, maka semua itu menjadi “pensuci” bagi dirinya. HR. Ibnu Hibban di dalam shahihnya.

Agar segala manfaat dari hasil usaha kita berfungsi sebagai pembersih nurani, maka kehalalan cara memperolehnya harus dijaga, sebab hasil usaha yang didapat dari cara-cara yang kotor, bukan hanya merusak karakter kemanusiaan kita (character assasination) tetapi juga membuat amal ibadah kita menjadi terhambat dari penerimaan Ilahi. Kredibilitas (Ash Shidqu) dan sikap penuh tanggung jawab (responsibilitas) diakui sebagai hal terberat yang harus tetap dipertahankan, dalam keadaan apapun, sebab itu berkait langsung dengan diterima atau tidaknya amal ibadah kita. Sekali lagi bukan urusan syah atau tidaknya amal ibadah, tetapi diterima atau tidaknya. Sebab syah atau tidak diukur dengan terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat ibadah, tetapi diterima atau tidak, itu tidak hanya dilihat dari segi ibadahnya saja, tetapi dari dampak ibadah tersebut:

وروي عن علي رضي الله عنه قال كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فَطَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٍ مِنْ أهْلِ العَالِـيَةِ فقال يا رسول الله أخْـبَرَنِي بِأشَدِّ شيءٍ في هَذَا الدِّينِ وألِـيْـنِهِ فَقَالَ ألِـيْـنُـهُ شهادةُ أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله وأشَدُّهُ يا أخا العَالية الأمَانَـةُ إنَّـهُ لاَ دِينَ لِمَنْ لاَ أمَانَةَ لَهُ وَلاَ صَلاَةَ لَهُ وَلاَ زَكاَةَ لَهُ يا أخا العالية إنَّـهُ مَنْ أصَابَ مَالاً مِنْ حَرَامٍ فَلَـبِسَ مِنْهُ جِلْـبَابًا يَعْنِي قَمِيْصًا لَمْ تُـقْبَلْ صَلاَتُهُ حَـتَّى يُنْحَى ذَلِكَ الْجِلْباَبَ عَنْـهُ إنَّ اللهَ عز وجل أكْرَمُ وأجَلُّ يا أخا العالية مِنْ أنْ يَقْـبَلَ عَمَلَ رَجُلٍ أوْ صَلاَتَهُ وَعَلَيْهِ جِلْبَابٌ مِنْ حَرَامً

Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata kami tengah duduk-duduk bersama Rosulullah saw. Tiba-tiba muncul seseorang dari mereka yang berkedudukan tinggi (status sosialnya), kemudian dia berkata: Ya Rosulullah, kabarkan kepadaku apa yang paling sulit dilaksanakan dalam agama ini dan apa yang paling ringan daripadanya? Maka berkata Rosulullah saw. Yang paling ringan untuk dilaksanakan adalah “Syahadat Lailaha Illallah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluhu” adapun yang paling berat, wahai saudara yang berkedudukan tinggi, adalah “Amanah”. Sesungguhnya tidak (bernilai) agama (nya) orang yang tidak amanah, demikian juga tidak bernilai sholat dan zakatnya. Wahai saudara yang berkedudukan tinggi, sesungguhnya siapa yang mendapatkan harta dari hal yang haram, kemudian dia membeli pakaian dengannya maka tidak akan diterima sholatnya hingga ia melepaskan pakaiannya yang (berasal dari) yang haram itu. Sesungguhnya Allah terlalu mulia dan tinggi (tidak mungkin) akan menerima amal seseorang, demikian juga sholatnya sedang padanya ada pakaian yang berasal dari yang haram. H.R Al Bazaar

Ini menunjukkan bahwa seorang muslim bukan saja harus professional dalam mencari nafkah, tetapi juga harus menghindari kecurangan. Bahkan setiap energi yang didapatnya dari makanan yang haram, akan menghambat diterimanya sholat dan jika dia tidak bertobat maka akhir kehidupannya akan sangat mengerikan:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِـيَدِهِ إنَّ الْعَبْدَلَـيَقْـذِفُ اللُـقْمَةَ الْحَرَامِ في جَوْفِـهِ مَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ عَمَلٌ أربَعِيْنَ يَوْمًا و أيـُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أوْلَى بِهِ

Demi Jiwa Muhammad yang ada dalam genggamanNya, barangsiapa yang memasukkan satu suapan dari yang haram ke dalam mulutnya dari barang yang haram, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama empat puluh hari, dan bagian manapun dari seorang hamba yang tumbuh dagingnya dari barang yang haram, maka api nerakalah yang paling berhak membakarnya. H.R Ath Thabrani dalam kitab Ashoghir

اَلْحَـمْـدُ لِـلَّـهِ رَبِّ الْعَـلَـمِـيْـنَ


http://madinatulummah.blogspot.com/2008/12/produktivitas-dalam-islam.html




Catatan :



Konsep-konsep tentang produktivitas dari luar Islam berorientasi kepada materi dan dunia semata serta menjauhkannya dari nilai-nilai ilahiyyah. Sedangkan konsep Islam adalah penggabungan keduanya (material dan spritual). Konsep Islam mampu menembus dimensi insaniyah sekaligus dimensi ilahiyah. Karena Islam bukanlah agama yang hanya mengurusi masalah-masalah vertikal saja, melainkan juga membahas masalah yang sifatnya horizontal. Islam adalah agama syamil (komplit), yang mengurusi semua aspek kehidupan manusia.

Islam merupakan agama amali, agama yang mengutamakan nilai-nilai produktivitas secara sempurna dan syumuli, baik produktif dalam arti menghasilkan sebuah karya ataupun produktif dalam arti mengasilkan sebuah peningkatan serta perbaikan diri, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, produktifitas di sini didefinisikan sebagai semua hal yang mengandung nilai-nilai kebaikan (khairiyyah), yang di dalamnya kita dituntut untuk melakukan hal itu.

Sebagaimana ayat di atas, Islam sangat memandang positif terhadap produktifitas manusia. Islam menjunjung tinggi nilai kerja, ketika umumnya masyarakat dunia menempatkan kelas eksekutif dan militer sebagai posisi yang tinggi. Islam menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan, pedagang, pengrajin, dan tukang sebagai profesi yang mulia. Akan tetapi dalam Islam produktifitas tidak sekedar pada bentuk kerja atau aktifitas semata. Karena kerja tidak murni perkara profan (prilaku duniawi), bukan sekedar menghasilkan uang, bukan juga semata-mata untuk menepis gengsi agar terlepas dari tudingan sebagai penganggur. 

Ayat di atas diisyaratkan Allah agar umat Islam beraktifitas (kerja) untuk dunia dan akhiratnya, untuk dirinya dan bangsanya. Sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Thabrani,
“Sesungguhnya aku benci kepada seseorang yang menganggur, tidak bekerja untuk kepentingan dunia juga tidak untuk keuntungan akhirat”. Pada hadis lain, “ Allah senang melihat hambanya yang taqwa, kaya, dan tidak sombong.” HR. Ahmad, Muslim dari Sa’ad.

Dengan bekerja (beraktifitas), itulah kunci kebahagiaan (bisa menjadi kaya).  Namun demikian, beraktifitas atau bekerja harus sesuai dengan kehendak Allah SWT, sesuai aturan main yang telah ditetapkan al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebab Allah, Rasul Nya dan orang-orang beriman melihat karya nyata setiap orang. Artinya, kerja dan hasil yang dikerjakan merupakan manifestasi  (perwujudan) keyakinan seorang muslim bahwa produktifitas bukan hanya untuk memuliakan dirinya atau untuk menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai perwujudan amal saleh yang memiliki nilai ibadah yang sangat luhur, dan bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana hadis yang menyatakan, “Sebaik-baik kamu adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain”. HR. Bukhari.

Islam dengan ke-syumul-annya menawarkan konsep “manusia produktif”  karena ia memiliki sumberdaya yang harus diberdayakan seperti; akal, kekuatan, keinginan, dan ketersediaan waktu, kepada setiap orang sekaligus mengantarkan mereka menembus nilai-nilai kebertuhanan yang sering tertutup oleh tabir kegelapan jahiliyyah moderen. Sekurang-kurangnya ada empat prinsip sebagai konsep Islam dalam membina manusia menjadi muslim produktif, duniawi dan ukhrawi.

Yang pertama, mengubah paradigma hidup dan ibadah. Dalam Islam, hidup bukanlah sekedar menuju kematian, karena mati hanyalah perpindahan tempat, dari dunia ke alam baqa. Sedang hidup yang sesungguhnya adalah hidup menuju kepada kehidupan yang abadi yakni, akhirat.

Hidup merupakan pekerjaan menanam benih di ladang dunia yang hasilnya akan dituai di kehidupan abadi nanti. Sehingga hidup ini merupakan durasi (waktu) penyeleksian manusia dari amalan-amalannya atau produktifitasnya.

Dalam hal ini dinilai, mana di antara mereka yang tigkat produktifitasnya tinggi dan mana yang tidak. Sebagaimana isyarat al Qur’an menyatakan firman  Allah:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik kerjanya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Qur’an surah al Mulk ayat  2. 

Dan dalam ayat lain pada surah al Kahfi ayat 7 “ Sungguh Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang paling baik kerjanya”.

Yang kedua, memelihara kunci produktifitas, yaitu hati. Rasulullah saw bersabda, ”Ingatlah dalam diri manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka akan baiklah seluruh jasadnya. Dan apabila daging itu rusak maka rusaklah seluruh jasadnya, itu adalah hati”. Hati merupakan ruh bagi semua potensi yang kita miliki. Pikiran dan tenaga tidak akan tercurahkan serta tersalurkan dalam suatu bentuk ‘amalan shalihan (pruduktifitas)  jika kondisi hati mati atau rusak. Hati yang terpelihara dan terlindungi akan memancarkan energi pendorong untuk beramal lebih banyak dan lebih berkualitas. Produktifitasnya akan terjaga bahkan akan terus bertambah. Dan tidak hanya itu, ‘amaliyahnya (produktifitas) pun akan mempunyai nilai yang abadi. Nilai ini adalah nilai keikhlasan yang jauh dari kepentingan-kepentingan pribadi dan duniawi.

Yang ketiga, bergerak dari sekarang. Sebuah ungkapan menyatakan, “Jika engkau berada di pagi hari maka jangan menunggu waktu sore, dan jika engkau berada di sore hari maka jangan menunggu datangnya malam“.

Prinsip bergerak dari sekarang ini menunjukan suatu etos kerja yang tinggi dan semangat beramal yang menggebu. Seorang muslim tidak akn menunda-nunda suatu amal, karena waktu dalam pandangan Islam sangatlah mahal (Q.s. al ‘Ashr). 

Waktu terus mengalir apa yang yang telah berlalu, walau sedetik tak akan kembali lagi, karena hidup mengalir, tumbuh dan bergerak. 


Rabu, 30 Mei 2012

Rahasia Penciptaan Kucing


Mata kucing merupakan salah satu bukti kesempurnaan Allah dalam penciptaan. Allah telah menciptakan mata kucing dengan pengaturan dan letak yang sesuai dengan makhluknya. Di salah satu ayat, Allah berfirman tentang kesempurnaan ciptaannya.

Dia–lah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, Dia memiliki nama – nama yang indah, apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada – Nya. Dan Dialah yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana. ( QS. Al – Hasyr 24 )

Penglihatan malam kucing sangat kuat

Kucing dapat dengan mudah membedakan warna hijau, biru dan merah. Walaupun begitu, kelebihan sebenarnya dari mata kucing adalah agar dapat melihat di malam hari. Kelopak mata kucing terbuka di malam hari, ketika terkena sedikit cahaya, lapisan mata yang disebut iris membuat pupil mata membesar ( hamper 90% mata ) sehingga mereka lebih mudah melihat cahaya. Di saat mendapat cahaya yang lebih terang, system bekerja berlawanan untuk melindungi retina, pupil mengecil dan berubah menjadi garis tipis.

Ada sebuah lapisan yang tidak terdapat pada mata manusia. Lapisan ini berada di belakang retina, berfungsi sebagai penerima cahaya. Ketika cahaya jatuh di lapisan ini langsung di pantulkan kembali, cahaya lewat dua kali melalui retina. Oleh karena itu, kucing dapat melihat dengan mudah di saat cahaya hanya sedikit. Bahkan di saat gelap, di saat mata manusia tidak dapat melihat. Lapisan ini juga lah yang menyebabkan kenapa mata kucing bersinar di malam hari.
Lapisan ini disebut Kristal tapetum lucidum yang dapat memantulkan cahaya. Berkat kistal ini, cahaya yang jatuh di belakang mata di pantulkan kembali ke retina. Beberapa cahaya yang di pantulkan kembali ke lensa, sehingga mata bersinar. Berkat struktur ini, jumlah cahaya yang diterima mata meningkat sehingga bisa melihat dalam kegelapan. Oleh Karena itu, kucing bias melihat lebih baik dalam gelap.  Ini bukanlah bentuk dari bio-luminescence, sebab binatang tidak menghasilkan cahanya, melainkan hasil dari pemantulan.

Alasan lain kenapa kucing bisa melihat dalam gelap juga karena adanya sel–sel batang yang lebih banyak di bandingkang sel–sel kerucut di retina mereka. Sebagaimana kita ketahui, sel – sel batang hanya sensitive pada cahaya. Mereka membentuk bayangan hitam atau putih tergantung dari cahaya yang datang dari objek, tetapi mereka sangat sensitive walau hanya dengan sedikit cahaya.

Berkat sel–sel batang ini, kucing dapat berburu dengan mudah di malam hari. Seperti kita lihat, Allah menciptakan struktur mata yang sesuai dengan kondisi dan nutrisi yang mereka butuhkan. Mata kucing memiliki struktur dan karakteristik yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini adalah salah satu contoh dari hasil ciptaan Allah. Hasil ciptaan Allah yang unik ini terbukti dalam salah satu ayat:

Pencipta langit dan bumi, ketika Dia ingin menciptakan sesuatu, maka Dia hanya berkata “jadilah”, maka jadilah ia. ( QS. Al – Baqara 117 )
Bola mata kucing lebih besar
Selain kemampuan melihat di malam hari, bola mata kucing juga lebih besar di bandingkan yang dimiliki manusia. Jika bidang penglihatan manusia hanya sampai 160 derajat, kucing dapat dengan mudah hingga 187 derajat. Dengan karakteristik ini, mereka dapat dengan mudah melihat ancaman yang ada. Ini adalah contoh karakteistik lain dari hasil ciptaan Allah dengan bentuk yang berbeda. Sebagaimana di katakana di dalam Al – Qur’an, kaakteristik ini adalah pelajaran bagi orang – orang yang beriman ;

Dan sungguh, pada hewan ternak itu terdapat pelajaran bagimu…( QS. An – Nahl 66 )

Struktur mata kucing berbeda dengan manusia
Pada mata kucing, terdapat membran ketiga yang disebut “nictitating  membrane”. Membran ini transparan, dan bergerak dari satu bagian mata ke bagian yang lainnya. Sebagai contoh, kucing dapat mengedipkan mata mereka tanpa harus menutup semuanya. Membran ketiga ini memungkinkan mata kucing terlindungi ketika berburu. Selain itu, benda – benda lain seperti debu tidak mengenai mata mereka, sehingga mata mereka tetap bersih dan lembab; sehingga kucing tidak perlu sering mengedipkan matanya seperti manusia. Jika kucing mengedipkan mata mereka sepanjang waktu seperti manusia agar matanya tetap bersih dan lembab, hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi mereka di saat berburu. Tidak mengedipkan mata merupakan salah satu kesempurnaan ciptaan Allah untuk makhluk ini.

