A.
Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai
sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry,
misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry
Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG.
Menurut
Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders
khususnya, dan stakeholders pada umumnya.
Tentu
saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang
saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di
lingkungan tertentu.
Sejumlah
negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara
mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit
perbedaan istilah.
Kelompok
negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen
perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil
keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan
tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya.
Karena
itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari
perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility,
accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara
itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai
utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation.
Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia.
Menurut
lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk
mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah
peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan
akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap
memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas
bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap
diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering
juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang
awam masih terdengar janggal di telinga.
Maklum,
istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan
pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu
dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah
yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1.
Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu
sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang
dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan
penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu
proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya.
B.
Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG
diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung
oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha.
Prinsip
dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent
law enforcement) .
2.
Dunia usaha sebagai pelaku pasar
menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang
terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan
kontrol sosial (social control) secara obyektif dan
bertanggung jawab.
4.
Good Corporate Governance (Tata
Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu
topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan
tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk
memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus
utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang
merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku
kepentingan, yang menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap
pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Sampai
saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang
dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang
akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena
cakupan GCG yang lintas sektoral. Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah
aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik
perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan
wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan
kreditur).
Tujuan
utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan dan keseimbangan (check
and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan
tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Inti dari kebijakan tata
kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan dalam menjalankan
perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan
tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang saham, dewan komisaris,
komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.
Konsep Good
Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya
diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena
melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari
unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme
kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik
secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi
kepentingan shareholders dan stakeholders.
1. C. Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance (GCG)
Dalam
Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance
harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Transparency (Keterbukaan Informasi)
Yaitu
keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti misalnya mengumukan
pendirin PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat
Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah
keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan management keterbukaan,
informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik
kepada share holders maupun stakeholder.
Dalam mewujudkan transparansi
ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan
tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi
keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada
kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor
harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat
diperlukan.
Ada
banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah
satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya
informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas,
konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi
pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan
tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of
interest) berbagai pihak dalam manajemen.
1. 2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
2. 3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Adanya
keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua pengendalian
yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional
perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya
perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah
sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan
kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung
jawab jajaran manajemen yang professional atas semua keputusan dan kebijakan
yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.
Pertanggungjawaban perusahaan
adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang
berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan
industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja,
standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
·
Kebijakan sebuah perusahaan
makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”.
·
·
Ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen,
mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak
merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen).
Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga
kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin,
yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
·
Kebijakan perusahaan mengelola
limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini
juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat,
kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam
kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan,
kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan
mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.
·
1. 4. Fairness (Kewajaran)
Secara
sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang
adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan
penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang
saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa
berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi
orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan
berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger,
akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik
dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga
diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi
yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairnessmenjadi
jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan.
Namun
seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar
bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara
baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya
perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian.
Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di
antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan
lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad
baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat
terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
Prinsip
GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan mekanisme internal
perusahaan adalah accountability. Berdasarkan prinsip ini,
pertama-tama masing-masing komponen perusahaan, seperti komisaris, direksi,
internal auditor dituntut untuk mengerti hak, kewajiban, wewenang dan tanggung
jawabnya. Hal tersebut penting sehingga masing-masing komponen mampu
melaksanakan tugas secara professional.
Dengan
demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris perlu mengamankan
investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus memiliki sistem dan
pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan, operasional, risk
management dan kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris
menjaga agar tidak terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh
Direksi dan para pejabat eksekutif perusahaan.
1.
D. Tujuan Penerapan Good
Corporate Governance
Penerapan sistim GCG
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
1.
Meningkatkan efisiensi, efektifitas,
dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada
terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan
merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2.
Meningkatkan legitimasi organisasi
yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3.
Mengakui dan melindungi hak dan
kewajiban para share holders dan stakeholders.
Dalam menerapkan nilai-nilai
Tata Kelola Perusahaan, Perseroan menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang
kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan
keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk
menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola
Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi,
Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain
acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip
GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan
efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari,
terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh
segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan
dari seluruh pelaku bisnis.
Dengan pemberlakukan
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas akankah implementasi
GCG di Indonesia akan terwujud ? Hal ini tergantung pada penerapan dan
kesadaran dari perseroan tersebut akan pentingnya prinsip GCG dalam dunia
usaha.
1.
E. Manfaat dan Faktor
Penerapan GCG
Seberapa jauh perusahaan
memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting
dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara
praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini.
Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan
mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan
dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika
kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara
konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun
perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip
dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap
perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di
atas, GCG juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus
ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan
sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa
biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak
dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana
atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan
turunnya tingkat resiko perusahaan.
3.
Meningkatkan nilai saham perusahaan
sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam
jangka panjang.
4.
Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang
berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan
berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka
mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala
tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal
adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat
mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a.
Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi
hukum yang konsisten dan efektif.
b.
Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean
Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c.
Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang
dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan
kata lain, semacam benchmark (acuan).
1.
Terbangunnya sistem tata nilai sosial
yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini
diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung
aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
2.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya
sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah
adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana
perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan
perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam
implementasi GCG.
Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah
pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam
perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a.
Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai
peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan
nilai-nilai GCG.
c. Manajemen
pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya
sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari
setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya
keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah
manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu
ke waktu.
Komentar Saya :
Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi sebuah istilah dan gerakan yang hangat
dibicarakan dalam 10 tahun terakhir ini. Tidak dapat dipungkiri,
institusi-institusi seperti World Bank, IMF, OECD, APEC, dan ADB turut
mendorong tuntutan penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif di berbagai
perusahaan, khususnya setelah krisis Asia dan collapse-nya beberapa
perusahaan raksasa di Amerika Serikat dan Eropa di penghujung tahun 90-an dan
awal tahun 2000-an.
Sehubungan dengan itu, hingga
saat ini istilah GCG itu sendiri belum mendapatkan padanan yang tepat dalam
bahasa Indonesia. Banyak perusahaan tetap menggunakan istilah GCG. Istilah –
GCG – merujuk pada pengertian yang sama yakni sebagai:
Suatu
pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD,
BOC, dan RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara
berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan
para stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan
dan norma yang berlaku.
Sumber:
Miko
Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, www.alf.com, 2008
Sita
Supomo, Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Prinsip GCG,
Email:
Iklan
Catatan;
Definisi Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya,
dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan
untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG,
papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),
proses, serta pengendalian, baik yang ada didalam maupun diluar manajemen
perusahaan. Sebagai catatan, hak disini adalah hak seluruh stakeholders,
bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai
kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk
mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak
tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima
informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG
mengandung empat nilai utama
yaitu: accountability, transparency, predictability dan participation.
Pengertian lain datang dari Finance Comitte on Corporate
Governance Malaysia.
Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang
digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan
kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun
tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap
memerhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar