Selasa, 11 Juni 2013

Macan Tutul Langka Terekam di Halimun Salak





“Cantik bukan?” kata Age Kridalaksana, seorang ahli ekologi Indonesia di sebuah pos penelitian di perbukitan berhutan lebat di Taman Nasional Gunung Salak, Jawa Barat.

Dia memperhatikan komputernya dengan seksama. Foto-fotonya memang bagus, warnanya tajam, kulit yang bertotol dan mata keperakan, langsung dapat dikenali milik mamalia paling dicari di kawasan tersebut, macan tutul jawa (Panthera pardus melas), yang belum lama ini ditambahkan ke dalam International Untion for the Conservation of Nature ‘Red List’ dari spesies-spesies paling langka di dunia.

Kucing besar itu biasanya sangat pemalu dan misterius, namun jantan muda yang tertangkap kamera berjarak hanya dua kilometer dari pos penelitian Cikaniki di sisi timur taman nasional, sepertinya sedang menikmati ketenaran baru.

Sang macan tampak meregangkan badan, menunjukkan taringnya yang tajam dengan seringai lebar, kemudian melingkarkan badannya pelan-pelan.

Inilah gambar yang membuat Age tertarik. “Kelihatannya dia sedang berpose dan sepertinya menyadari kalau kami sedang mengamatinya,” ujarnya.

Dikenal dengan sebutan ‘gunung berkabut’ bagi penduduk lokal, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak memiliki luas 113,000 hektar dan termasuk salah satu yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di Indonesia.

Namun yang mengejutkan, terlepas dari kedatangan para peneliti dari seluruh dunia, hanya sebagian kecil dari 61 spesies mamalia, 750 tumbuhan dan 250 jenis burung yang ada telah tercatat dengan baik.

Jumlah macan tutul Jawa yang tersisa dan berada di alam liar masih belum diketahui, dengan prakiraan sekitar 250 hingga 700 ekor.

Inilah yang membuat Age dan rekan-rekannya dari CIFOR dan Institut Pertanian Bogor (IPB) berada di sini. Dengan bantuan dari staf taman nasional, mereka telah memantau ukuran dan jangkauan populasi macan tutul dan mangsanya.

Hal ini penting, kata Age, selain untuk membantu mengidentifikasi potensi ancaman yang ada, semisal pemburu atau perambah hutan yang sedang berada di sekitarnya, dan jika kucing besar ini mendekati kawasan yang kerap dilalui manusia.

“Kita harus memahami bagaimana keberadaan manusia mempengaruhi persebaran macan tutul dan spesies-spesies lain di kawasan ini,” tambahnya.

Keberadaan predator besar ini juga menjadi sebuah indikator tentang kondisi hutan. Sebuah tanda bahwa ekosistemnya seimbang.


Sumber: Center for International Forestry Research (CIFOR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar