“Penundaanmu untuk beramal karena menanti waktu senggang,
adalah timbul dari hati yang bodoh.”
Adapun sifat hamba yang dungu, adalah
orang yang suka mempermainkan waktu dan bermain-main dengan waktu, dengan cara
menunda amal, atau menomor-duakan amal sehingga amal ibadahnya tertunda oleh
waktu yang sempit. Atau menghabiskan waktu untuk kepentingan lain sehingga
waktu untuk beramal tertinggal.
Orang yang beramal dengan menanti-nanti
waktu senggang, sama halnya dengan orang yang dipermainkan oleh waktu. Waktu
berjalan terus, sedangkan waktu luang belum juga ada, sehingga amalpun belum
dilaksanakan. Apalagi jika waktu beramal sangat kecil, sehingga peluang untuk
beramal sudah tidak mencukupi.
Menunda-nunda waktu beribadah
disebabkan kesibukan pekerjaan yang bersifat duniawi, kadang-kadang membuat
orang kehabisan waktu untuk beribadah. Hal ini akan membawa akibat yang kurang
baik bagi si hamba dalam mengembangkan dan memelihara ibadahnya. Ibadah yang
tertunda tidak hanya merugikan seorang hamba, akan tetapi juga merusak amal itu
sendiri, karena tidak diamalkan tepat waktunya.
Waktu manusia dikejar usianya. Apabila
banyak waktu yang terbuang untuk urusan dan kesibukan duniawi, sudah tentu usia
kita telah dihabiskan untuk kepentingan yang bukan ukhrawi. Usia bertambah
sedangkan amal berkurang.
Menghabiskan waktu untuk duniawi
berarti mengurangi waktu untuk ukhrawi. Waktu bertambah dan usia manusia terus
menyusut. Ketika usia manusia telah sampai kepada batas ketentuannya, maka
waktu untuk beramalpun telah habis. Disaat maut telah datang menjemput
seseorang hamba, sedang keinginan beramal masih dimilikinya. Tentu saja waktu
yang sudah dibatasi itu sudah tidak dapat dipergunakan lagi untuk beramal,
karena dibatasi oleh al maut.
Oleh karena waktu yang ada pada manusia
itu berpacu dengan usia, sedangkan usia itu diakhiri dengan maut, maka
janganlah sampai seorang hamba menunda-nunda waktu beramal. Karena kesibukan
duniawi selalu menghabiskan waktu, sedangkan kehilangan waktu beramal ibadah
berarti rugi dunia akhirat.
Ingin memperoleh kenikmatan di dunia
ini memang tak pernah habis dan tak pernah puas. Kesibukan satu akan diikuti
kesibukan lainnya. Waktu yang kejar mengejar itu akan habis, tidak terasa bagi
manusia. Ketika telah sampai kepada batas barulah manusia itu sadar, sayang
waktu beramal telah pudar.
Jangan terlalu mengejar dunia, jangan
pula meninggalkan akhirat. Dunia dan akhirat sama-sama dikejar. Namun demikian
yang harus dimenangkan dan dilebihkan adalah hidup akhirat. Sebab itulah tujuan
manusia yang terakhir. Dunia yang dikejar, kelak akan ditinggalkan, sedang
akhirat dikejar, karena sudah pasti kita akan menemuinya. Akhirat adalah tempat
yang kekal bagi orang yang beriman. Disana ia akan mendapatkan jerih payahnya
selama hidup didunia.
Perlu
juga diingat bahwasannya kebahagiaan manusia di akhirat kelak bergantung pula
dengan cara hidupnya didunia. Bagusnya kehidupan dunia seseorang (secara
Islami) menentukan pula hidup akhiratnya. Allah Swt. mengingatkan, “Akan
tetapi kamu lebih banyak memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat
lebih baik dan lebih kekal.” (Al A’la: 16-17)
Dalam mengatur waktu dalam kehidupan duniawi perlu diperhatikan hal-hal berikut:
· Utamakan kehidupan
akhirat, dan jadikan hidup didunia sebagai jembatan menuju akhirat, dan jangan
menunda waktu beramal.
· Berpaculah dengan waktu,
karena apabila salah menggunakan waktu, maka waktu itu akan memnggal kita.
Artinya berputus seseorang dengan waktu terputus pula amal selanjutnya.
· Mengejar dunia tidak akan
ada habisnya, lepas satu datang pula lainnya. Amal yang tertunda karena
habisnya waktu akan melemahkan semangat untuk menjalankan ibadah. Akibatnya
hilang pula wujud kita sebagai hamba Allah yang wajib beribadah.
· Pergiatlah waktu beramal
sebelum tibanya waktu ajal.
· Perketat waktu ibadah
sebelum datang waktu berserah.
· Jangan menunda amal bakti
sebelum datang waktu mati.
· Aturlah waktu untuk
beramal agar kelak tidak menyesal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar