Menikah adalah
jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah
sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun.
Kita pindahkan pengertian
..“pernikahan sebagai beban”.. ke.. “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita
merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat
tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan
saat tiba waktunya dengan tanpa beban.
Apapun kondisi
ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa
tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari
nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya
untuk membangun rumah tangga sejati.
Hadirin yang berbahagia. Sesaat lagi kita akan menyaksikan dua orang insan berlain jenis mengikuti sunah Rasul-Nya, Muhammad SAW yang juga sunnatullah bagi setiap hambanya. Kita akan mendengar dua kalimat, yakni Ijab dan Kabul yang akan diucapkan wali serta pengantin pria. Ijab kabul bagi kedua mempelai ini ibarat persalinan kedua bagi kedua mempelai.
Demikian
pembawa acara pada pernikahan yang saya hadiri di daerah Bekasi Timur, Minggu,
18 November 2012. Pernikahan bisa dinamai juga dengan kelahiran kedua.
Kelahiran pertama, saat kehadiran anak manusia di muka bumi ini. Saat ia
pertama kali menghirup udara lepas yang diberikan Allah SWT kepada hambanya.
Ketika itu, masing-masing datang membawa amanah Allah kepada orang tua mereka.
Kelahiran
kedua, saat seorang hamba melangkahkan kaki memasuki pintu gerbang pernikahan
dengan ijab Kabul. Mereka lahir kedua kalinya. Tetapi kini, masing-masing
menerima amanah dari Allah SWT melalui orang tua mereka.
Selama
menjadi amanah di tangan kedua orang tua, maka sekuat kemampuan pula mereka
harus memelihara amanah itu. Ketulusan, dan juga pengorbanan mereka lakukan
demi menunaikan amanah itu. Kini saat kedua mempelai menerima amanah yang
besar, maka hendaknya apa yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka,
diletakkan di pelupuk mata dan jendela hati, agar sebesar itu pula amanah bisa
tertunaikan.
Kesungguhan
dan keikhlasan, serta pengorbanan kedua mempelai harus dijalankan dalam
memelihara amanah yang diterimanya. Jadikan perbedaan budaya dan kebiasaan yang
ada di antara kedua pasangan bukan sebagai sumber masalah, akan tetapi menjadi
inspirasi keindahan kehidupan bagi Anda dan keluarga yang nantinya akan
dijalani.
Karena
memang pernikahan tidak cukup hanya cukup dibangun, tetapi ia juga harus
dipertahankan. Pernikahan dilakukan dengan kalimat Allah SWT, agar calon suami
dan istri menyadari betapa sucinya peristiwa yang sedang mereka alami.
Dan
pada saat yang sama mereka harus berupaya untuk menjadikan keluarga mereka
dinaungi oleh makna kalimat itu, yaitu kebenaran, ketegaran, keadilan,
kelanggengan. Ia tidak boleh berubah, penuh keluhuran, penuh kebajikan dan berdoa
agar dikaruniai anak shalih, yang akan menjadi panutan, pandai menahan diri,
serta menjadi orang terkemuka di dunia dan di akhirat lagi dekat kepada Allah.
Dan
ijab dan kabul merupakan amanah yang agung dari Allah SWT, dan dari orang tua.
Seagung dan sekokoh perjanjian Allah SWT dengan para Rasul-Nya. Karenanya, ijab
kabul itu, hanya akan bermakna bila diucapkan oleh orang yang beriman, yang
akan melahirkan sikap amanah dan rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan kedua
orang tua.
Istri
adalah amanah di pelukan suami, dan suami pun amanah di pangkuan istri. Orang
tua dan keluarga masing-masing, tidak mungkin akan merestui pernikahan tanpa
rasa percaya dan aman. Begitu pula dengan suami istri, ia tidak akan menjalin
hubungan, kecuali jika masing-masing mereka merasa aman dan percaya kepada
pasangannya.
Kesediaan
seorang istri ataupun suami meninggalkan orang tua dan keluarga yang
membesarkannya, serta ‘mengganti’ semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup
bersama lelaki atau perempuan ‘asing’ yang menjadi suami atau istrinya, serta
bersedia membuka rahasianya yang paling dalam.
Semua
itu adalah sungguh hal yang mustahil, kecuali jika ia merasa yakin bahwa
kebahagiaannya bersama suami atau istri akan lebih besar dibanding dengan
kebahagiaannya dengan kedua orang tuanya, pembelaan seorang suami atau istri
terhadapnya tidak lebih sedikit dari pembelaan saudara-saudara sekandungnya.
Keyakinan
inilah yang dilakukan istri kepada suami ataupun sebaliknya. Inilah yang
dinamai Al-Quran suatu ‘perjanjian yang sangat kokoh’. Karena pernikahan tidak
hanya amanah dari mereka, tetapi juga amanah dari Allah SWT. Pernikahan dijalin
atas nama Allah SWT dan dengan menggunakan kalimatNya?
Amanah
dipelihara dengan mengingat kebesaran dan kemurahan Allah SWT. Ia dipelihara
dengan melaksanakan tuntunan agama. Jagalah amanah itu dengan shalat walau
hanya lima kali sehari. Kokohkan ia dengan berjamaah bersama pasangan, karena
berjamaah juga dapat menjamin perekonomian Anda berdua.
Niatkan
sebuah pernikahan itu sebagai bagian dari beribadah kepada Allah SWT. Sehingga
akan menjadi ringan bagi suami-istri untuk saling mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Jagalah amanah Allah dan kedua orang tua ini dengan baik, pergaulilah
pasangan Anda sebagaimana dipesankan di dalam Al-Quran.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali apabila mereka
melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara
yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh
jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak padanya”. (QS. An Nisa: 19)
Sumber: Oleh: Cecep Y Pramana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar