(1). Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar
Dan kapan Al Qur’an itu diturunkan (nuzulul Qur’an)?
Apakah benar pada tanggal 17 Ramadhan ataukah malam Lailatul Qadar?
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadr: 1).
Apa yang dimaksud Lailatul Qadar?
Ada lima pendapat mengenai pengertian lailatul qadar:
1- Al qadr berarti mulia (agung). Seperti dalam firman Allah Ta’ala,
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya” (QS. Az Zumar: 67). Sehingga lailatul qadr berarti malam yang mulia. Inilah pendapat Az Zuhri.
2- Al qadr berarti sempit. Seperti terdapat dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
“Dan orang yang disempitkan rezkinya” (QS. Ath Tholaq: 7). Lailatul qadar berarti malam yang penuh sesak karena saat itu malaikat-malaikat turun di muka bumi. Inilah pendapat Al Kholil bin Ahmad.
3- Al qadr berarti hukum. Inilah pendapat Ibnu Qutaibah.
4- Karena pada saat itu diturunkan kitab yang penuh kemuliaan, diturunkan rahmat dan turun pula malaikat yang mulia. Inilah beberapa pendapat yang disebut oleh Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir, 9: 182.
Ibnul ‘Arabi rahimahullah mengatakan bahwa bisa jadi makna lailatul qadar adalah malam penuh kemuliaan, bisa pula maknanya adalah malam penetapan takdir. Yang terakhir ini lebih mendekati benar karena mengingat firman Allah lainnya,
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad Dukhon: 4), maksud ayat ini adalah ditetapkannya takdir. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah diturunkannya Al Qur’an secara sekaligus ke langit dunia. Lihat Ahkamul Qur’an, 4: 472.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Disebut lailatul qadar karena kemuliaan dan keutamaan malam tersebut di sisi Allah. Pada malam tersebut ditetapkan berbagai perkara yang akan terjadi pada satu tahun, yaitu ditetapkan ajal, rezeki, dan berbagai takdir.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931).
Turunnya Al Qur’an pada Lailatul Qadar
Dalam surat yang kita kaji disebutkan bahwa Allah menurunkan Al Qur’an pada Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhon: 3). Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Al Qur’an itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebut dalam ayat,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran ” (QS. Al Baqarah: 185).
Ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan mengenai nuzulul Qur’an, yaitu waktu diturunkannya permulaan Al Qur’an. Ibnu ‘Abbas berkata,
أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العِزّة من السماء الدنيا، ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun.” (HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro, Al Hakim dalam Mustadroknya, Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Ibnu Hajar pun menyetujui sebagaimana dalam Al Fath, 4: 9).
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah itu menjadikan permulaan turunnya Al Qur’an adalah di bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931).
Jika dinyatakan bahwa Al Qur’an secara keseluruhan itu diturunkan di bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar, maka klaim yang mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan, jelas-jelas tidak berdasar. Karena Lailatul Qadar itu terjadi di sepuluh hari terakhir. Sehingga jelas-jelas penetapan 17 Ramadhan sebagai perayaan Nuzulul Qur’an tidak berdasar atau mengada-ngada.
Hanya Allah yang memberi taufik.
(2). Keutamaan Lailatul Qadar
Lailatul Qadar adalah malam penuh kemuliaan. Pada malam tersebut, para malaikat turun ke langit dunia sehingga keadaan bumi penuh sesak. Malaikat turun membawa keberkahan dan rahmat. Pada malam tersebut datang keselamatan, tidak ada kejelekan dan setan pun menjauh untuk menggoda manusia. Keselamatan atau kesejahteraan ketika itu ada hingga terbit fajar. Inilah di antara keutamaan lailatul qadar yang dibahas dalam surat Al Qadr.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).
Dalam surat Al Qadr di atas, ada beberapa keutamaan Lailatul Qadar yang disebutkan yang kami uraikan berdasarkan tafsiran para ulama sebagaimana berikut:
Pertama: Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud lebih baik dari seribu bulan adalah malam Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan, yaitu untuk amalan, puasa, dan shalat malam yang dilakukan ketika itu lebih baik dari seribu bulan.
Mujahid juga berkata bahwa lailatul qadar itu lebih baik dari 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. Pendapat ini juga menjadi pendapat Qotadah bin Da’amah dan Imam Syafi’i. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 609).
Jika ibadah dalam lailatul qadar sama dengan ibadah di seribu bulan lamanya, maka ada keutamaan mendirikan shalat malam ketika itu sebagaimana disebutkan dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan shalat malam atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 760).
Kedua: Malaikat turun pada malam tersebut membawa keberkahan dan rahmat
Allah Ta’ala berfirman,
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. ”
Malaikat ketika malam penuh kemuliaan tersebut turun ke muka bumi. Itu menandakan bahwa malam tersebut banyak keberkahan. Malaikat setiap kali turun tentu membawa keberkahan dan rahmat. Sebagaimana malaikat membawa keberkahan ketika mendatangi halaqoh ilmu. Sampai-sampai mereka meletakkan sayapnya karena ridho pada penuntut ilmu.
Sedangkan yang dimaksud dengan “ar ruh” dalam surat Al Qadr adalah malaikat Jibril. Penyebutan Jibril di situ adalah penyebutan khusus setelah sebelumnya disebutkan mengenai malaikat secara umum.
Sedangkan maksud “min kulli amr” dalam ayat tersebut adalah bahwa ketika itu datang keselamatan atau kesejahteraan untuk setiap urusan (perkara).
Ketiga: Setan tidak bisa bertingkah jahat pada malam Lailatul Qadar
Allah Ta’ala berfirman,
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” Yang dimaksud di sini adalah pada malam tersebut penuh dengan keselamatan. Mujahid berkata bahwa setan tidak bisa melakukan kejelekan atau mengganggu manusia pada malam tersebut. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 610.
Ibnu Zaid dan Qotadah berkata bahwa pada malam lailatul qadar hanya ada kebaikan saja, tidak ada kejelekan hingga terbit fajar. Lihat idem, 7: 611.
Keempat: Pada malam tersebut ditetapkan takdir ajal dan rezeki
Ketika menafsirkan ayat terakhir, Ibnu Katsir membawakan perkataan Qotadah dan ulama lainnya bahwasanya pada lailatul qadar diatur berbagai macam urusan. Ketika itu ajal dan berbagai rezeki ditetapkan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam ayat lainnya,
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhon: 4).
Kelima: Keselamatan dan rahmat bagi yang menghidupkan lailatul qadar di masjid
Asy Sya’bi berkata mengenai ayat,
مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar“, yaitu kata beliau bahwa keselamatan dan malaikat datang pada malam tersebut bagi ahli masjid, itu berlangsung hingga datang fajar (Shubuh). Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 610.
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Berbagai hadits yang mutawatir membicarakan tentang keutamaan lailatul qadar dan dijelaskan bahwa malam tersebut terdapat di bulan Ramadhan. Malam tersebut terdapat di sepuluh hari terakhir terkhusus pada malam-malam ganjil. Malam penuh kemuliaan itu tetap terus ada setiap tahunnya hingga hari kiamat. Karena kemuliaan malam tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukani’tikaf dan memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dengan melakukan hal itu, beliau berharap bisa berjumpa dengan lailatul qadar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931).
Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih malam yang penuh kemuliaan, kebaikan dan keberkahan tersebut.
Referensi:
Ahkamul Qur’an, Ibnul ‘Arobi, terbitan Darul Hadits, cetakan tahun 1432 H.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsiril Kalamil Mannan, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab Al Islamiy.
—
Diselesaikan Senin malam @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 13 Ramadhan 1434 H
Artikel Rumaysho.Com
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsiril Kalamil Mannan, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.
Disusun di pagi hari penuh berkah di pertengahan Ramadhan, Rabu, 15 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar