Sebelum
menguraikan keunggulan dinar, akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai
sejarah dinar dirham secara ringkas, pengertian dinar dirham dan dinar-dirham
dalam ayat Alquran.
Sekilas Sejarah Dinar
Sebelum
kedatangan Islam, dinar merupakan mata uang yang digunakan dalam
transaksi perdagangan, baik international maupun domestik. Bangsa Arab yang
dikenal sebagai pedagang banyak melakukan kegiatan dagang dengan
bangsa Romawi Byzantium, Bangsa Persia dan para pedagang lain yang melewati
negeri Arab. Berbagai jenis uang dinar emas dan perak dirham beredar dalam
perdagangan mereka.
Pada
saat itu, kota Makkah menjadi pusat perdagangan dan pertukaran mata uang,
sehingga banyak para pedagang dari berbagai negeri datang ke kota Makkah untuk
bertemu dan melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan mata uang dinar
dan dirham. Kota Mekkah ketika itu menjadi kota dagang internasional yang
dilalui tiga jalur besar perdagangan dunia, Pertama, lalu lintas perdagangan antara Romawi dan
India yang melalui Arab, dikenal sebagai jalur dagang Selatan.
Kedua, jalur dagang Romawi dan
Persia disebut sebagai jalur dagang Utara, Ketiga,
jalur dagang Sam dan Yaman disebut jalur Utara-Selatan.
Masyarakat
Arab Quraish memiliki tradisi melakukan perjalanan dagang dua kali dalam
setahun, yaitu pada musim panas ke negeri Syam (Syria sekarang) dan pada musim
dingin ke negeri Yaman.(Hasan, 2005: 31).
Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran
surat Al-Quraisy ayat 1-4 :
Artinya
:”Karena kebiasaan orang-orang Quraish, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada
musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyambahTuhan pemilik
rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan dari ketakutan” (QS Al-Quraisy:1-4)
Ketika
Islam datang, Rasulullah menerima keberadaan mata uang dinar dan dirham
sebagai alat pertukaran dan pembayaran, Penerimaan Rasululllah akan mata
uang dinar dan dirham disebut sebagai sunnah
taqririyah (pengakuan dan penerimaan nabi atas praktek yang ada
pada saat itu.)
Anwar,
dalam makalahnya, “Sejarah
Penggunaan Matawang Dinar” yang dipresentasikan pada National Dinar Conference di
Kuala Lumpur, (2002) mengatakan bahwa mata uang dinar telah mulai dicetak dan
digunakan sejak masa awal pemerintahan Islam. Namun, kata “dinar” bukanlah
berasal dari bahasa Arab, tetapi berasal dari bahasa Yunani dan Latin.
Secara bahasa, dinar berasal dari kata Denarius
(Romawi Timur) dan dirham berasal dari bahasa Aramaic-Persia yaitu dari kata Drachma (Persia). Dalam versi
lain dikatakan dirham diambil dari uang perak “Drahms”, yang digunakan orang-orang Sassan di
Persia. Drahms telah diambil dari
nama uang perak “Drachma” yang digunakan oleh
orang-orang Yunani.
Dalam
sejarah umat Islam, Rasulullah dan para sahabat menggunakan dinar dan dirham
sebagai mata uang mereka, disamping sebagai alat tukar, dinar dan dirham juga
dijadikan sebagai standar ukuran hukum-hukum syar’i, seperti kadar zakat
dan ukuran pencurian. Pada masa kenabian, uang dinar dan dirham digunakan
sebagai alat transaksi perdagangan oleh masyarakat arab.
Dinar
dan dirham yang pertama sekali digunakan umat Islam, dicetak oleh
orang-orang Persia. Mata uang yang pertama dicetak itu adalah Dirham perak
Sassanian Yezdigird III dalam bentuk koin (logam) yang selanjutnya digunakan
umat Islam untk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Tahun 20 H, Umar bin
Khathab mencetak dinar baru dengan pola tetap seperti dinar Romawi hanya di
tambah lafadz Bismillah dan Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Dinar
dan dirham yang digunakan pada masa Khalifah Usman bin Affan juga tidak jauh
berbeda dengan koin yang digunakan bangsa Persia, kecuali perbedaan penulisan
bahasa di sisi uang Dirham tersebut. Penulisan bahasa Arab dengan nama Allah
dan bagian dari ayat-ayat al-Qur’an di Dinar dan Dirham sudah menjadi budaya
umat Islam kala itu tatkala mencetak uang Dinar.
Dinar
dan dirham dicetak pertama kali pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin
Marwan pada tahun 695 M/77 H. Beliau mengarahkan Al-Hajjaj untuk mencetak
Dirham dengan nilai 10 Dirham yang mempunyai harga sama dengan 7 Dinar (mithqal). Setahun kemudian,
beliau menyerukan agar Dinar dicetak dan digunakan di seluruh wilayah
kekuasaannya. Di koin Dinar itu, kata-kata “Allah adalah Esa” dan “Allah adalah
Abadi” ditulis menggantikan gambar-gambar binatang yang sebelumnya tertera di
Dinar. Sejak saat itu, uang Dinar telah pula dicetak berbentuk bulat, di
satu sisi bertuliskan “La Ilaha
Illallah” dan “Alhamdulillah”
dan di sisi lain tertera nama Khalifah yang mencetak uang dan tanggal
pencetakannya.
Kemudian,
sudah menjadi hal yang lumrah, di atas koin Dirham ditulis “Sallallahu ‘Alayhi Wa Sallam”
dan kadang-kadang ditulis pula potongan ayat-ayat al-Qur’an. Dinar dan Dirham
tetap menjadi mata uang sah umat Islam kala itu sampai runtuhnya khalifah Islamiyah.
Sejak keruntuhan khalifah Islamiyah, berbagai jenis dan bentuk uang kertas dan
logam (fiat money)
mulai diperkenalkan.
Menurut
hukum Islam, uang dinar yang dipergunakan adalah setara 4,25 gram emas 22 karat
dengan diameter 23 milimeter. Standar ini telah ditetap pada masa Rosulullah
dan telah dipergunakan oleh World
Islamic Trading Organization (WITO) hingga saat ini. Sedangkan uang
dirham setara dengan 2.975 gram perak murni. Dinar dan dirham adalah mata uang
yang berfungsi sebagai alat tukar baik sebelum datangnya Islam maupun
sesudahnya (Sanusi, 2002).
Dalam
perjalanannya sebagai mata uang yang digunakan, dinar dan dirham cenderung
stabil dan tidak mengalami inflasi yang cukup besar selama ± 1500 tahun.
Penggunaan dinar dan dirham berakhir pada runtuhnya khalifah Islam Turki Usmani
1924.
Di
Bumi Nusantara, Dinar dan Dirham sudah mulai digunakan ketika Sultan Muhammad
Malik Al-Zahir (1297-1326) berkuasa di Kerajaan Samudera Pasai. Dinar Pasai
memiliki berat 0,60 gram dan berdiameter 10 mm mempunyai mutu 18 karat. Di
bagian depan Dinar Pasai tertera nama Muhammad Malik Al-Zahir dan di bagian
belakangnya tertera ungkapan ‘al-Sultan
al-’Adl‘.[1]
Seperti di Pasai, mata uang emas yang digunakan di Kelantan-Patani pada kurun
yang sama yang terdiri dari jenis-jenis kijang dan dinar matahari juga tertera
di atasnya tulisan ‘Malik al-‘Adl‘.
Ungkapan
yang sama juga tertera pada uang Timah Terengganu yang disebut Pitis yang
digunakan pada tahun 1838. Di Negeri Kedah pula, Sultan Muhammad Jiwa Zainal
Syah II (1710-1760) turut mengeluarkan mata uang emas yang dinamakan Kupang
yang ditempa ungkapan ‘Adil Syah‘
yang berarti Raja Yang Adil. Ungkapan keadilan (al-‘Adl) yang tertera di atas uang emas jelas
menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai keadilan ditegakkan dalam sebuah
perekonomian.[2]
Al-Qur’an Tentang Dinar dan Dirham
Dalam
Alquran, Allah swt menyebut dinar dan dirham sebagai mata uang yang digunakan
manusia, namun Alquran tidak secara eksplisit memerintahkan penerapan dinar
dirham sebagai mata uang. Alqur’an dan Hadist juga tidak pernah mengklaim bahwa
dinar dan dirham adalah satu-satunya mata uang yang sah digunakan umat Islam
dalam melakukan setiap transaksi dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya. Namun
demikian, penyebutan kata-kata dinar dan dirham dalam ayat-ayat berikut secara
implisit menunjukkan pengakuan Allah terhadap superioritas dinar dan dirham.
Sebutan Dinar dan Dirham, misalnya terdapat dalam ayat-ayat berikut:
“Dan di antara Ahli Kitab, ada orang yang
kalau engkau amanahkan dia menyimpan sejumlah besar harta sekalipun, ia akan
mengembalikannya (dengan sempurna) kepadamu, dan ada pula di antara mereka yang
kalau engkau amanahkan menyimpan sedinar pun, ia tidak akan mengembalikannya
kepadamu kecuali kalau engkau selalu menuntutnya…” (Q.S. Ali Imran:
75);
“Dan (setelah terjadi perundingan) mereka
menjualnya dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja bilangannya…”
(Q.S. Yusuf: 20).
Sedangkan
dalam ayat lain, perkataan emas dan perak direkamkan untuk menjelaskan fungsi
dari emas dan perak tersebut. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, lalu mati sedang mereka
tetap kafir, maka tidak sekali-kali akan diterima dari seseorang di antara
mereka: emas sepenuh bumi, walaupun ia menebus dirinya dengan (emas yang
sebanyak) itu…”
(Q.S. Ali Imran: 91); dan “…Dan
(ingatlah) orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak
membelanjakannya pada jalan Allah, maka khabarkanlah kepada mereka dengan
(balasan) azab siksa yang tidak terperi sakitnya” (Q.S. at-Taubah:
34).
Semua
ayat di atas tidak memerintahkan penerapan dinar, karena bentuk kalimatnya
adalah khabariyah (berita)
dan juga tidak menjelaskan bahwa hanya uang dinar emas dan dirham perak yang
sah dan halal digunakan umat Islam dalam melakukan berbagai aktivitas ekonomi.
Ayat-ayat di atas hanya menjelaskan fungsi emas (dinar) dan perak (dirham)
sebagai alat penyimpan nilai (store
of value), alat penukar (medium
of exchange), dan alat pengukur nilai (standard of measurement).
Merujuk
pada ayat-ayat di atas, mayoritas para fuqaha
(Ahli hkum Islam) tidak mengharamkan mata uang selain Dinar dan Dirham,
seperti fulus, Dolar, Euro, Rupiah atau berbagai jenis uang hampa (fiat money) lainnya dapat
digunakan sebagai mata uang negara asal saja tidak terkontaminasi dengan
unsur-unsur spekulasi, riba,
gharar, dan gambling.[3] Walaupun demikian,
para ulama lebih menggalakkan agar umat Islam menggunakan Dinar dan Dirham, dan
secara bertahap meninggalkan Dolar dan berbagai jenis mata uang hampa lainnya,
kerana dinar dan dirham memiliki tingkat kestabilan yang lebih tinggi.
Meskipun,
dalam Alquran, tidak terdapat perintah secara eksplisit penerapan dinar, namun
sunnah Rasulullah Saw secara nyata mengakui mata uang dinar dirham dan
menjadikanya sebagai alat pembayaran keagamaan, seperti zakat, diyat, dan
ukuran-ukuran hukuman dalam jinayat. Dengan demikian, jika dipandang dari ilmu
hadits, maka pengakuan Rasulullah akan dinar dan dirham, dapat dipandang
sebagai sunnah taqririyah.
Praktek penerapan dinar dalam Islam di masa Rasulullah terlihat pada uraian
berikut :
1..
Islam mewajibkan zakat pada emas dan perak dan menetapkan pula adanya
nishab tertentu berdasarkan standar emas. Rasulullah Saw bersabda, “Pada setiap 20 dinar zakatnya adalah
setengah dinar”. Artinya nisbah zakat dinar (emas ) adalah 20 dinar
(atau 85 gr emas), dan zakatnya sebesar 2,5 persen (1/40). Rasulullah saw, juga
bersabda, “Pada setiap 200 dirham
zakatnya adalah 5 dirham”. Artinya nishab zakat dirham (perak)
adalah 200 dirham (atau 595 gr perak), dan zakatnya adalah 2,5 persen (1/40).
2.
Islam mewajibkan pembayaran diyat (denda) dengan emas dan perak serta
menentukan ukuran tertentu untuk masing-masingnya. Diyat berupa emas besarnya
1000 dinar, sedangkan diyat berupa perak besarnya 12.000 dirham. Diriwayatkan
dari Ibn Abbas r.a. bahwa pernah ada seseorang dari kabilah Bani Ady terbunuh.
Nabi Saw, kemudian menetapkan bahwa diyatnya adalah sebesar 12.000 dirham (HR.
Ashab as Sunan).
Diriwayatkan
pula dari Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr ibn Hasm. Ia menerimanya dari bapaknya
dan bapaknya menerimanya dari kakeknya. Disebutkan bahwa rasulullah saw, pernah
menulis surat kepada penduduk yaman. Dalam suraat iotu Ralulullah saw bersabda,
Dalam jiwa seorang mukmin (yang terbunuh) ada diyat 100 ekos unta… dan bagi
yang mempunyai dinar (diyatnya 1000 dinar” (HR an-Nash’i)
1. Islam mewajibkan potong tangan
dalam kasus pencurian,. Islam telah menentukan kadar minimal nilai harta yang
dicuri supaya hukum potong tangan dapat ditertapkan, yaitu seperempat dinar
atau 3 (tiga) dirham., Diriwayatkan dari ‘Aisyiyah ras, bahwa Rasulullah saw,
pernah bersabda , “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali dalam (barang senilai)
seperempat dinar atau leih : (HR Kamsah).
2. Ketika menetapkan hukum
tukar menukar uang (sharf), Islam
menetapkan uang dalam bentuk emas dan perak. Sharf adalah menukarkan atau
membeli uang dengan uang, baik dalam jenis yang sama seperti membeli emas
dengan emas atau perak dengan erak, maupun antar jenis yang berbeda, seperti
membeli emas dengan perak atau membeli perak dengan emas. Diriwayatkan dari Abu
Bakrah ra bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda :
“Rasulullah saw, melarang jual beli perak dengan perak dan
emas dengan emas, kecuali dengan nilai setara (sama nilainya), beliau
membolehkan kita membeli perak dengan emas menurut kehendak kita, serta
membolehkan kita membeli emas dengan perak menurut kehendak kita (HR al-Bukhari
dan Muslim).
Hukum-hukum
Islam di atas yang dikaitkan dengan emas dan perak menunjukkan bahwa emas dan
perak merupakan satuan mata uang standar yang telah ditetapkan berdasarkan
legitimasi (taqririyah) Rasulullah saw, untuk menilai berbagai barang dan jasa
(Zallum, 1988). Oleh sebab itu, jika negara hendak mencetak mata uang tertentu,
negara haruslah mencetak mata uang standar emas (dinar) dan perak (dirham),
tidak boleh mencetak yang lain (An Nabhani, 1963).
Zallum(1988)
kemudian mengusulkan cetakan dinar emas akan dikeluarkan negara, beserta
bagian-bagian dan kelipatan-kelipatannya, seperti ditunjukkan pada tabel 3
berikut :
Tabel 1
Cetakan
Dinar Emas
Cetakan Dinar Emas
|
Berat Emas (gram)
|
Keterangan
|
¼ dinar
|
1.0625
|
Ukuran Minimal potong tangan
|
½ dinar
|
2.125
|
Kadar zakat untuk setiap 20 dinar
|
1 dinar
|
4.25
|
Standar berat dinar
|
5 dinar
|
21,25
|
¼ nishab zakat
|
10 dinar
|
42,5
|
½ nishab zakat
|
20 dinar
|
85
|
Nishab zakat
|
Pencetakan
uang dinar di atas mengikuti ketentuan standar berat (wazan) dinar syar’i, y aitu
4,25 gram emas. Cetakan ¼ dinar adalah nishab nilai harta minimal untuk
pemotongan tangan pencuri. Cetakan ½ dinar adalah kadar zakat untuk setiap 20
dinar, sedangkan zakatnya adalah 2,5%. Sementara itu, cetakan 5 dan 10 dinar
merupakan kelipatan dinar yang berdasarkan pada nishab zakat, yaitu 20 dinar.
Zallum(1988)
juga mengajukan usulan mengenai cetakan mata uang dirham perak, beserta
bagian-bagiandan kelipatan-kelipatannya, seperti ditunjukkan pada tabel 4
berikut.
Tabel
2.
Cetakan
Dirham Perak
Cetakan Dinar Emas
|
Berat Emas (gram)
|
Keterangan
|
½ dirham
|
1.4875
|
-
|
1 dirham
|
2.l975
|
Standar berat dirham
|
5 dirham
|
14.675
|
Kadar zakat untuk setiap 200 dirham
|
10 dirham
|
29.75
|
-
|
20 dirham
|
59,5
|
-
|
Negara
juga boleh mencetak satuan mata uang yang lebih kecil dari nilai dinar dan
dirham, seperti yang tertera dalam tabel 2 dan tabel 3, guna memudahkan
muamalah untuk barang-barang remeh yang murah harganya. Akant etapi, mengingat
kandungan nilai dari satuan emas dan perak ini kecil saja, maka sulitkiranya
untuk mencetak dinar atau dirham dalam cetakan logam murni.
Karena
itu ditambahkan pula pada cetakan dinar dan dirham ini logam-logam lain dalam
prosentase tertentu, dengan syarat ada kejelasan berapa nisbah emas dan perak
yang terkandung dalam mata uang dicetak, agar tidak timbul kesamaran atau
keraguan (Zallum, 1988).
Selain
itu alasan sunnah taqririyah, dari
sisi metode istimbath, penerapan dinar dan dirham mengandung kemaslahatan yang
luar biasa, sementara mata uang kertas dan dollar (fiat money) telah terbukti menciptakan kekacauan
moneter, ketidakadilan, ketidak-stabilan moneter dan finansial, mengakibatkan
inflasi, membuka pintu spekulasi valas dan perdagangan mata uang,dsb.
Berdasarkan kemasalahatan dinar itu, maka penerapan dinar dirham merupakan
perintah syariah. Sebagaimana terdapat dalam kaedah syariah yang sangat popular
:
أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.
“Dimana saja terdapat kemaslahatan, maka di sana syariah
(hukum) Allah”,
Jadi
karena penerapan dinar dirham mengandung kemaslahatan perekonomian bagi umat
manusia, maka penerapan dinar dirham adalah perintah syariah berdasarkan ‘urf dan kemaslahatan, dan
tentunya berdasarkan sunnah Rasulullah Saw. Berdasarkan uraian di atas dapat
dikatakan bahwa penerapan dinar dirham mengandung berkah, karena ia mengandung
keutamaan dan kemaslahatan, bahkan keadilan dan sejumlah keunggulan yang luar
biasa.
Keunggulan Dinar Emas
Mengapa
mata uang emas menjadi pilihan? Hal ini dikarenakan, emas sebagai mata uang
memiliki sejumlah keunggulan-keunggulan jika dibandingkan dengan uang fiat.
Berikut adalah keunggulan mata uang emas:
1. Mata uang emas memiliki nilai nominal yang sama dengan
nilai intrinsiknya.
Tidak
seperti pencetakan dinar yang di back
up 100% oleh emas, pemerintah kapan saja dapat mencetak uang hampa
karena tidak perlu di back up oleh
emas. Artinya, masalah utama uang hampa (fiat
money) adalah tidak adanya nilai intrinsik (harga yang dikandung
uang tersebut). Bank Sentral yang pertama kali mengeluarkan uang hampa itu dapat
memungut keuntungan luar biasa. Keuntungan ini diperoleh dari perbedaan ongkos
pencetakan dan nilai legal uang. Perbedaan ini dalam istilah keuangan disebut “seigniorage”. Uang hampa ini
diperkenalkan dalam sebuah ekonomi sebagai hutang atau pinjaman. Kemudian
bank-bank komersial memungut keuntungan melalui penciptaan deposit berganda (multiple deposit creation) dengan
meminjamkan kepada masyarakat. Sistem uang fiat dan penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement) bank
ternyata telah memudahkan penggandaan uang dilakukan. Sebagai contoh, jika
jumlah cadangan yang disyaratkan dimiliki setiap bank adalah 10%, dengan jumlah
deposit Rp. 1.000, bank akan dapat menggandakan jumlah deposit menjadi Rp.
10.000. Proses penggandaan uang ini akan menimbulkan inflasi.
2. Nilai mata uang emas lebih stabil.
Kestabilan
dinar akan mengeliminir upaya-upaya spekulasi di pasar Valas. Penggunaan dinar
emas diyakini akan menutup semua gerak para spekulan untuk meraup keuntungan di
pasar Valas melalui aktivitas arbitraging.Fluktuasi
Dolar juga akan menentukan keuntungan/kerugian para pemegang Dolar. Hal ini
dialami para konglomerat Arab Muslim yang mendepositokan uangnya di bank-bank
di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya yang telah mengalami kerugian
luar biasa ketika terjadi tragedy pemboman gedung World Trade Centre (WTC), 11
September 2001 di New York. Tragedi “11 September 2001” itu telah menyebabkan
Dolar terdepresiasi luar biasa sehingga menyebabkan para konglomerat Arab
mengalami kerugian bermilyar-milyar Dolar. Hal ini akan berbeda dengan
menyimpan uang dalam bentuk Dinar emas yang tidak pernah berfluktuasi.
3. Nilai dinar emas adalah tetap dan tidak menimbulkan
inflasi.
Sejak
mulai digunakan hingga saat ini, Dinar (sekitar Rp. 400.250) masih bisa
digunakan untuk membeli barang-barang dengan kuantitas dan kualitas yang sama
yang dapat dibeli ketika dinar digunakan tempo doeloe.
4. Nilai dinar emas juga tidak pernah mengikuti hukum ekonomi
sebagaimana digambarkan oleh kurva penawaran dan permintaan (supply and demand curve).
Selama
kurun 1988-1997, dunia mengalami pasokan emas sebanyak rata-rata 319 ton per
tahun, tetapi harganya tetap relatif stabil. Malah, pada kurun 1994-1997, saat
dunia mengalami defisit emas sebesar 384% harganya justru turun 14%. Realita
ini persis seperti diakui oleh Alan Greenspan, dalam bukunya yang berjudul: Gold and Economic Freedom sebagai
berikut: “ in absence of the gold
standard, there is no way to protect savings from confiscation trough
inflation” (tanpa kehadiran uang standar emas, tidak ada cara untuk
memproteksi penyusutan tabungan akibat inflasi).
5. Emas terbukti kebal dari segala krisis ekonomi.
Ketika
krisis Peso Meksiko, 1995, nilai emas disana naik 107% dalam waktu tiga bulan,
ketika krisis Rupiah pada 1997, nilai emas di Indonesia melonjak 375% dalam
kurun waktu tujuh bulan, dan ketika krisis Rubel di Rusia, 1998, nilai emas di
Rusia naik 307% dalam waktu delapan bulan. Secara umum, meskipun harga emas
dalam Dolar AS turun sekitar 30 % sejak 1990, rata-rata harga emas di dunia
justru naik sebesar 20%.
6. Penggunaan Dinar akan mengurangi ketergantungan keuangan (financial dependency) para penggunanya terhadap Dolar akibat
mismanajemen
modal.
Ini
dapat dilihat dari dunia perdagangan Internasional. Negara yang memiliki
pembayaran defisit (mayoritas dunia Muslim) berarti jumlah dana dalam negeri
lebih banyak mengalir ke luar negara ketimbang dana asing yang masuk ke dalam
negara. Dalam kata lain, jumlah impor jauh lebih besar dari jumlah
ekspor.
Hal ini
akan menyebabkan terjadinya capital
flight yang tinggi menyebabkan devisa akan turun, kalupun tidak
minus. Bila ini terjadi, maka untuk menutupi defisit budget negara harus didanai
dengan hutang luar negeri. Keterpaksaan berhutang akan memerangkapkan negara
penghutang terhadap keharusan untuk memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan
negara donor (pemberi hutang), yang sifatnya sangat mencekik leher negara
penghutang. Tahun ini Indonesia harus membayar bunga utang lebih Rp70 triliun
plus cicilan utang lebih Rp. 60 triliun total sekitar Rp140 triliun. (Vincent
Wijaya, Waspada).
Hal
ini akan terus meningkat sesuai dengan kenaikan suku bunga.
Keharusan menggunakan Dolar ketika membayar hutang akan menyebabkan nilai uang
negara penghutang semakin rendah. Konsekuensinya, Negara penghutang berada pada
pihak yang dirugikan karena harus membayar hutang dalam jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan hutang sesungguhnya. Ini semata-mata karena karena
ketidakstabilan (appresiasi) nilai Dolar. Lain halnya, jika berhutang dengan
Dinar maka sampai kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun, nilai Dinar tidak
pernah berubah.
Selain
alasan di atas, superioritas Dinar telah terbukti ketika AS menggunakan uang
standar emas pada tahun 1879. Pada saat itu, tingkat inflasi di negara Super
Power itu menurun drastis menyamai tingkat inflasi ketika uang standar standar
emas digunakan pada tahun 1861. Penyebab utama krisis ekonomi yang berulangkali
menerpa dunia karena pengadopsian sistem keuangan global yang menggunakan fiat money, bukan Dinar Emas.
Kembali
kepada isu model penerapan uang emas, Malaysia sebagai pelopor diberlakukannya
kembali sistem uang emas dalam transaksi internacional menegaskan bahwa negara
itu tidak akan mengganti sistem mata uangnya yaitu ringgit dan sen dengan mata
uang emas. Malaysia berusaha mengembalikan sistem Britten Woods yang pernah
berlaku. Penggunaan mata uang emas untuk perdagangan internasional selain akan
menyebabkan efisiensi, maka kestabilan nilai emas sebagai alat tukar akan dapat
meningkatkan nilai ekspor.
Ini
sejalan dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Esquivel dan Larrain
(2002) dalam paper diskusi kelompok G-24, dinyatakan bahwa volatilitas nilai
tukar yang berfluktuasi berdampak negatif terhadap laju ekspor negara-negara
berkembang. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan satu persen kenaikan
volatilitas nilai tukar dari mata uang akan menurunkan ekspor negara-negara
berkembang rata-rata sebesar 2 persen. Volatilitas nilai tukar juga memiliki
pengaruh negatif pada investasi asing langsung di beberapa negara. Selain itu,
volatilitas menimbulkan uncertainty dan selanjutnya meningkatkan additional cost dalam
perdagangan (Hamidi, 2006).
Keuntungan dari Penggunaan Dinar dalam Perdagangan
Internasional
Penggunaan
dinar dalam perdagangan internasional terutama dalam perdagangan bilateral akan
memberikan berbagai keuntungan (Meera, 2004:95-98), di antaranya:
1. Mengurangi dan menghapus
resiko nilai tukar. Resiko yang ditimbulkan dari perubahan nilai tukar akan
mempengaruhi aktivitas ekonomi dunia terutama perdagangan internasional.
Kehadiran uang dinar akan menghapus setiap resiko yang ditimbulkan dari nilai
tukar karena dinar adalah mata uang yang stabil dan menguntungkan bagi setiap
negara yang melakukan perdagangan, walaupun harga nilai emas berfluktuasi,
tetapi tingkat perubahannya lebih kecil dibandingkan dengan tingkat fluktuasi
uang kertas saat ini.
2. Penggunaan dinar akan
mengurangi terjadinya spekulasi, manipulasi dan arbitrasi terhadap mata uang
nasional. Ketika tiga negara seperti Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam
melakukan perdagangan maka akan ada tiga jenis mata uang. Tetapi dengan
menjadikan dinar sebagai mata uang tunggal dalam perdagangan, maka tidak akan
ada spekulasi atau arbitrasi yang terjadi dalam perdagangan tersebut. Pada
prakteknya, situasi ekonomi dan politik sebuah negara akan mempengaruhi nilai
tukar mata uangnya dan akan berengaruh pada pasar dan aktivitas ekonomi, tetapi
dengan dinar sebagai mat uang global, hal tersebut tidak akan berpengaruh
signifikan karena dinar bukan milik suatu negara tertentu.
3. Penggunaan dinar akan
mengurangi biaya transaksi perdagangan (transaction
cost) dan meningkatkan perdagangan. Jumlah uang dinar yang sedikit
akan bisa menutupi transaksi dalam jumlah besar serta memberikan peluang kepada
negara yang tidak memiliki cadangan devisa yang cukup sekalipun.
4. Penggunaan uang dinar
dalam perdagangan akan meningkatkan perdagangan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kerjasama antar negara peserta. Disamping itu, penggunaan dinar
akan mempengaruhi kondisi mata uang domestik yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem moneter nasional.
5. Penggunan uang dinar dalam
perdagangan internasional akan mengurangi sovereignty
(kekuasaan). Dengan sistem perdagangan uang fiat saat ini telah memberikan peluang
dan ruang kepada negara-negara maju untuk menguasai perekonomian dunia dan
memperlebar jurang antara negara kaya dengan negara miskin. Penggunaan dinar
akan mengurangi ketergantungan negara berkembang dan miskin terhadap
perekonomian negara maju, mengingat sebagian besar sumber daya alam di dunia
ini berada di negara-negara berkembang.
Bukan Romantisme Sejarah tetapi argument rasional yang ilmiah
Al-Ghazali
membolehkan menggunakan uang fiat dengan persyaratan ketat seperti kewajiban
menjaga kestabilan nilainya oleh pemerintah, dan Ibnu Khaldun menambahkannya
untuk mendasarkan nilai uang fiat tersebut pada cadangan emas. Artinya
mengajukan proposisi bahwa dinar adalah mata uang paling layak digunakan tidak
sekedar berdasarkan romantisme sejarah Islam ataupun landasan ideologis semata.
Penggunaan dinar mestinya dilandasi argumen kelayakan yang berdasar
nilai-nilai positif seperti stabil (stable)
dan tahan lama (durable).
Alasan dasar stabilitas merupakan unsur terpenting dari sebuah mata uang
karena dapat melindungi nilai asset dari spekulasi dan hilangnya nilai
likuiditas akibat volatilitas nilai tukar ( Anwar 2002 )[4].
Daya
beli uang yang tidak berfluktuasi mencerminkan kekuatan dari sebuah alat
tukar. Stabilitas mata uang dapat terpenuhi jika nilai nominal =
intrinsik. Selain itu uang juga harus bersifat tahan lama sehingga tidak mudah
rusak.
Selain
stable dan durable, dari pemikiran
beberapa Islamic Scholar dari mulai Ibnu Taimiyah, Ibnu Maskawih, sampai
pemikir ekonomi kontemporer, beberapa syarat tambahan agar sesuatu layak
dipakai sebagai uang yaitu: Portable,
uang harus praktis dan dapat digunakan dalam transaksi dimanapun; Divisible, uang dapat dipecah/digunakan
dari transaksi kecil sampai besar.
Untuk
transaksi kecil dapat menggunakan campuran emas dan logam lain dengan
menyatakan nisbah secara transparan untuk mencegah bad money drives out good money
ataupun
lewat penggunaan kartu debit seiring dengan perkembangan teknologi terkini; dan
terakhir syarat mata uang ialah desirable.,
menarik artinya sesuatu dapat dianggap uang jika dikehendaki semua orang karena
barangnya menarik bagi banyak orang, tidak hanya karena fiat/perintah semata.
Merujuk
kepada semua syarat-syarat mata uang di atas, maka kriteria semacam ini hanya
mungkin bila mata uang terbuat dari sesuatu yang berharga dan nilainya stabil
yaitu emas. Kalaupun digunakan media lain, katakan uang kertas, maka uang
kertas tersebut harus didasari oleh nilai emas (atau perak).
Penutup
Menerapkan
kembali mata uang dinar merupakan suatu keniscayaan, karena penerapan dinar
akan menciptakan keadilan ekonomi dan mengandung banyak kemaslahatan. Berikut
ini disimpulkan keunggulan-keunggulan dan kemaslahatan mata uang dinar
tersebut
1.
Penerapan dinar secara luas akan ikut mengurangi inflasi yang selama ini terus
membayangi ekonomi berbagai negara. Inflasi sesungguhnya adalah suatu
kemudhratan ekonomi yang harus ditekan. Inflasi adalah fenomena yang signifikan
meningkatkan kemiskinan masyarakat.
2.
Penerapan dinar juga akan mewujudkan stabilitas ekonomi makro-mikro, sehingga
ekonomi negara tidak terombang-ambing dan tidak mengalami volatilitas. Hasil
penelitian Esquivel and Larrain (2002) menunjukkan bahwa volatilitas sangat
berpengaruh terhadap penurunan export dan investasi.
3.
Maslahat penerapan dinar dan dirham juga akan mengurangi secara signifikan
tindakan spekulatif. Kalaupun emas dijadikan sebagai barang perdagangan, namun
ketiadaan margin dari transaksinya membuat spekulan tidak mau melakukannya. Hal
ini karena adanya keseimbangan antara nilai intrinsik dengan nilai
nominal yang terdapat pada dinar.
4.
Penerapan dinar menjadi kontribusi nyata sistem moneter syariah yang ikut
memperkuat sistem perekonomian nasional, sekaligus memperingan beban ekonomi
masyarakat.
5.
Penerapan dinar secara fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan
terhadap dolar AS. Dampak positifnya bagi penciptaan stabilitas moneter
adalah akan semakin kecilnya kemungkinan negara-negara pengguna dinar
setiap saat digoyang produsen dolar AS, juga para fund manager –yang sejauh ini
terus malakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri dan
mengganggu kemaslahatan rakyat banyak di suatu negara. Mengecilnya ketergantungan
terhadap dolar AS akan berkorelasi konstruktif terhadap upaya stabilisasi
ekonomi makro dan mikro. Inilah spirit perlindungan kebangsaaan terhadap
kepentingan nasional yang seharusnya menjadi bentuk baru nasionalisme saat ini.
(Agus Wahid 2004).
5.
Penerapan dinar dan dirham sebagai mata uang akan menyulitkan masyarakat untuk
melakukan tindakan pemalsuan uang . Hal ini sangat berbeda dengan mata
uang kertas yang relatif sangat mudah dipalsukan.
6.
Dalam konteks keindonesiaan, penerapan dinar di Indonesia, menyelamatkan
destruksi rupiah yang senantiasa terjadi. Dengan demikian penerapan dinar
adalah wujud nyata kecintaan kepada kemaslahatan bangsa.
Berdasarkan
kajian ilmiah dan fakta empiris, dapat disimpulkan bahwa mata uang dinar adalah
mata uang terbaik. Dengan kemampuannya menjaga nilainya sendiri
maka Dinar Emas mempunyai keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang
dapat meredam terjadinya spekulasi, manipulasi dan menekan inflasi secara
signifikan, sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen stabilitas moneter
yang ampuh.
[1] Hakikatnya
ungkapan ‘al-Sultan al-’Adl‘,
‘Malik al-‘Adil’ dan
‘Adil Syah’ yang
tertera di sisi mata uang Pasai, Kelantan-Patani, Terengganu dan Kedah adalah
berdasarkan Firman Allah, yang bermakna: “…Allah
menyeru berlaku adil dan berbuat kebajikan….” (Q.S. an-Nahl: 90).
[2] Hal ini seperti
diungkapkan Salleh (tt), seorang peneliti pada TIME Research Institute,
University of Salford, Manchester UK.
[3] Haneef and
Barakat (2002) dalam makalahnya “Gold and Silver as Money: A Preliminary Survey
of Fiqhi Opinions and their Implications” telah melakukan survey literature
terhadap pendapat para Fuqaha tentang uang. Di antara kesimpulan mereka adalah
tidak ada konsensus ulama bahwa hanya dinar dan dirham yang dapat digunakan
sebagai uang dalam Islam.
[4] Anwar, Muhammad
“ Euro and Gold Dinar : A Comparative Study of Currency Union “ . . Kuala Lumpur: International
Islamic University Malaysia, 2002
http://www.agustiantocentre.com/?p=1047
download file makalah lengkap Sejarah Dinar-Dirham di jurnalmakalah.com
BalasHapus