Kamis, 27 Agustus 2009

Waktu Puasa yang Lebih dari Normal


KAIRO--Umat Muslim yang hidup di Barat biasa menghadapi shaum dalam waktu yang sangat lama, bisa lebih dari 18 jam. Di sejumlah negara, waktu siang memang terkadang lebih panjang dibanding malam hari. Fenomena itu mulai mendapat perhatian serius dari kalangan ulama fikih di Mesir.

Mufti Pemerintah Mesir, Syekh Ali Jumah, menetapkan fatwa tentang pelaksanaan shaum di negara-negara Barat yang lebih dari 18 jam. Menurut Syekh Jumah, umat Muslim yang menunaikan shaum di negara yang waktu siangnya melebihi 18 jam, boleh berbuka, mengikuti waktu Makkah Almukarramah, kota suci pertama bagi umat Muslim.

Fatwa tersebut mendapatkan respons beragam dari ulama di negeri berjuluk seribu menara itu. Syekh Mahmud 'Asyur, anggota Majma' Buhust Al-Islami (Badan Penelitian Pengetahuan Islam) dan guru Besar Universitas Al-Azhar, mengatakan, jika waktu siang di Barat lebih panjang dari waktu normal, umat Muslim boleh berbuka sesuai dengan waktu Makkah.

''Dengan catatan, apabila jarak negara tersebut dekat Makkah. Namun, apabila jaraknya jauh dari Makkah, panjang waktu puasa disesuaikan dengan negara Muslim terdekat,'' ungkap Syekh 'Asyur seperti dilaporkan Syarq al-Awsath.Pendapat senada juga ditegaskan Syekh Yusuf Badri, anggota Majelis A'la Li as-Syu'un al-Islamiyah (Lembaga Tinggi Urusan Agama Islam), yang bermarkas di Kairo. Menurutnya, para ahli fikih sudah bersepakat bahwa pada dasarnya waktu awal dan akhir puasa, disesuaikan dengan waktu tempat seorang Muslim berada.

''Adapun bagi umat Islam yang hidup di suatu negara yang waktu siangnya mencapai 16 jam, dibolehkan baginya untuk mengkiaskan waktunya dengan waktu normal dalam puasa,'' papar Syekh Badri. Menurutnya, para ahli fikih bersepakat, panjang waktu normal yang dijadikan patokan adalah waktu Makkah Al-Mukarramah.Syekh Badri menuturkan, apabila panjang waktu siang di suatu negara mencapai hingga 20 jam, diperbolehkan bagi umat Muslim untuk memulai waktu berpuasa dan berbuka sesuai dengan waktu puasa di Makkah al-Mukarramah.

Sebaliknya, ujar dia, apabila waktu malam di suatu negara lebih panjang dari waktu siangnya, umat Muslim menjalankan puasanya sesuai dengan waktu setempat. Hal itu, tutur dia, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Albaqarah 185, ''Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.''

Dr Ahmad Abdur Rahim Samih, pengajar di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, pun memiliki pendapat sendiri. Menurut dia, sesungguhnya syariat telah menentukan waktu berpuasa secara jelas. Yakni, dimulai sebelum terbit matahari hingga terbenamnya sang surya. Dalam pandangan Samih, tidak mungkin mengkiaskan waktu puasa di negara-negara Barat dengan waktu Makkah. ''Yang lebih tepat adalah mengikuti waktu negara Muslim terdekat. Demikian pendapat yang banyak diikuti oleh ulama fikih,'' tuturnya menegaskan.

Samih menambahkan, apabila negara Muslim terdekat juga mengalami waktu siang yang panjang, dapat mengkiaskan dengan waktu negara Muslim lain yang jaraknya dekat dengan negara Muslim yang mengalami waktu siang yang panjang itu. Demikian dan seterusnya. rid/taq/awsat

By Republika Newsroom
Rabu, 26 Agustus 2009 pukul 08:03:00

http://www.republika.co.id/berita/71927/Waktu_Puasa_yang_Lebih_dari_Normal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar