Jumat, 09 Mei 2014

Bersahabat karena Allah





Saat masih di Makkah, Rasulullah SAW pernah kedatangan seorang tamu yang buta, Ibnu Ummi Maktum. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah aku dari apa yang Allah ajarkan kepadamu.” Saat itu, Rasulullah SAW sedang bercengkerama dengan para pembesar kaum kafir Quraisy.

Karena menganggap mereka lebih penting dalam mengembangkan dakwah di kemudian hari, Rasul pun berpaling dari sahabatnya yang buta ini.

Rasulullah SAW bertanya kepada para pembesar Qurasiy, “Apakah menurutmu apa yang aku katakan (tentang dakwah tauhid) ini  baik?

Salah seorang lelaki pembesar musyrikin itu menjawab, “Tidak”. Atas kejadian ini turunlah surat Abasa sebagai teguran atas sikap Rasulullah SAW yang memalingkan dan bermuka masam terhadap sahabatnya itu. (HR At-Tirmidzi dari Aisyah ra nomor 2651).

Di kemudian hari, ketika Rasulullah SAW telah tinggal di Madinah, beliau memiliki kebiasaan singgah di sebuah masjid yang ia lewati.

Di sana, ada seorang perempuan hitam yang, menurut Imam Baihaqi dalam Subulussalam, bernama Ummu Mihjan. Ia biasa menyapu masjid.

Setiap datang ke masjid itu, Rasulullah SAW menyapanya. Pada suatu hari,  Rasulullah SAW berkunjung kembali dan menanyakan tentang perempuan itu, “Di mana dia dan bagaimana kabarnya?” Para sahabat lalu  mengabarkan perempuan itu telah meninggal dunia.

Ada kesan para sahabat menganggap kecil urusan itu sehingga merasa tak perlu mengabarkannya kepada Nabi. Nabi SAW pun berujar, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku? Tunjukkan di mana kuburannnya!

Lalu, Nabi SAW mendatangi kuburannya dan shalat jenazah di atasnya. (HR Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).

Dua riwayat ini hendak menggambarkan betapa Islam memandang manusia itu sama derajatnya di sisi Allah. Yang berbeda hanyalah takwanya.

Karena tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui kedalaman takwa, seseorang bisa mempertimbangkannya berdasarkan keimanan.

Inilah yang mendasari segala aktivitas sosial seorang Muslim, termasuk di dalamnya pertemanan atau persahabatan.

Pertemanan dalam Islam tak bergantung jabatan, harta kekayaan, dan kesempurnaan jasmaniah. Rasul ditegur Allah karena bermuka masam terhadap orang buta tapi beriman. Di sisi lain, Rasul menganggap penting perempuan hitam yang istiqamah membersihkan masjid .

Hal itu berbeda dengan realitas sosial yang terjadi belakangan ini. Sebelumnya, begitu banyak orang melakukan pendekatan, menjalin persahabatan, berbagi uang, sembako, dan sebagainya untuk mendapatkan suara.

Sebentar lagi, kita menyaksikan begitu banyak orang yang mendekati dan membangun keakraban dengan mereka yang mendapat ujian jabatan kekuasaan sebagai anggota dewan. Ibarat gula dan semut, di mana ada yang berasa manis di sana ada semut yang mengerubutinya.

Rupanya, jalinan pertemanan di era kekinian seakan hanya didasarkan pada kepentingan sesaat. Jika tidak perlu, tidak membutuhkan, dan tidak penting secara duniawi, persahabatan itu tidak terjalin.

Dalam konteks berpolitik, model koalisi yang dilakukan partai-partai politik pun tidak jauh dari kepentingan untuk berebut dan berbagi kekuasaan. Ketika sedang berkompetisi mereka saling mencela dan menjatuhkan.

Namun, saat membutuhkan dan berkepentingan mereka saling mendekati dan bernegosiasi. Betapa indahnya jika koalisi itu didasarkan atas iman karena Allah. Ini berarti membangun hubungan politik antarpartai atas dasar cita-cita kemanusiaan dan keadilan.

Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah SAW menyatakan,’’Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah SWT akan bertanya, ‘Wahai anak Adam, Aku meminta makan dan minum kepadamu, tetapi mengapa engkau tidak mau memberi-Ku makan dan minum?”

Si anak Adam menjawab, “Bagaimana mungkin aku memberi Engkau makan sedangkan Engkau Tuhan semesta alam.

Allah SWT berfirman, “Bukankah engkau mengetahui hamba-Ku, si fulan meminta makan dan minum kepadamu tetapi engkau tidak mau memberinya makan dan minum. Seandainya engkau memberinya makan dan minum, tentu engkan akan dapatkan hal itu di sisi-Ku.” (HR Muslim). Wallahu a’lamu.



Oleh: Bahrus Surur-Iyunk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar