Rabu, 27 Maret 2013

Ini 10 Ruas Tol yang Tak Sesuai Standar Pelayanan Minimum



Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum mengatakan ada 10 ruas jalan tol yang belum sesuai dengan Standar Pelayanan Mininum (SPM). Ini berdasarkan evaluasi BPJT semester II-2012.

"Ada 10 ruas masih ada kekurangan mengenai SPM-nya. Kami sudah melakukan evaluasi," kata Ghani di acara Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR yang dilakukan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2013).

Ghani menyebut, beberapa kerusakan di 10 ruas jalan tol tersebut meliputi, jalan yang berlubang, lampu jalan kurang, serta pagar-pagar yang rusak. Kondisi ini sangat terkait dengan keamanan dan keselamatan.

"Pagar-pagar ini sering dicuri warga sekitar," jelasnya.

Lanjut Ghani, BPJT telah mengirimkan surat ke operator jalan tol tersebut agar memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan. Diharapkan, ada respons cepat dari pihak operator untuk segera memperbaiki kerusakan di ruas tol tersebut.

"Kami sudah menyurati, mudah-mudahan bulan depan sudah mendapat balasan," katanya.

SPM merupakan syarat bagi operator untuk menaikkan tarifnya. Hal itu sesuai aturan perundang-undangan per dua tahun sesuai dengan inflasi. Tahun ini, diperkirakan ada 18 ruas tol yang tarifnya akan naik.

"Jadi 10 ruas tol itu ada yang masuk 18 ruas tol," cetusnya.

Adapun 10 ruas tersebut ialah:
  1. Cawang-Tomang-Cengkareng. Karena lampu jalan.
  2. Jakarta-Cikampek. Karena lubang dan pagar.
  3. Jakarta Outer Ring Road. Karena lubang dan lampu jalan.
  4. Ulujami-Pondok Aren. Karena jalan berlubang.
  5. Sedyatmo. Karena lampu jalan.
  6. Cipularang-Padaleunyi. Karena lubang, pagar, dan lampu jalan.
  7. Kanci Pejagan. Karena jalan berlubang.
  8. Surabaya-Gresik. Karena jalan berlubang dan pagar.
  9. Waru-Juanda. Karena rambu jalan.
  10. Bogor Ring Road. Karena jalan berlubang.



Senin, 25 Maret 2013

Kisah Tawasul Tiga Orang Saleh di Dalam Gua



Alkisah, di masa lalu jauh sebelum Islam lahir, terdapat tiga orang mukmin yang pribadinya amat saleh. Mereka berasal dari golongan bani Israil yang amat patuh dan taat pada perintah Allah. Mereka menjauhi larangan-Nya dan takut akan azab. Mereka mementingkan keridhaan Allah ketimbang kenikmatan dunia.

Suatu hari, tiga orang saleh tersebut melakukan perjalanan. Hingga di tengah perjalanan, ketiganya didera hujan deras. Mereka pun kemudian berlari dan berlindung ke sebuah gua di kaki gunung. Namun saat ketiganya telah berada di dalam goa, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu gua.

Paniklah ketiganya. Batu tersebut amat besar nan berat hingga sulit dipindahkan. Mereka tak akan mampu keluar kecuali dengan pertolongan Allah.

Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Pikirkanlah amalan saleh yang pernah kalian kerjakan karena Allah, kemudian berdoalah kepada Allah dengan amalan saleh tersebut. Mudah-mudahan Allah menyingkirkan batu itu dari kita," ujarnya kepada dua temannya.

Maka mulailah mereka berfikir amalan kebajikan apa yang pernah mereka lakukan dengan niat tulus kepada Allah. Ketiganya pun mengingat-ingat hingga menemukannya. Segeralah mereka bertawassul dengan amalan mereka. Mereka menjadikan amalan sebagai perantara dikabulkannya doa.

Orang saleh pertama pun bertawasul dengan amalan baktinya kepada orang tua. Ia merupakan seorang pengembala miskin yang berkewajiban menafkahi kedua orang tua, istri dan anak-anak yang masih kecil.

Setiap pulang mengembala, ia memerah susu untuk diberikan pada keluarganya tersebut. Setiap hari, ia melakukannya rutin dengan memberikan susu kepada kedua orang tuanya lebih dahulu, baru kemudian anak dan istrinya.

Suatu hari, ternak si pengembala berlari jauh dari tempat merumput biasa. Akibatnya, ia pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Seperti biasa, ia memeras susu dari ternaknya. Namun ketika tiba di rumah, orang tuanya telah tertidur lelap. Bukan memberikan kepada anaknya, si pengembala justru menunggu orang tuanya terbangun.

Ia menunggu di sisi keduanya sementara anak-anaknya menangis meminta susu tersebut karena lapar. "Aku tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum kedua orangtuaku meminumnya," ujar si pengembala.

Tentu saja si pengembala tak tega dengan anak-anaknya yang terus saja menangis. Namun baktinya pada orang tua begitu besar, hingga terus menunggu keduanya bangun. Ia terus menunggu dengan perasaan iba pada anaknya hingga fajar menyingsing.

"Seperti itulah kondisiku dan anak-anakku hingga terbit fajar. Ya Allah, jika engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajahMu. Maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami agar dapat melihat langit," pintanya kepada Allah, ArRahman ar-Rahim. Allah pun mengabulkan doanya dan membuat batuyang menutup rapat pintu goa agar terbuka sebuah celah. 

Kemudian giliran orang kedua. Ia pun memanjatkan kedua tangannya seraya berkata, "Sesungguhnya aku memiliki sepupu wanita yang amat aku cintai. Aku mencintainya layaknya pria mencintai seorang wanita. Aku memintanya melayaniku namun ia menolak."
"Aku pun mengumpulkan uang seratus dinar dengan susah payah. Setelah terkumpul, kuberikan pada gadis itu. Namun setelah aku berada dihadapannya (untuk bermaksiat), gadis itu berkata, 'Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah. Jangan kau buka tutup (renggut keperawananku) kecuali dengan haknya'. "

Mendengarnya, aku segera bangkit meninggalkannya. Ya Allah, kalau Engkau tahu aku melakukannya karenaMu, karena mengharap wajahMu, karena takut siksaMu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu ini," pintanya. Maka makin terbukalah celah batu tersebut dari mulut goa.

Tibalah giliran terakhir, pria saleh ketiga. Ia bertawassul dengan perbuatannya yang mendahulukan hak orang lain. Ia berhati-hati mengambil harta orang lain tanpa hak. Suatu hari, ia pernah menyewa seorang buruh dengan upah seharga satu faraq beras atau sekitar 30 kilogram. Namun setelah bekerja, si buruh tak mengambil upahnya. Maka pria shalih si majikan itu pun mengembangkan harta tersebut hingga ia mampu membeli ternak sapi dari upah yang dijadikan modal tersebut.

Lalu datanglah si buruh meminta haknya. Namun upah tersebut sudah berkembang menjadi harta yang lebih banyak. Lalu apa yang terjadi? si majikan justru memberikan seluruh harta yang dikembangkan dari upah tersebut. Padahal dialah yang mengembangkan harta itu, dan hak si buruh hanyalah hak awal seharga satu faraq beras. Namun si majikan merupakan pria shalih yang sangat berhati-hati akan hak orang lain, terutama harta.

"Aku berikan pada buruh semua harta yang aku kembangkan. Jikalau aku mau, tentu tidak aku berikan kepadanya kecuali upahnya saja. Akhirnya dia (si buruh) membawa sapi dan pengembalanya lalu pergi. Kalau Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajahMu, karena mengharap rahmatMu, maka bukakanlah untuk kami apa yang tersisa dari batu itu," pinta si pria ketiga sang majikan yang murah hati tersebut.

Maka Allah pun membukakan seluruh bagian batu penutup pintu goa. Mulut goa pun kini dapat dilalui ketiganya. Para hamba Allah yang shalih itu pun keluar dengan wajah gembira dan penuh syukur. Kisah tiga pria shalih tersebut dikisahkan hadits Rasulullah dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar dengan riwayat muttafaqun 'alaih. Isi hadits kurang lebih seperti yang dikisahkan di atas.

Dari kisah tersebut banyak diambil pelajaran bagi muslimin hingga kini. Selain yang telah tersurat jelas bahwa mulianya berbakti pada orang tua, meninggalkan maksiat dan berhati-hati pada hak orang lain, masih terdapat banyak hikmah dari kisah tersebut.

Oleh Afriza Hanifa  


Manfaat Tahajjud



Setiap Muslim seharusnya memiliki keinginan yang kuat untuk melaksanakan shalat Tahajud setiap malam hingga menjadi terbiasa.
Orang-orang saleh zaman dahulu tekun menjalankannya, baik pada musin panas maupun dingin. Mereka memandang seolah-olah shalat Tahajud itu adalah sesuatu yang wajib (HR Tirmidzi).

Jika terlewatkan sekali saja mereka menganggap itu sebagai musibah yang besar baginya. Pastinya, selain sebagai ’mesin keimanan’, Tahajud memberikan banyak manfaat besar dalam kehidupan mereka yang istikamah menjalankannya.

Di antaranya, pertama, untuk menjaga kesehatan. Tidak diragukan lagi bahwa shalat Tahajud menjadi terapi pengobatan terbaik dari berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, orang-orang yang membiasakan diri untuk shalat Tahajud akan memiliki daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit.

Rasulullah SAW bersabda, “Lakukanlah shalat malam karena itu adalah tradisi orang-orang saleh sebelum kalian, sarana mendekatkan diri kepada Allah, pencegah dari perbuatan dosa, penghapus kesalahan, dan pencegah segala macam penyakit dari tubuh.” (HR Tirmidzi).

Kedua, menjaga ketampanan atau kecantikan. Setap manusia pasti mendambakan ketampanan/kecantikan dalam dirinya. Nah, melalui terapi shalat Tahajud, seseorang dapat meraih apa yang didambakannya, tanpa mengeluarkan biaya sepersen pun.

Yaitu jaminan ketampanan/kecantikan yang dihasilkan dari shalat Tahajud, tidak terbatas pada tampilan lahir, juga dapat menghasilkan ketampanan/kecantikan batin.

Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang banyak menunaikan shalat malam, maka wajahnya akan terlihat tampan/cantik di siang harinya.” (HR Ibnu Majah).

Ketiga, meningkatkan produktifitas kerja. Selain manfaat untuk kesehatan dan merawat ketampanan/kecantikan, shalat Tahajud juga diyakini dapat meningkatkan produktifitas kerja yang berbasis spiritualitas.

Oleh karena itu, salah satu program untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang handal secara intelektual, emosional, dan spiritual adalah membiasakan shalat Tahajud pada setiap malamnya.

Rasulullah SAW bersabda, ”Setan membuat ikatan pada tengkuk salah seorang di antara kalian ketika tidur dengan tiga ikatan dan setiap kali memasang ikatan dia berkata: ”Malam masih panjang, maka tidurlah”.
Jika orang tadi bangun lalu berdzikir kepada Allah SWT, maka terlepas satu ikatan, jika dia berwudhu, maka terlepas satu ikatan yang lainnya, dan jika dia melaksanakan shalat, maka terlepas semua ikatannya.

Pada akhirnya dia akan menjadi segar (produktif) dengan jiwa yang bersih, jika tidak, maka dia akan bangun dengan jiwa yang kotor yang diliputi rasa malas.” (HR Bukhari).

Keempat, mempercepat tercapainya cita-cita dan rasa aman. Selain dengan usaha (ikhtiar) secara maksimal guna menggapai cita-cita dan rasa aman, seseorang hendaknya membiasakan diri untuk shalat Tahajud, karena doa yang mengiringi Tahajud akan dikabulkan oleh Yang Maha Mengabulkan.

Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya Allah tertawa terhadap dua orang laki-laki: Seseorang yang bangun pada malam yang dingin dari ranjang dan selimutnya, lalu ia berwudhu dan melakukan shalat.

Allah berfirman kepada para Malaikat-Nya, “Apa yang mendorong hamba-Ku melakukan ini?” Mereka menjawab, “Wahai Rabb kami, ia melakukan ini karena mengharap apa yang ada di sisi-Mu.” Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku telah memberikan kepadanya apa yang ia harapkan (cita-citakan) dan memberikan rasa aman dari apa yang ia takutkan.” (HR Ahmad).

Semoga Allah SWT membimbing kita untuk mendawamkan shalat Tahajud dan dapat merasakan manfaatnya. Amin. 


Oleh Imam Nur Suharno

Satu Kesulitan di Antara Dua Kemudahan



Buya HAMKA berbagi kisah dalam bukunya.  “Kalau saya bawa bermenung saja kesulitan dan perampasan kemerdekaanku itu, maulah rasanya diri ini gila. Tetapi akal terus berjalan; maka ilham Allah pun datang. Cepat-cepat saya baca Alquran, sehingga pada lima hari penahanan yang pertama saja, tiga kali Quran khatam dibaca.  Lalu saya atur jam-jam buat membaca dan jam-jam buat mengarang tafsir Alquran yang saya baca itu. Demikianlah hari berjalan terus dengan tidak mengetahui dan tidak banyak lagi memikirkan bilakah akan keluar

Akhirnya, beliau dibebaskan dari penjara setelah sempat mengkhatamkan Alquran lebih dari 150 kali dan menulis tafsir Alquran 28 juz hanya dalam masa dua tahun (juz 19 dan 20 telah ditafsirkan sebelum dipenjara).

Bagi Buya HAMKA kisah menjadi salah satu bukti kebenaran janji Allah SWT dalam kitab-Nya. “Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” QS. al-Insyirah(94):4-5.  Demikian janji Allah kepada Rasul-Nya, saat dihimpit kesulitan.  Allah SWT bahkan memberi penekanan dengan mengulangnya.

Jika kita renungkan maknanya, dapat kita pahami bahwa kemudahan diciptakan bersama dengan kesulitan.  Kesulitan dan kemudahan bagaikan satu paket yang tidak terpisahkan (built-in).  Rasulullah SAW, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dari riwayat Anas bin Malik, pernah mengilustrasikannya saat  duduk bersama para sahabat di depan sebuah batu.  “Saat kesulitan datang dan masuk batu ini, maka kemudahan pasti akan datang dan masuk pula menghilangkan kesulitan tersebut”

Dalam tafsir Ibnu Abbas RA lebih jauh diterangkan bahwa Allah Ta’ala menyebut “satu kesulitan di antara dua kemudahan”.  Menurut penjelasan ulama, alasannya adalah karena kesulitan (al-usr) yang tersurat di dalam dua ayat tersebut memiliki bentuk definitif atau tunggal.  Jadi, walaupun disebut dua kali, cuma satu kesulitannya.  Sementara itu, kemudahan (yusr) diekspresikan dengan indefinite article yang mengindikasikan bentuk jamak.

Terkait hal ini, Buya HAMKA pernah berkisah pula tentang syair lagu yang sering didengarnya dari Buya AR Sutan Mansyur iparnya.

"Apabila bala bencana telah bersangatan menimpamu.  Fikirkan segera Surat Alam Nasyrah.  'Usrun terjepit di antara dua Yusran. Kalau itu telah engkau fikirkan, niscaya engkau akan gembira."

Syair itu sangat membekas dalam ingatan dan hatinya.  Mungkin, dengan sebab itulah ilham Allah SWT datang saat Buya HAMKA dihimpit kesulitan dalam penjara.  Wallahu’a’lam.


Oleh Rahmat Saptono Duryat 

Amal Sholeh, Cara Cerdas Raih Khusnul Khotimah


SIAPA yang tidak ingin hidup bahagia di dunia dan selamat di akhirat? Semua orang pasti mendambakannya. Tak hanya orang beriman saja, bahkan orang tak beragama dan para penjahat-pun, kadang juga memilih mati dalam keadaan baik.
  
Lihatlah kaos-kaos menyesatkan yang sering digunakan anak-anak muda bertuliskan, “Muda Foya-foya, Tua Kaya-rya, Mati Masuk Surga”. Meski hanya sebatas kaos, sesungguhnya pesan ini telah banyak mempengaruhi jiwa dan pikiran banyak orang, terutama anak-anak muda kita.

Karena itulah, Dr Nurcholis Madjid dalam sebuah forum pernah menanggapi slogan yang sering dijadikan kaos anak-anak muda itu dengan mengatakan, “tak ada yang gratis dalam hidup. Apalagi mau masuk surga.”
Perilaku seperti itu menandakan masih banyak di antara kita yang belum memahami dengan benar arti waktu dan arti hidup yang sebentar ini.
Orang bisa bahagia luar biasa karena kesigapannya mengatur waktu, dan orang bisa menyesal luar biasa karena kelalaiannya terhadap waktu. Jadi, benarlah ungkapan pepatah Arab, bahwa “waktu adalah pedang”.
"L'uomo misura il tempo e il tempo misura l'oumo".  Manusia mengukur waktu dan waktu mengukur manusia,  “ ujar sebuah pepatah Italia.

Sayangnya tidak setiap Muslim benar-benar mempersiapkan diri dan paham arti hidup.
Sebagian masih sebatas mengetahui kemudian lalai terhadapNya. Sebagian lain tidak lalai namun terkesan apa adanya. Padahal aksioma yang tak terbantahkan suatu saat, entah kapan, kita pasti akan menemui kematian.

Bagi orang yang beriman masih beruntung karena dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah. Tetapi bagi mereka yang kafir dan munafiq, sungguh akhirat adalah tempat yang tak pernah mereka harapkan. Sebab di akhirat mereka tak henti-henti minta ampun dan menyesal sejadi-jadinya karena gagal mengisi waktu di dunia dengan menunaikan amal-amal sholeh.


“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?" 
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. 63: 10 – 11).

Tanda Surga

Untuk mengetahui apakah nanti kita akan masuk surga atau tidak, tentu tidak ada jawaban pastinya. Namun Rasulullah saw memberikan pedoman bagi umat Islam bagaimana cerdas mengelola waktu, sehingga bisa mengenali tanda-tanda seorang Muslim mendapatkan surga.
Satu tanda bahwa seorang Muslim akan masuk surga ialah meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Artinya seorang Muslim meninggal dalam keadaan baik (ibadah kepada Allah).

Bisa dalam keadaan mendirikan sholat, dzikir, menghadiri majlis ilmu, atau dalam kegiatan atau perjalanan yang diridhai Allah dan rasul-Nya.
Sebaliknya ialah su’ul khotimah. Keadaan di mana seorang Muslim meninggal dalam keadaan tidak baik. Seperti; meninggal saat berjudi, berzina, mencuri, kikir, korupsi, atau sedang menjerumuskan diri dalam berbagai bentuk kemaksiatan dan kedholiman.

Dalam sejarahnya, tak satu pun manusia yang bisa mengetahui apakah dirinya bisa mati dalam keadaan khusnul khotimah atau su’ul khotimah. Hal ini tiada lain agar kita, sebagai seorang Muslim, benar-benar waspada dalam pemanfaatan waktu. Jangan sampai terlena oleh gemerlap dunia, sehingga lupa akan akhirat dan kemudian mati dalam keadaan su’ul khotimah.

Prioritaskan Amal Sholeh

Dalam sebuah hadis rasulullah saw bersabda, “Orang yang cerdas ialah orang yang menahan hawa nafsunya dan berbuat (amal sholeh) untuk (bekal) kehidupan setelah mati.” (HR. Turmudzi).

Mengapa kriteria orang cerdas dalam Islam seperti itu? Sebab setiap manusia akan menemui kematian. Orang yang paling siap menghadapi kematian dengan memperbanyak amal sholeh jelas orang yang akan bahagia. Dan, siapa orang yang mempersiapkan dirinya untuk meraih kebahagiaan tentu ia adalah orang yang paling beruntung.
Oleh karena itu, al-Qur’an dalam sebuah ayat memberikan satu kriteria lengkap dan jelas bahwa yang dimaksud orang yang berakal (berilmu, cerdas) adalah ulul albab. Yaitu orang yang senantiasa mengisi waktunya dengan dzikir dan fikir agar mendapat keridoan-Nya. (QS. 3: 190 – 191).

Itulah orang yang memiliki keimanan yang kokoh, melakukan perbuatan-perbuatan besar, cerdas (berilmu), dan termasuk orang-orang yang diridhoi oleh Allah untuk meraih kebahagiaan dengan anugerah besar berupa akhlak yang mulia.

"Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (QS. As Saad: 45-47).

Dengan demikian jelaslah bagi kita untuk mengerti dengan sebenarnya, apakah kita termasuk orang yang cerdas atau tidak. Jika kita ingin cerdas, maka hendaklah kita mencontoh perilaku para kekasih Allah (Nabi dan Rasul). Yaitu senantiasa menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, beramal sholeh, dan berorientasi terhadap kehidupan akhirat. Itulah perkara besar yang harus diutamakan, bukan yang lain.
Langkah tersebut akan memberikan dampak positif luar biasa, baik ketika di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, yang tidak cerdas akan mengalami penyesalan luar biasa.

"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) . Maksudnya: orang-orang kafir di waktu menghadapi sakratil maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat beriman.
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan." (QS. Al-Mu’minun: 99 – 100).

Waspadai Akhir yang Buruk

Bagaimana agar kita bisa meninggal dalam keadaan khusnul khotimah? Tentu tidak ada jalan lain selain waspada dan konsisten mengisi sisa umur yang kita miliki untuk kebaikan-kebaikan dunia maupun akhirat.

Dengan kata lain kita tidak boleh terlampau santai menyikapi waktu yang kita miliki apalagi merasa umur masih cukup panjang, sehingga suka meremehkan perbuatan dosa dan bangga berbuat maksiat.

Anas ra, pernah bertutur, "Sesungguhnya, kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang menurut kalian lebih kecil dari rambut. Padahal kami pada zaman rasulullah saw, sudah menganggapnya sebagai dosa yang membinasakan (dosa besar)." (HR. Bukhari).

Apabila hal itu terjadi maka sirnalah fungsi hati seorang Muslim. Ibn Atha’illah dalam sebuah nasehatnya menyatakan bahwa, di antara tanda matinya hati adalah tidak bersedih atas ketaatan yang terlewat dan tidak menyesal atas dosa yang diperbuat.
Oleh karena itu sebagai upaya waspada kita terhadap akhir yang buruk (su’ul khotimah) hendaknya setiap hari kita melakukan evaluasi terhadap keyakinan kita. Apakah keyakinan yang ada di dalam hati ini telah bersih dari titik-titik keraguan. Jika masih ada keraguan segeralah membersihkannya.

Selanjutnya ialah memeriksa tabiat diri. Apakah kita sudah terbebas dari panjang angan-angan dan gemar menyegerakan kebaikan? Sebab satu faktor utama manusia enggan beramal sholeh dikarenakan panjangnya angan-angan. Akibatnya sebagian besar malah suka menunda-nunda untuk taubat dan akhirnya meninggal dalam keadaan yang sangat buruk.

Jadi, mulai sekarang marilah biasakan diri untuk memperkuat iman, meneguhkan hati untuk konsisten beramal sholeh, dan waspada untuk tidak berbuat dosa. Sebab kita tidak pernah tahu kapan ajal menemui kita.

Dengan cara itulah, insya Allah kita akan tergolong manusia yang cerdas menurut nabi dan insya Allah akan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dan mendapat keridoan-Nya, amin. Wallahu a’lam.*/Imam Nawawi




Tanda-Tanda Husnul Khotimah



Kematian merupakan suatu hal yang telah ditakdirkan oleh Allah swt. Setiap makhluk pasti akan kembali kepada-Nya. Dan setiap muslim yang beriman tentunya ingin kembali ke pangkuan Illahi dalam kondisi yang baik dan diridhoi oleh Allah swt, atau husnul khotimah. Sebagai makhluk ciptaan-Nya kita hanya bisa berdoa kepada Allah swt agar diberikan akhir yang baik pada hidup kita di dunia. Allah swt telah menetapkan tanda-tanda husnul khotimah. Berikut ini adalah tanda-tanda husnul khotimah serta golongan-golongan yang akan mendapatkannya:

1. Mengucapkan kalimat syahadat ketika wafat
Rasulullah bersabda:”Barangsiapa yang pada akhir kalimatnya mengucapkan “Laa ilaaha illallah” maka ia dimasukkan ke dalam surga.” (HR. Hakim)

2. Ketika wafat dahinya berkeringat
Hal ini berdasarkan hadits dari Buraidah Ibnul Khasib, adalah dahulu ketika Buraidah di Khurasan, menengok saudaranya yang tengah sakit, namun didapatinya ia telah wafat, dan terlihat pada jidatnya berkeringat, kemudian ia berkata,”Allahu Akbar, sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya.” (HR. Ahmad, AN-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu MAjah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan ath-Thayalusi dari Abdullah bin Mas’ud)

3. Wafat pada malam Jumat
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari jumat atau pada malam jumat kecuali pastilah Allah menghindarkannya dari siksa kubur.” (HR. Ahmad)

4. Mati syahid dalam medan perang dan berjuang di jalan Allah
Hal ini terdapat dalam firman Allah swt: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup disisi Tuhan-Nya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahal orang-orang yang beriman.” (Ali Imran:169-171)

Selain itu, terdapat pula dalam hadits sebagai berikut:
Rasulullah saw bersabda: “Bagi orang yang mati syahid ada 6 keistimewaan yaitu: diampuni dosanya sejak mulai pertama darahnya mengucur, melihat tempatnya di dalam surga, dilindungi dari adzab kubur, dan terjamin keamanannya dari malapetaka besar, merasakan kemanisan iman, dikawinkan dengan bidadari, dan diperkenankan memberikan syafa’at bagi 70 orang kerabatnya.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Seorang sahabat Rasulullah berkata: “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata: Wahai Rasulullah mengapa orang mukmin mengalami fitnah di kuburan mereka kecuali yang mati syahid? Beliau menjawab: Cukuplah ia menghadapi gemerlapnya pedang di atas kepalanya sebagai fitnah.”  (HR. an-Nasai)

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan menyampaikannya derajat para syuhada sekalipun ia mati diatas ranjangnya.” (HR. Imam Muslim dan al-Baihaqi)

5. Wafat karena tenggelam serta karena penyakit tertentu seperti kolera, tuberculosis (TBC), dan busung perut
Rasulullah saw bersabda: “Mati di jalan Allah adalah syahid, dan perempuan yang mati ketika tengah melahirkan adalah syahid, mati karena terbakar adalah syahid, mati karena tenggelam adalah syahid, mati karena penyakit TBC adalah syahid, dan mati karena penyakit perut adalah syahid.” (HR.Thabrani)

Dari Hafshah binti Sirin bahwa Anas bin Malik berkata: “Bagaimana Yahya bin Umrah mati? Aku jawab: “Karena terserang penyakit kolera.” ia berkata: Rasulullah telah bersabda: penyakit kolera adalah penyebab mati syahid bagi setiap muslim.” (HR. Bukhari, ath-Thayalusi dan Ahmad)

Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw tentang penyakit kolera. Lalu beliau menjawab;”Adalah dahulunya penyakit kolera merupakan adzab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kemudia Dia jadikan sebagai rahmat bagi kaum mukmin. Maka tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah kolera lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah tetapkan baginya pahala orang yang mati syahid”(HR. Bukhari, al-Baihaqi dan Ahmad)

6. Perempuan yang wafat karena melahirkan
Dari Ubadah ibnush Shamit ra bahwa Rasulullah saw menjenguk Abdullah bin Rawahah yang tidak bisa beranjak dari pembaringannya, kemudian beliau bertanya : “Tahukah kalian siapa syuhada dari ummatku? Orang-orang yang ada menjawab: Muslim yang mati terbunuh” Beliau bersabda: “Kalau hanya itu para syuhada dari ummatku hanya sedikit. Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga).” (HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi)
7. Wafat karena mempertahankan harta dari perampok
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mati karena mempertahankan hartanya adalah syahid.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu DAud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw seraya berkata: “Ya, Rasulullah, beritahukanlah kepadaku bagaimana bila ada seseorang yang datang dan akan merampas hartaku” Beliau menjawab: “jangan engkau berikan”  Ia bertanya; bagaimana kalau ia membunuhku? Beliau menjawab: Engkau mati syahid. Orang itu bertanya kembali; Bagaimana kalau aku yang membunuhnya? Beliau menjawab:  ia masuk neraka.” (HR. Imam Muslim, an-Nasa’i dan Ahmad)


8. Mati dalam membela agama dan jiwa
Rasulullah saw bersanda: “Barangsiapa mati terbunuh dalam membela hartanya maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati dalam membela keluarganya maka ia mati syahid, dan barang siapa yang mati dlam rangka membela agama(keyakinannya) maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati mempertahankan darah (jiwanya) maka ia syahid.” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i, at-tirmidzi, dan Ahmad)

9. Orang yang selalu mengerjakan amal saleh hingga akhir hidupnya, termasuk meninggal dalam keadaan sedang menjalankan ibadah kepada Allah swt.
Dari Ali bin Abi Tholib ra, dia berkata : “Suatu hari saya akan menunaikan sholat subuh di masjid bersama Rasulullah saw, tapi di tengah jalan aku bertemu dengan seseorang yang sudah renta juga mau ke masjid untuk menunaikan sholat subuh, aku terus berjalan di belakangnya, dan ketika kami berdua sampai di masjid ternyata sholat berjamaah sudah usai, akhirnya aku sholat subuh berjamaah dengan kakek itu, dan ketika aku salam tahiyyat akhir si kakek tetap bersujud dan ternyata si kakek telah meninggal dunia, lalu para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, bagaimana keadaan kakek ini di akhirat?” Rasulullah saw menjawab, “Dia masuk surga” (HR Ahmad & Daruqutni)

10. Ketika wafat, wajahnya terlihat tenang, damai, dan tersenyum seolah-olah ia melihat bidadari di syurga
Dari Abu Darda ra, Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan keluar ruhnya seorang mukmin sampai dia melihat tempatnya di surga, dan tidak akan keluar ruhnya seorang kafir sampai dia melihat tempatnya di neraka” (HR Al-Baihaqi)

http://cahyaislam.wordpress.com/2009/05/08/tanda-tanda-husnul-khotimah/