Apakah mata kucing sensitif pada gerakan
Kucing tidak dapat melihat dalam jarak dekat dengan baik sebagaimana halnya manusia dan tidak bisa focus pada objek yang dekat dengan mereka. Tetapi Allah telah menciptakan rambut sensoris dengan mekanisme sensoris yang kuat buat kucing. Berkat penciuman dan rambut sensoris, kucing dapat dengan mudah mendeteksi dalam jarak dekat. Walau makhluk indah ini sulit melihat dalam jarak dekat, mereka dapat dengan mudah merasakan dengan jarak dua sampai enam meter. Jarak ini cukup bagi kucing agar dapat berburu.

Karakteristik lain pada mata kucing adalah mereka sensitive pada gerakan, keindahan dan yang sesuai dengan jarak penglihatan mereka. Mata kucing dan otaknya memisahkan setiap gerakan bingkai demi bingkai. Otak kucing bisa merasakan lebih banyak gambar daripada kita. Sebagai contoh, mereka dapat dengan mudah melihat tanda – tanda elektronika pada layar televise di bandingkan manusia. Ini adalah bakat khusus yang di berikan oleh Allah yang Mahakuasa kepada semua kucing. Hal ini dikarenakan  kucing menangkap mangsa mereka berdasarkan objek yang bergerak.

Detail dan ragam yang mengagumkan di ciptakan Allah bagi kucing
Mata kucing di ciptakan dengan kaakteristik luar biasa seperti makhluk lainnya. Ketika struktur dan karakteristik mata di uji secara individual, maka akan di lihat fungsi yang berbeda dan ini merupakan bukti dari beragamnya hasil penciptaan Allah. Variasi ini tidak dapat di katakana sebagai hasil dari mutasi ataupun seleksi alam. Allah telah memberikan mata yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan nutrisi makhluknya.

Memiliki pengetahuan tentang system yang menakjubkan ini merupakan kesempatan bagi setiap orang untuk melihat kekuasaan dan pengetahuan Allah yang telah menciptakan makhluknya. Kita harus berterima kasih kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta ini. Adapun bagi orang – orang yang yang menolak ayat – Nya, Allah menjulukinya “pendusta”, seperti di dalam ayat ;

Siapakah yang lebih zhalim daripada orang – orang yang telah di peringatkan dengan ayat – ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah di kerjakan oleh kedua tangannya? ( QS. Al – Kahfi 57 )

Kucing di ciptakan dalam bentuk yang ideal sesuai dengan lingkungan mereka, mereka perlu bernafas, makan, berburu dan mempertahankan diri agar tetap hidup. Oleh karena itu, mereka harus mengenal dunia mereka, dan membedakan antara musuh dan mangsa mereka. Dengan demikian, mereka memerlukan penglihatan khusus untuk melihat lingkungan mereka.
Bagaimanapun, Allah yang Mahakuasa, Tuhan dari semua dunia, telah memberikan karakteristik yang mengagumkan seperti mata yang memiliki struktur khusus, bentuk dan ketajaman penglihatan untuk kucing. Penciptaan mata yang memiliki kekhususan bagi kucing merupakan pelajaran bagi orang – orang yang beriman sebagaimana di sebutkan di dalam Al – Qur’an ;

Dan disana terdapat pelajaran bagimu…( QS. Al – Mu’miniin 21 )
Karakteristik mata kucing berfungsi sesuai dengan hukum yang di tetapkan Allah. Allah menciptakan mata ini dan setiap detilnya tanpa contoh sama sekali. Hal ini terungkap dalam ayat – ayat bahwa Allah adalah pencipta semuanya ;

Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian lagi berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. ( QS. An – Nuur 45 )

Sumber: Dikutip dari Yahyaharun.com

Ummul Quro (Makkah): Kota Tertua Dunia




“ Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali ‘Imran: 96).

Firman Allah di atas menunjukkan bahwa Bakkah atau Makkah telah ada sejak dahulu, dan betapa pentingnya ia di mata Allah. Hal itu diakui oleh Sayyid Muzaffaruddin Nadvi dalam bukunya A Geographical History of the Qur’an (Sejarah Geografi Alquran), di mana ia menyebutkan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang tua. Saking tuanya, tak banyak sejarah menuliskannya.

Namun demikian, ada sejumlah pendapat mengenai kota suci umat Islam tersebut. Perbedaan pendapat terutama menyoroti kapan kota tersebut berdiri. Pendapat pertama meyakini Makkah sebagai kota pertama yang dipersiapkan Allah sebelum menurunkan Nabi Adam as ke bumi. Sedangkan pendapat kedua berpendapat Makkah dibangun pada masa Nabi Ibrahim as dan putranya Ismail as.

Pendapat pertama salah satunya dikemukakan oleh Junaidi Halim dalam bukunya Makkah-Madinah dan Sekitarnya. Ia menjelaskan, Makkah adalah kota tertua di dunia, yang telah ada sejak zaman Nabi Adam as. Bahkan, cikal bakal Ka’bah sebagai tempat thawaf juga dibangun oleh Nabi Adam as atas perintah Allah. Pendapat tersebut sama dengan apa yang dikemukakan seorang ahli tafsir yang dikenal sebagai Imam al-Qurthubi. Mengacu pada ayat 96 surah Al-‘Imron tersebut, ia berpendapat bahwa Nabi Adam lah yang membangun Ka’bah pertama kali.

Halim menambahkan, batas Kota Makkah dahulu merupakan tempat berbarisnya para malaikat yang melindungi Nabi Adam as. Sebelumnya Nabiyullah tersebut meminta perlindungan kepada Allah dari godaan Iblis yang melakukan tipu daya padanya di surga. Batas-batas itu adalah (dari Masjidil Haram) sekitar 7 kilometer ke utara, 13 km ke arah selatan, 25 km dari arah barat, dan 25 km dari arah timur.

Pendapat lainnya menyebutkan, dalam Tarikh Makkah al-Musyarrafah, Imam Ibnu adh-Dhiya telah meriwayatkan dari Ali bin al-Husein bahwa ia telah ditanya tentang awal mula thawaf. Beliau menjawab bahwa awal mula thawaf mengelilingi Baitullah adalah ketika para malaikat bertobat memohon ampun kepada Allah swt atas pernyataan keberatan mereka atas rencana Allah menciptakan manusia di muka bumi (sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 30).

Diriwayatkan bahwa setelah Allah swt menjawab keberatan para malaikat dengan firman “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”, para malaikat berhimpun di ‘Arsy seraya mengangkat kepala dan jari jemari mereka yang mengisyaratkan ketundukan dan rasa takut akan murka Allah. Lalu mereka mengelilingi Arsy sebanyak tiga kali (sebagian riwayat menyebut tujuh kali) untuk mendapatkan keridhaan Allah swt.
Allah Swt. kemudian berkata kepada mereka, ”Bangunlah oleh kalian di bumi sebuah rumah yang menjadi tempat kembali setiap makhluk-Ku yang Aku murka terhadapnya dan ia mengelilinginya (thawaf) sebagaimana kalian lakukan di ‘Arsy-Ku. Maka, Aku akan mengampuninya sebagaimana Aku telah mengampuni kalian.” Lalu para malaikat itu pun membangun Ka’bah.

Selain itu, terdapat pula riwayat yang menyebutkan Allah swt telah mengutus malaikat dan berkata kepada mereka, ”Bangunlah oleh kalian sebuah rumah seperti al-Bait al-Ma’mur.” Para malaikat pun memenuhi perintah tersebut hingga kemudian Ia memerintahkan agar rumah itu dikelilingi sebagaimana al-Bait al-Ma’mur. Peristiwa tersebut terjadi sebelum penciptaan Adam as. Dan karena itu kota tersebut kemudian disebut dengan Ummul Qura, (ibu) tempat berasalnya negeri-negeri.
Pendapat yang meyakini bahwa Makkah dibangun pada masa Nabi Ibrahim as dan Ismail as umumnya mengacu pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 127, “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa, ‘Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Oleh ahli tafsir yang meyakini Ka’bah telah dibangun jauh sebelum periode Ibrahim as, kata “yarfa’u” (meninggikan) dalam ayat tersebut dimaknai sebagai perbaikan atau pembangunan kembali.
Al Azraqi, dalam Tarikh Makkah menyebutkan, “Setelah peristiwa banjir besar, lokasi Ka’bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna merah yang tidak terjangkau aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu bahwa di sana ada tempat yang sangat bernilai tanpa mengetahui lokasinya secara pasti.

Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizalimi, menderita, dan butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa. Doa mereka pun dikabulkan. Manusia mengunjunginya hingga Allah memerintahkan Ibrahim as untuk membangun kembali Ka’bah tersebut. Sejak Nabi Adam as diturunkan ke bumi, Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus-menerus oleh setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat ini juga senantiasa dikunjungi malaikat sebelum Adam as turun ke bumi.”

Heraklius Tentang Kerasulan Muhammad SAW



''...... Sungguh dia akan menguasai tanah yang sekarang berada di bawah kedua telapak kakiku ini dan seandainya aku ada harapan untuk menjumpainya, pasti aku mengharus kan diriku untuk menemuinya. Dan seandainya aku sudah berada di hadapannya pasti aku akan basuh kedua telapak kakinya...” (Bukhari 2723).

Flavius Heraklius Augustus (11 Februari 641) adalah seorang kaisar Byzantium yang sangat terkesan dengan kerasulan Muhammad karena semua kriteria kerasulan yang termaktub dalam Taurat dan Injil ada pada diri Muhammad. Walaupun demikian, dia kecewa pada keputusan Tu hannya karena telah mengutus seorang Rasul bukan dari kaumnya (Bani Israil), melainkan justru dari bangsa Arab yang menjadi musuhnya.

Yang menarik, saksi dari peristiwa kekaguman Heraklius kepada Muhammad adalah Abu Sufyan bin Harb, yang saat itu masih menjadi musuh Rasulullah. Peristiwanya terjadi ketika berlangsung dialog di antara dua golongan musuh Islam. Pertama, kafilah dagang Arab Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb dan kaisar Heraklius bersama para pembesar Romawi.

Mereka mempertanyakan seputar pengakuan Muhammad sebagai nabi dan utusan Allah. Dan di ujung kisah, akhirnya Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, aku senantiasa merasa hina dan sangat yakin bahwa urusan (agamanya) akan berjaya hingga akhirnya Allah membukakan hatiku untuk menerima Islam, padahal sebelumnya aku membencinya.” Subha nallah.

Beberapa kriteria dakwah Muhammad dalam hadis-hadis berikut menjadi penyebab kekaguman Heraklius dan hal itulah yang ia temui dalam kitab sucinya (Injil).

Abu Sufyan bercerita bahwa Raja Heraklius berkata kepadanya, “Aku telah bertanya kepadamu apa yang dia perintahkan kepada kalian, lalu kamu menjawab bahwa dia memerintahkan kalian untuk shalat, bersedekah (zakat), menjauhkan diri dari berbuat buruk, menunaikan janji, dan melaksanakan amanah.” Lalu, dia berkata, “Ini adalah di antara sifat-sifat seorang Nabi.” (Bukhari)

Abu Sufyan bin Harb mengabarkannya bahwa Heraklius berkata kepadanya, “Aku telah bertanya kepadamu bagaimana kesudahan peperangan antara kalian dan dia, lalu kami jawab bahwa peperangan yang terjadi bergantian saling mengalahkan. Begitulah adanya para rasul, di mana dia diuji kemudian akhirnya mereka mendapatkan kejayaan.” (Bukhari).

Hal ini menunjukkan, nama Muhammad dan karakternya telah tertulis dalam Taurat dan Injil. Dan, mereka telah mengetahui hal ini dengan jelas, Allah berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anakanaknya sendiri. Dan, sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS Albaqarah [2]: 146).


http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/05/20/m4azjn-heraklius-pun-terkesan-dengan-kerasulan-muhammad-saw

Bukhara Kota Bersejarah



Bukhara merupakan kota yang terletak di sebelah tengah Uzbekistan. Penduduknya berjumlah 247.000 jiwa (2005). Kota ini mengalami masa kejayaannya pada abad ke-9 M sampai abad ke-13 M sebagai pusat peradaban Islam dan perdagangan di Asia Tengah, di samping Samarkand. Kota ini juga merupakan tempat kelahiran dari Imam Bukhari, periwayat dan ahli hadis. Pada tahun 1220 M, tentara Mongol, dibawah pimpinan Jenghis Khan menaklukkan Bukhara dan membakar kota tersebut, sehingga Bukhara tidak pernah bangkit lagi sebagai pusat peradaban dan perdagangan. Kota ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Kota ini merupakan kota kelahiran Imam Bukhari.

Bukhara di Era Kejayaan Islam

Kehidupan penduduk Bukhara mulai berubah ketika tentara Islam datang berdakwah. Pada akhir tahun 672, Ziyad bin Abihi menugaskan Miqdam Rabi’ bin Haris berlayar dari Irak menuju daerah Khurasan. Miqdam berhasil menaklukan wilayah itu sampai ke Iran Timur. Setelah Ziyad meninggal, Mu’awiyah, Khalifah Bani Umayyah memerintahkan Ubaidillah bin Ziyad untuk menaklukan Bukhara.
Pasukan tentara Islam pertama menjejakkan kaki di tanah Bukhara pada 674 M di bawah pimpinan panglima perang, Ubaidillah bin Ziyad. Namun, pengaruh Islam benar-benar mulai mendominasi wilayah itu pada 710 M di bawah kepemimpinan Kutaiba bin Muslim. Seabad setelah terjadinya Perang Talas, Islam mulai mengakar di Bukhara.

Tepat pada tahun 850 M, Bukhara telah menjadi ibu kota Dinasti Samanid. Dinasti itu membawa dan menghidupkan kembali bahasa dan budaya Iran ke wilayah itu. Ketika Dinasti Samanid berkuasa, selama 150 tahun Bukhara tak hanya menjadi pusat pemerintahan, namun juga sentra perdagangan.

Pedagang dari Asia Barat dan Cina bertemu di kota itu. Di kota Bukhara pun berkembang bisnis pembuatan kain sutera, tenunan kain dari kapas, karpet, katun, produk tembaga, dan perhiasan dari emas serta perak dengan berbagai bentuk. Bukhara pun kesohor sebagai pasar induk yang menampung produk dari Cina dan Asia Barat.
Selain itu, karena berada di sekitar Sungai Jihun, tanah Bukhara pun dikenal sangat subur. Buah-buahan pun melimpah. Kota Bukhara terkenal dengan buah-buahan seperti Barkouk Bukhara yang terkenal hampir seribu tahun. Geliat bisnis dan perekonomian pun tumbuh pesat. Tak heran, bila kemudian nama Bukhara makin populer.

Pada era keemasan Dinasti Samanid, Bukhara juga menjadi pusat intelektual dunia Islam. Saat itu, di kota Bukhara bermunculan madrasah-madrasah yang mengajarkan ilmu pengetahuan. Dinasti Samanid pun mulai memperbaiki sistem pendidikan umum. Di setiap perkampungan berdiri sekolah. Keluarga yang kaya-raya menndidikan putera-puterinya dengan sistem home schooling atau sekolah di rumah.

Anak yang berusia enam tahun mulai mendapat pendidikan dasar selama enam tahun. Setelah itu, anak-anak di Bukhara bisa melanjutkan studinya ke madrasah. Pendidikan di madrasah dilalui dalam tiga tingkatan, masing-masing selama tujuh tahun. Keseluruhan pendidikan di madrasah harus ditempuh selama 21 tahun.
Para siswa mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, mulai ilmu agama, aritmatika, jurisprudensi, logika, musik, serta puisi. Geliat pendidikan di Bukhara itu telah membawa pengaruh yang positif dalam penyebaran dan penggunaan bahasa Persia dan Uzbek.
Tak heran, kemampuan penduduk Bukhara dalam menulis, menguasai ilmu pengetahuan serta keterampilan berkembang pesat. Di tanah Bukahara pun kemudian lahir sederet ulama dan ilmuwan Muslim termasyhur.

Pada tahun 998 M, kekuasaan Dinasti Samanid berakhir dan digantikan Dinasti Salajikah. Tak lama kemudian, diambli alih Dinasti Khawarizmi. Pada masa itu, status Bukhara sebagai pusat peradaban dan perkembangan Islam masih tetap dipertahankan. Ketika masa kekuasaan pemerintah Sultan Ala’udin Muhammad Khawarizmi Syah berakhir, Bukhara sebagai pusat ilmu pengetahuan pun mulai meredup.

Pada 1220 M, peperangan hebat antara pasukan Sultan Ala’udin dengan pasukan Mongol di bawah komando Jengiz Khan meletus. Serangan brutal yang dilakukan 70 ribu pasukan Jengiz Khan tak mampu diredam. Bukhara pun jatuh ke tangan pasukan Mongol. Dengan kejam dan sadis, pasukan Mongol membantai penduduk kota, membakar madrasah, masjid dan bangunan penting lainnya.
Jengiz Khan meluluh-lantakan peradaban dan ilmu pengetahuan yang dibangun umat Islam di Bukhara. Bukhara rata dengan tanah. Ibnu Asir melukiskan kondisi Bukhara dengan kata-kata: ka an lam tagna bi al-amsi (seolah-olah tak ada apa-apa sebelumnya). Cahaya kemajuan peradaban yang ilmu pengetahuan yang terpancancar dari Bukhara pun meredup

Bukhara di Zaman Modern

Meski masa kejayaannya telah berlalu pada abad ke-13 M, Bukhara masih memegang peranan yang penting di abad ke-19 M. Menurut Demezon, pada tahun 1833, Bukhara tetap menjadi bagian yang penting dalam kehidupan keagamaan dan budaya di kawasan tersebut.

“Madrasah-madrasah di Bukhara masih terkenal hingga ke Turkistan. Pelajar-pelajar dari Khiva, Kokand, Gissar bahkan dari Samarkand dan kawasan Tatar berbondong-bondong belajar ke Bukhara. Ada sebanyak 60 madrasah di Bukhara yang sukses maupun kurang sukses,” papar Demezon menggambarkan situasi Bukhara di abad ke-19.

Bukhara merupakan kota yang terletak di sebelah tengah Uzbekistan. Penduduknya berjumlah 247.000 jiwa (2005). Kota ini mengalami masa kejayaannya pada abad ke-9 M sampai abad ke-13 M sebagai pusat peradaban Islam dan perdagangan di Asia Tengah, di samping Samarkand. Kota ini juga merupakan tempat kelahiran dari Imam Bukhari, periwayat dan ahli hadis. Pada tahun 1220 M, tentara Mongol, dibawah pimpinan Jenghis Khan menaklukkan Bukhara dan membakar kota tersebut, sehingga Bukhara tidak pernah bangkit lagi sebagai pusat peradaban dan perdagangan. Kota ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Kota ini merupakan kota kelahiran Imam Bukhari.

Bukhara di Era Kejayaan Islam

Kehidupan penduduk Bukhara mulai berubah ketika tentara Islam datang berdakwah. Pada akhir tahun 672, Ziyad bin Abihi menugaskan Miqdam Rabi’ bin Haris berlayar dari Irak menuju daerah Khurasan. Miqdam berhasil menaklukan wilayah itu sampai ke Iran Timur. Setelah Ziyad meninggal, Mu’awiyah, Khalifah Bani Umayyah memerintahkan Ubaidillah bin Ziyad untuk menaklukan Bukhara.
Pasukan tentara Islam pertama menjejakkan kaki di tanah Bukhara pada 674 M di bawah pimpinan panglima perang, Ubaidillah bin Ziyad. Namun, pengaruh Islam benar-benar mulai mendominasi wilayah itu pada 710 M di bawah kepemimpinan Kutaiba bin Muslim. Seabad setelah terjadinya Perang Talas, Islam mulai mengakar di Bukhara.
Tepat pada tahun 850 M, Bukhara telah menjadi ibu kota Dinasti Samanid. Dinasti itu membawa dan menghidupkan kembali bahasa dan budaya Iran ke wilayah itu. Ketika Dinasti Samanid berkuasa, selama 150 tahun Bukhara tak hanya menjadi pusat pemerintahan, namun juga sentra perdagangan.
Pedagang dari Asia Barat dan Cina bertemu di kota itu. Di kota Bukhara pun berkembang bisnis pembuatan kain sutera, tenunan kain dari kapas, karpet, katun, produk tembaga, dan perhiasan dari emas serta perak dengan berbagai bentuk. Bukhara pun kesohor sebagai pasar induk yang menampung produk dari Cina dan Asia Barat.
Selain itu, karena berada di sekitar Sungai Jihun, tanah Bukhara pun dikenal sangat subur. Buah-buahan pun melimpah. Kota Bukhara terkenal dengan buah-buahan seperti Barkouk Bukhara yang terkenal hampir seribu tahun. Geliat bisnis dan perekonomian pun tumbuh pesat. Tak heran, bila kemudian nama Bukhara makin populer.
Pada era keemasan Dinasti Samanid, Bukhara juga menjadi pusat intelektual dunia Islam. Saat itu, di kota Bukhara bermunculan madrasah-madrasah yang mengajarkan ilmu pengetahuan. Dinasti Samanid pun mulai memperbaiki sistem pendidikan umum. Di setiap perkampungan berdiri sekolah. Keluarga yang kaya-raya menndidikan putera-puterinya dengan sistem home schooling atau sekolah di rumah.
Anak yang berusia enam tahun mulai mendapat pendidikan dasar selama enam tahun. Setelah itu, anak-anak di Bukhara bisa melanjutkan studinya ke madrasah. Pendidikan di madrasah dilalui dalam tiga tingkatan, masing-masing selama tujuh tahun. Keseluruhan pendidikan di madrasah harus ditempuh selama 21 tahun.
Para siswa mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, mulai ilmu agama, aritmatika, jurisprudensi, logika, musik, serta puisi. Geliat pendidikan di Bukhara itu telah membawa pengaruh yang positif dalam penyebaran dan penggunaan bahasa Persia dan Uzbek.
Tak heran, kemampuan penduduk Bukhara dalam menulis, menguasai ilmu pengetahuan serta keterampilan berkembang pesat. Di tanah Bukahara pun kemudian lahir sederet ulama dan ilmuwan Muslim termasyhur.
Pada tahun 998 M, kekuasaan Dinasti Samanid berakhir dan digantikan Dinasti Salajikah. Tak lama kemudian, diambli alih Dinasti Khawarizmi. Pada masa itu, status Bukhara sebagai pusat peradaban dan perkembangan Islam masih tetap dipertahankan. Ketika masa kekuasaan pemerintah Sultan Ala’udin Muhammad Khawarizmi Syah berakhir, Bukhara sebagai pusat ilmu pengetahuan pun mulai meredup.
Pada 1220 M, peperangan hebat antara pasukan Sultan Ala’udin dengan pasukan Mongol di bawah komando Jengiz Khan meletus. Serangan brutal yang dilakukan 70 ribu pasukan Jengiz Khan tak mampu diredam. Bukhara pun jatuh ke tangan pasukan Mongol. Dengan kejam dan sadis, pasukan Mongol membantai penduduk kota, membakar madrasah, masjid dan bangunan penting lainnya.
Jengiz Khan meluluh-lantakan peradaban dan ilmu pengetahuan yang dibangun umat Islam di Bukhara. Bukhara rata dengan tanah. Ibnu Asir melukiskan kondisi Bukhara dengan kata-kata: ka an lam tagna bi al-amsi (seolah-olah tak ada apa-apa sebelumnya). Cahaya kemajuan peradaban yang ilmu pengetahuan yang terpancancar dari Bukhara pun meredup


Bukhara di Zaman Modern

Meski masa kejayaannya telah berlalu pada abad ke-13 M, Bukhara masih memegang peranan yang penting di abad ke-19 M. Menurut Demezon, pada tahun 1833, Bukhara tetap menjadi bagian yang penting dalam kehidupan keagamaan dan budaya di kawasan tersebut.
“Madrasah-madrasah di Bukhara masih terkenal hingga ke Turkistan. Pelajar-pelajar dari Khiva, Kokand, Gissar bahkan dari Samarkand dan kawasan Tatar berbondong-bondong belajar ke Bukhara. Ada sebanyak 60 madrasah di Bukhara yang sukses maupun kurang sukses,” papar Demezon menggambarkan situasi Bukhara di abad ke-19.
Memasuki era modern, Bukhara berada di bawah kekuasaan Rusia. Bukhara pun dijadikan semacam bidak catur dalam ‘permainan besar’ antara Rusia dengan Inggris. Kota itu benar-benar merdeka selama revolusi komunis. Namun, Bukhara akhirnya masuk dalam kekuasaan Uni Soviet.
Menyusul terbentuknya Uni Soviet, Tajiks yang merupakan bagian dari Uzbekistan menuntut kemerdekaan. Rusia yang mendukung Uzbekistan atas Tajiks menyerahkan kota yang secara tradisional berbahasa dan berbudaya Iran, yakni Bukhara dan Samarkand kepada Uzbekistan.



Memasuki era modern, Bukhara berada di bawah kekuasaan Rusia. Bukhara pun dijadikan semacam bidak catur dalam ‘permainan besar’ antara Rusia dengan Inggris. Kota itu benar-benar merdeka selama revolusi komunis. Namun, Bukhara akhirnya masuk dalam kekuasaan Uni Soviet.
Menyusul terbentuknya Uni Soviet, Tajiks yang merupakan bagian dari Uzbekistan menuntut kemerdekaan. Rusia yang mendukung Uzbekistan atas Tajiks menyerahkan kota yang secara tradisional berbahasa dan berbudaya Iran, yakni Bukhara dan Samarkand kepada Uzbekistan.



Oleh Heri Ruslan