Fakta
membuktikan, bahwa ekononomi dunia di bawah sistem kapitalisme, tidak menentu.
Volatilitas dan ketidakstabilan menjadi fenomena yang mengganggu perekonomian
negara-negara bangsa di manapun. Terpaan krisis terus menerus terjadi dan
senantiasa membanyangi ekonomi berbagai negara di dunia. Depresiasi nilai
tukar dan inflasi yang tak terkawal menjadi kenyataan yang
destruktif bagi perekonomian banyak negara. Pendeknya, sistem ekonomi
konvensional (kapitalisme) yang diterapkan saat ini telah secara nyata
menunjukkan kegagalannya dalam menciptakan kesejahreaan ekonomi umat manusia.
Kenyataan
yang tragis itu diakui oleh Michael Camdessus (1997), Direktur
International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented
Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: “Ekonomi yang
mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar,
pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang
tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri
yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah
menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara
ke dalam krisis ekonomi”.
Penyebab
utama ketidakstabilan dan tingginya inflasi, adalah karena sistem mata uang
yang tidak adil saat ini, menggunakan sistem mata uang hampa (kertas )
tanpa kontrol dan tanpa back up, yang disebut dengan fiat money.
Kegagalan dan kezaliman sistem fiat money, telah mendorong para pakar
ekonomi yang kritis dan cerdas untuk memikirkan kembali keberadaan uang
fiat yang selama ini digunakan secara luas di berbagai negara. Desakan aplikasi
dinar tidak saja dari kalangan ekonom muslim, tetapi juga dari para guru besar
ekonomi Barat yang Katolik seperti William Shakespeare dari United Kingdom, dan
banyak lagi para ekonom yang meyakini keunggulan dinar. Para ilmuwan tersebut
sepakat bahwa keberadaan uang fiat yang berlaku saat ini diyakini menjadi
salah satu penyebab utama (biang kerok) terjadinya krisis ekonomi,
ketidakstabilan ekonomi dan inflasi tinggi yang tak terkawal.
Sampai
pada tahun 1971, pencetakan mata uang kertas, masih di back up oleh
dinar (emas) sesuai dengan perjanjian Bretton Wood yang
disepakti tahun 1944. Tetapi pada tahun 1971 Presiden Amerika
Serikat, Nixon, membatalkan perjanjian tersebut. Sehingga mata uang
kertas dicetak tanpa back up emas.
Terjadinya
krisis di Amerika dan dibatalkannya perjanjian Bretton Wood
oleh Presiden Nixon tersebut, merupakan awal tidak di-back up-nya
dollar dengan emas. Sejak saat itu pula, tidak satu pun negara di dunia
memback up mata uangnya dengan emas. Sehingga mata uang yang berlaku bersifat
fiat atau dekrit dan ini disebut dengan istilah managed money standard.
Sejak
berlakunya sistem managed money standard ini, ada empat
fenomena yang memudhratkan yang terjadi dalam perekonomian.
Pertama,
tingkat inflasi yang tinggi dan terus menerus,
Kedua, nilai tukar yang
tidak stabil yang membuat perekonomian mengalami volatil yang menggelisahkan
siapapun,
Ketiga, ketidakadilan dalam sistem nilai tukar, di mana dolar
(kertas) yang tak bernilai secara intsrinsik ditukar dengan limpahan kekayaan
negara-negara berkembang, seperti emas, minyak, dan hasil bumi lainnya. Amerika
Serikat mencetak kertas-kertas menjadi uang yang bernilai secara nominal,
membuat negara tersebut makin perkasa dan berkuasa secara ekonomi. Dolar
dicetak tanpa ada pengontrol dari lembaga manapun dan mengekspor uang kertas
tersebut ke seluruh dunia.
Keempat, Spekulasi yang makin meningkat.
Pembatalan Sistem Bretton Woods, telah membuka peluang perdagangan valuta
asing, dan kegiatan tersebut telah berkembang secara spektakuler. Volume yang
diperdagangkan di pasar dunia meningkat dari 5 miliar USD perhari di tahun 1973
menjadi melebihi 900 miliar USD di tahun 1992, kebanyakan transaksi bersifat
spekulatif dan kurang dari 2% yang dipergunakan sebagai pembayaran perdagangan.
(Martin Khor, Globalization and the South: Some Critical Issues”, 2000,.
hal. 10).
Berdasarkan
kenyataan yang sangat zalim tersebut, maka umat manusia di jagad ini, (bukan
saja kaum muslimin tetapi juga negara-negara dan umat non muslim), harus
berupaya keras untuk keluar dari lingkaran kezaliman sistem moneter tersebut.
Solusinya ialah kembali menerapkan mata uang dinar. Untuk itu perlu sosialisasi
kepada para ilmuwan dan pemerintah, karena masih saja muncul pertanyaan dari
mereka yang belum faham tentang sistem moneter ini.misalnya, apakah pasokan
emas cukup untuk memenuhi kebutuhann transaksi perdagangan dunia. Inilah
pertanyaan dangkal dari mereka yang kurang ilmunya tentang aplikasi dinar.
Mungkin juga ada orang yang mengatakan bahwa menerapkan dinar sebagai alat
tukar perdagangan, tidak efisien, sulit membawanya, apalagi untuk transaksi
kecil. Bagaimana mungkin dinar bisa diterapkan?. Sekali lagi ini juga
pertanyaan dangkal (kalau tidak ingin mengatakan pertanyaan bodoh).
Keunggulan dan kemaslahatan Dinar
Kembali
kepada dinar merupakan suatu keniscayaan, karena penerapan dinar menciptakan
keadilan ekonomi dan mengandung banyak kemaslahatan. Berikut ini akan diuraikan
keunggulan dan kemaslahatan mata uang dinar tersebut.
1.
Penerapan dinar secara luas akan ikut
mengurangi inflasi yang selama ini terus membayangi ekonomi berbagai
negara. Inflasi sesungguhnya adalah suatu kemudhratan ekonomi yang harus
ditekan. Inflasi adalah fenomena yang signifikan meningkatkan kemiskinan
masyarakat.
2.
Penerapan dinar juga akan mewujudkan
stabilitas ekonomi makro-mikro, sehingga ekonomi negara tidak terombang-ambing
dan tidak mengalami volatilitas. Hasil penelitian Esquivel and Larrain (2002)
menunjukkan bahwa volatilitas sangat berpengaruh terhadap penurunan export dan
investasi.
3.
Maslahat penerapan dinar dan dirham juga akan
mengurangi secara signifikan tindakan spekulatif. Kalaupun emas dijadikan
sebagai barang perdagangan, namun ketiadaan margin dari transaksinya membuat
spekulan tidak mau melakukannya. Hal ini karena adanya keseimbangan
antara nilai intrinsik dengan nilai nominal yang terdapat pada dinar.
4.
Penerapan dinar menjadi kontribusi nyata
sistem moneter syariah yang ikut memperkuat sistem perekonomian nasional,
sekaligus memperingan beban ekonomi masyarakat.
5. Penerapan dinar secara fantastik praktis akan
mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Dampak positifnya bagi penciptaan
stabilitas moneter adalah akan semakin kecilnya kemungkinan negara-negara
pengguna dinar setiap saat digoyang produsen dolar AS, juga para fund manager
–yang sejauh ini terus malakukan spekulasi secara destruktif untuk
kepentingannya sendiri dan mengganggu kemaslahatan rakyat banyak di suatu
negara. Mengecilnya ketergantungan terhadap dolar AS akan berkorelasi
konstruktif terhadap upaya stabilisasi ekonomi makro dan mikro. Inilah spirit
perlindungan kebangsaaan terhadap kepentingan nasional yang seharusnya menjadi
bentuk baru nasionalisme saat ini. (Agus Wahid 2004)
6. Penerapan dinar dan dirham sebagai mata uang
akan menyulitkan masyarakat untuk melakukan tindakan pemalsuan uang . Hal
ini sangat berbeda dengan mata uang kertas yang relatif sangat mudah
dipalsukan.
7. Dalam konteks keindonesiaan, penerapan dinar
di Indonesia, menyelamatkan destruksi rupiah yang senantiasa terjadi. Dengan
demikian penerapan dinar adalah wujud nyata kecintaan kepada kemaslahatan
bangsa.
Penutup
Berdasarkan
kajian ilmiah dan fakta empiris, dapat disimpulkan bahwa mata uang dinar adalah
mata uang terbaik. Dengan kemampuannya menjaga nilainya sendiri
maka Dinar Emas mempunyai keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang
dapat meredam terjadinya spekulasi, manipulasi dan menekan inflasi secara
signifikan, sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen stabilitas moneter
yang ampuh.
Oleh : Agustianto, adalah
Sekjend DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana Ekonomi
dan Keuangan Syariah UI, Pascasarjana Islamic Economics and Finance
Univ.Trisakti dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam Univ. Paramadina
http://www.agustiantocentre.com/?p=423
Tidak ada komentar:
Posting Komentar