PUBLIK terus mempersoalkan utang pemerintah. Para ekonom dan aktivis menyatakan keresahan dengan terus menggunungnya utang pemerintahpusat yang saat ini (Juni 2017) mencapai Rp 3.706,52 . Sebuah angka yang fantastis.
Lalu tingginya utang tersebut dikaitkan dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Juga menggugat peran dan kinerja menteri ekonomi Kabinet Kerja, terutama Menko Perekonomian Darmin Nasuiton dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kedua menteri ini dinilai memiliki kinerja buruk dalam menggenjot pertumbuhan dan mencegah terjadinya pelambatan ekonomi. Karena buruknya kinerja itulah publik menyebut, pemerintah pusat terpaksa meminta pinjaman kesana-kemari untuk membiayai pembangunan, terutama infrastruktur.
Banyak kalangan mengkhawatirkannya terus membesarnya utang. Bisakah pemerintahan Jokowi melunasinya? Bila tidak tentu akan membahayakan, setidaknya bisa memicu krisis ekonomi dahsyat di negeri ini.n
Ekonom senior Dr Fuad Bawazier mengingatkan, Indonesia di ambang krisis dahsyat akibat utang Indonesia terus membengkak. Menurutnya, perhitungan pemerintah melakukan pembangunan infrasturuktur dengan menggunakan dana pinjaman merupakan tindakan yang membahayakan negara.
Hal ini, lanujutnya, jelas tidak sustainable dan amat membahayakan APBN dan bisa menimbulkan krisis dahsyat.
Utang negara yang semakin meroket ini dinilai akibat ambisi Presiden Jokowi dalam pembangunan infrastruktur. Proyek-proyek infrastuktur itu lebih menguntungkan rakyat kelas menengah atas ketimbang kelas bawah/rakyat kecil. Padahal, beban utang juga harus ditanggung mereka.
Para ekonom mengingatkan pemerintahan Jokowi tidak ugal-ugalan dalam mengelola negara sehingga bisa membawa negeri ini kepada ambang kritis. Faktanya bisa terlihat dari menggunungnya utang pemerintah yang sudah mencapau Rp3.672.33 triliun.
Memang, utang yang ada saat ini juga dari warisan rezim sebelumnya. Dari Orde Lama, Orde Baru, hingga reformasi, utang sudah ada, untuk membantu pembiayaan pembangunan. Utang bisa saja dari negara lain, lembaga pembiayaan, dan dari dalam negeri.
Pemerintah terpaksa membuat utang karena keterbatasan penerimaan kas negara, sementara kebutuhan dalam negeri sudah mendesak. Untuk membantu pembiayaan pembangunan, pemerintah mencari dana dalam bentuk utang.
Negara berutang bukanlah hal tabu. Persoalannya jangan sampai utang itu tidak mampu dibayar. Kalau kata pepatah, jangan besar pasak dari pada tiang. Artinya, kita boleh berutang asal realistis, dan digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang sangat penting, misalnya, mendorong dan memberayakan ekonomi rakyat kecil, pendidikan, pembangunan industri yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan.
Negara berutang bukanlah hal tabu. Persoalannya jangan sampai utang itu tidak mampu dibayar. Kalau kata pepatah, jangan besar pasak dari pada tiang. Artinya, kita boleh berutang asal realistis, dan digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang sangat penting, misalnya, mendorong dan memberayakan ekonomi rakyat kecil, pendidikan, pembangunan industri yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan.
Intinya untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di berbagai sektor. Hal ini tentu akan mampu mendorong ekonomi rakyat menjadi lebih baik. Utang bukan untuk pembangunan infrastruktur yang berlebihan, yang hasilnya bisa dinikmati rakyat dalam jangka lama, bisa 20 atau 30 tahun ke depan.
Presiden Jokowi dalam sebuah pertemuan di Jakarta, belum lama ini menenangkan publik, sebab utang Indonesia masih dalam batas kewajaran. Semua masih terkendali, dan memang digunakan untuk rakyat dalam bentuk pembangunan. Apalagi sebagian besar pemberi utang adalah orang Indonesia sendiri melalui pembelian SBN. Jadi utang itu merupakan investasi, jika dilihat dari sisi pembeli SBN.
Publik bisa memahami pernyataan presiden itu, namun, di ranah publik rasa kekhawatiran negeri ini tidak mampu membauyar utang masih saja ada. Mereka khawatir negeri ini dilandasi krisis berkepanjangan, seperti yang dialami negara-negara lain yang tidak mampu membayar utangnya.
Kita hanya mengharapkan, utang akan membawa kebahagiaan bagi rakyat, bagi negeri ini, bukan malah menjadio malapetaka, yang mendorong negeri ini menjadi negara gagal atau negara yang mengalami kebangkrutan.
Jika ini yang terjadi, bukan hanya pemerintah yang merasakan akibatnya, sekuruh rakyat pun akan menderita. Supaya hal ini tidak terjadi kita meminta pemerintahan Jokowi untuk berhati-hati dan melakukan hal-hal yang realistis dalam mengelola dan menggunakan utang. Seluruh rakyat harus turut mengawal agar APBN dan APBD benar-benar untuk pembangunan, bukan untuk diselewengkan.
(***)
http://pembaca.harianterbit.com/daripembaca/2017/08/03/85000/57/27/TAJUK-Utang-Meroket-dan-Ancaman-Krisis-Dahsyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar