Kebahagiaan
hidup dalam pandangan Islam tidak berkutat pada sisi materi. Walaupun Islam
mengakui kalau materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan.
Islam
pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan. Oleh
karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti
memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.
Beberapa
nash syar'i telah menunjukkan hal ini:
"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak
untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat,
dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya,
ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke
tempat penggembalaan." (QS. An-Nakhl: 5-6)
"Katakanlah: "Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?"
(QS. Al-A'raf: 32)
Sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
"di antara unsur kebahagiaan
anak Adam adalah istri shalihah, tempat tinggal luas, dan tunggangan yang
nyaman." (HR. Ahmad)
Islam pada dasarnya memandang masalah
materi sebagai sarana bukan tujuan. Oleh karenanya, Islam memberikan
perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki budi pekerti yang
luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan dunia
Islam
telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang mengarahkan manusia
untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam menekankan bahwa
kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju akhirat. Sedangkan kehidupan
yang sebenarnya yang harus dia upayakan adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala
berfirman,
"Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl: 97)
"Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (QS.
Al-Qashshash: 77)
"Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit."
(QS. At-Taubah: 38)
Kebahagiaan akhirat
Kebahagiaan
akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi balasan atas keshalihan
hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,
"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam
keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):
"Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang
telah kamu kerjakan"." (QS. Al Nahl: 32)
"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih
baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa."
(QS. Al Nahl: 30)
Islam
telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di dalamnya. Bertugas
memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia yang ada di sana. Hanya
saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan, sehingga menuntutnya
bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup tidak hanya kemudahan sebagaimana yang
diinginkan dan diangankan orang. Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke
sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.
Ujian-ujian
ini akan selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya untuk bersabar,
berkeinginan kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani, berkorban, dan
berakhlak mulia serta lainnya. Semua ini akan mendatangkan ketenangan,
kebahagiaan, dan ridla.
Allah
Ta'ala berfirman,
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157)
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin.
Seluruh urusannya bernilai baik. Jika mendapat kebaikan dia bersyukur, dan itu
baik untuknya. Dan jika tertimpa keburukan dia bersabar, dan itu baik untuknya."
(HR. Muslim)
Cara meraih kebahagiaan
1. Beriman dan beramal shalih.
Meraih
kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi:
a.
Orang yang beriman kepada Allah Yang Mahatinggi dan Yang Esa, tiada sekutu
bagi-Nya, dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa, maka dia akan
merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak akan galau dan bosan
dengan kehidupannya, bahkan akan ridla terhadap takdir Allah pada dirinya,
pastinya dia akan bersyukur terhadap kebaikan dan bersabar atas bala'.
Ketundukan
seorang mukmin kepada Allah membimbing ruhaninya yang menjadi pondasi awal
untuk lebih giat bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan tujuan yang
berusaha diwujudkannya. Allah berfirman,
"Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk." (QS. Al An'aam: 82)
b.
Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang mendorongnya untuk
diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang tinggi dan berharga yang
mendorongnya untuk beramal dan berjihad di Jalan-Nya. Dengan itu pula, dia akan
meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk
masyarakat di mana dia tinggal.
Ketika
seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan tujuan hidupnya
terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan fungsinya, maka hidup nampak
panjang dan indah, dia akan merasakan hari-harinya penuh nilai.
c.
Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana
untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang mukmin tahu dia akan
senantiasa diuji dalam hidupnya. Dan ujian-ujian itu termasuk untuk menguji keimanan,
maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan sabar, semangat, percaya kepada Allah,
bertawakkal kepada-Nya, memohon perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya.
Potensi-potensi ini termasuk sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup
yang mulia dan siap menghadapi ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ
"Jika kamu menderita kesakitan, maka
sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu
menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.
Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al
Nisaa': 104)
Peran iman bukan saja untuk mendapatkan
kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan.
2. Memiliki akhlak mulia yang mendorong
untuk berbuat baik kepada sesama.
Manusia
adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan makhluk
sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain dalam
memenuhi seluruh kebutuhannya. Jika bersosialisasi dengan mereka merupakan satu
keharusan, sedangkan manusia memiliki tabiat dan pemikiran yang bermacam-macam,
maka pasti akan terjadi kesalahpahaman dan kesalahan yang membuatnya sedih.
Jika tidak disikapi dengan sikap bijak maka interaksinya dengan manusia akan
menjadi sebab kesengsaraan dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah,
Islam memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya. Hal ini
dapat kita saksikan dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini:
a.
Firman Allah dalam menyifati Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wasallam,
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung." (QS. Al Qalam: 4)
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu." (QS. Ali Imran: 159)
b. Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam kebaikan,
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah: 2)
c.
Perintah Allah agar membalas keburukan orang dengan kebaikan,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keberuntungan yang besar." (QSl Fushshilat:
34-35)
d.
Sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, "sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia."
e.
Sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, "Perumpamaan
orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan
diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang
sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur."
(Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Memperbanyak dzikir dan merasa selalu
disertai Allah.
Sesungguhnya
keridlaan hamba tergantung pada dzat tempat bergantung. Dan Allah Dzat yang
paling membuat hati hamba tentram dan dada menjadi lapang dengan mengingat-Nya.
Karena kepadaNya seorang mukmin meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan
menghindarkan dari mara bahaya. Karena itulah, syariat mengajarkan beberapa
dzikir yang mengikat antara seorang mukmin dengan Allah Ta'ala sesuai tempat
dan waktu, yaitu ketika ada sesuatu yang diharapkan atau ada sesuatu yang
menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat seorang hamba dengan penciptanya
sehingga dia akan mengembalikan semua akibat kepada yang mentakdirkannya.
Berikut
ini beberapa nash yang menunjukkan hubungan dzikir dengan kebahagiaan seorang
hamba.
a.
Firman Allah Ta'ala:
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)
b.
Perintah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kepada seorang muslim ketika menikah.
"Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan
kebaikan tabi'at yang dia bawa, dan aku berlindung dari keburukannya dan
keburukan tabi'at yang dia bawa." (HR. Abu Daud no 2160, Ibnu
Majah no1918 dan al Hakim).
c. Doa ketika terjadi angin ribut:
"Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu
kebaikan angin (ribut ini), kebaikan apa yang di dalamnya dan kebaikan tujuan
angin dihembuskan. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan angin ini, kejahatan
apa yang di dalamnya dan kejahatan tujuan angin dihembuskan."
(Muttafaq 'Alaih)
d.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mewajibkan untuk melakukan sebab (usaha), minta tolong
kepada Allah, dan tidak sedih jika hasil yang diharapkan tidak terwujud. "Bersemangatlah mencari yang bermanfaat
bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa
musibah janganlah berkata: ‘Seandainya saya berbuat begini maka tentu tidak
terjadi begitu.’ Namun katakanlah: ‘Allah telah menakdirkan musibah ini. Apa
yang Allah kehendaki pasti terjadi’. Karena perkataan ‘Seandainya’ dapat
membuka perbuatan syetan." (HR. Muslim)
4. Menjaga kesehatan.
Kesehatan di sini mencakup semua sisi;
badan, jiwa, akal, dan ruhani. Menjaga kesehatan badan merupakan fitrah
manusia, karena berkaitan dengan kelangsungan hidup dan juga menjadi sarana
untuk memenuhi kebutuhan materi seperti makan, minum, pakaian, dab kendaraan.
Islam sangat menghargai kehidupan
manusia. Karenanya Islam melarang membunuh tanpa ada sebab yang dibenarkan
syari'at sebagaimana Islam melarang setiap yang bisa membahayakan badan dan
kesehatannya.
Allah Ta'ala berfirman, "dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar." (QS. Al An'am: 151 dan al Isra': 33)
". . dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk . . "
(QS. Al A'raaf: 157)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, "Tidak (boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang)
berbahaya atau membahayakan (orang lain)." (HR. Ahmad dalam Musnadnya,
Malik dan Ibnu Majah)
Islam sangat menghargai
kehidupan manusia.
Karenanya Islam melarang
membunuh tanpa ada sebab yang dibenarkan syari'at sebagaimana Islam melarang
setiap yang bisa membahayakan badan dan kesehatannya.
- Kesehatan jiwa: banyak orang yang
tidak memperhatikan kesehatan jiwa dan tidak memperdulikan cara untuk
menjaganya, padahal dia pilar pokok untuk meraih kebahagiaan. Karena itu, Islam
sangat memperhatikan pendidikan jiwa dan menyucikannya dengan sifat-sifat
mulia.
Kesehatan jiwa tegak dengan iman lalu
dihiasi dengan akhlak terpuji dan disterilkan dari akhlak buruk seperti marah,
sombong, berbangga diri, bakhil, tamak, iri, dengki, dan akhlak buruk lainnya.
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan janganlah kamu tujukan
kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari
mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan
karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Thaahaa:
131)
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "jika kalian bertiga, janganlah yang dua orang
berbisik-bisik tanpa mengikutkan yang satunya sehingg mereka berkumpul dengan
orang banyak supaya tidak membuatnya sedih." (Muttafaq 'Alaih)
Allah Ta'ala berfirman, "Hai
orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh
jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).
Jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok).
Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang
buruk sesudah iman. Barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang dzalim." (QS. Al Hujuraat: 11)
"Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hujuraat: 12)
- Kesehatan akal: Akal adalah sebab
utama manusia mendapat taklif (beban syari'at). Karenanya Allah memerintahkan
untuk menjaganya dan mengharamkan sesuatu yang membahayakan dan merusaknya.
Sebab utama yang menghilangkan kesadaran akal adalah hal-hal yang memabukkan
dan yang diharamkan. Allah Ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu)." (QS. Al Maaidah: 90-91)
- Kesehatan ruhani: Syari'at sangat
memperhatikan sarana-sarana yang bisa menjaga kesehatan ruhani. Makanya seorang
mukmin diperintahkan untuk dzikrullah setiap saat sebagaimana mewajibkan, batas
minimal, untuk memenuhi nutrisi ruhani seperti perintah shalat wajib, puasa,
zakat, haji dan medan yang lebih luas lagi dalam bentuk amal sunnah dan segala
amal untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ibadah-ibadah ini mengikat seorang
hamba dengan Rabb-Nya dan mengembalikannya kepada Sang Pencipta ketika
tersibukkan oleh dunia. Karenanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "dan dijadikan kebahagiaan hatiku dalam shalat."
Beliau bersabda kepada Bilal, "wahai bilal, hibur kami dengan shalat."
Syari'at juga melarang segala tindakan
yang bisa merusak ruhani dan melemahkannya. Syari'at melarang mengikuti hawa
nafsu, syubuhat, dan memanjkan diri dalam kenikmatan; karena menyebabkan hati
menjadi buta dan lalai dari dzikrullah. Karena itulah Allah menyifati orang-orang
kafir laksana binatang, "Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)."
(QS. Al Furqaan: 44)
"Dan orang-orang yang kafir itu
bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya
binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka." (QS.
Muhammad: 12)
5. Berusaha meraih
materi yang mendatangkan kebahagiaan.
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, Islam tidak mengingkari urgensi meteri untuk merealisasikan
kebahagiaan. Hanya saja, semua materi ini bukan sebagai syarat mutlak untuk
mendapatkan kebahagiaan, namun hanya sebagai sarana saja. Banyak nash
menguatkan kenyataan ini, di antaranya firman Allah Ta'ala,
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
"Katakanlah: 'Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?"
(QS. Al A'raaf: 32)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "sebaik-baik harta adalah yang dimiliki hamba shalih."
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "di antara unsur kebahagiaan
anak Adam: istri shalihah, tempat tinggal luas, dan kendaraan nyaman."
Islam tidak mengingkari
urgensi meteri untuk merealisasikan kebahagiaan.
Hanya saja, semua materi ini
bukan sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan kebahagiaan, namun hanya sebagai
sarana saja.
6. Memanajemen waktu.
Waktu adalah modal utama manusia selama hidup di dunia.
Karenanya Islam sangat memperhatikan
waktu dan akan meminta pertanggungjawaban seorang mukmin tentang waktunya. Dan
kelak di hari kiamat, dia akan ditanya tentang waktunya. Perintah dalam Islam
sangat membantu manusia uantuk mengatur waktunya dan memanfaatkannya dengan
baik antara memenuhi kebutuhan hidup dan materinya di satu sisi, dan untuk
memenuhi kebutuhan ruhani dan ibadah pada sisi lainnya. Islam telah
memerintahkan orang beriman untuk memanfaatkan waktu unutk kebaikan dan amal
shalih.
Allah Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: 'Ya
Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat,
yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang
shaleh?'." (QS. Al Munaafiquun: 9-10)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Tidak tergelincir dua kaki seorang hamba pada hari kiamat
sehingga Allah menanyakan empat hal: Umurnya, untuk apa selama hidupnya
dihabiskan; Waktu mudanya, digunakan untuk apa saja; Hartanya, darimana dia
mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskannya; Ilmunya, apakah diamalkan atau
tidak." (HR. Tirmidzi )
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda yang lain,
"Ada dua nikmat yang mayoritas
orang merugi pada keduanya, yaitu (nikmat) sehat dan waktu luang."
(HR. Al Bukhari dari Ibnu Abbas)
Oleh: Badrul Tamam
http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2010/03/27/4436/kebahagiaan-hidup-menurut-islam-%281/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar