Sabtu, 15 Juni 2013

Menjemput Rezeki-Nya



Tatkala turun perintah hijrah dari Mekkah menuju Madinah, seorang sahabat Rasulullah SAW, Abdurrahman bin Auf berada dalam rombongan tersebut. 

Ia adalah salah seorang sahabat Rasul yang kaya raya, dermawan, saleh dan dijamin masuk surga. Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad SAW, mempersaudarakan kaum muhajirin dengan kaum anshar. 

Pada saat itu, Abdurrahman bin Auf, dipersaudarakan dengan seorang penduduk Madinah (kaum anshar) yang kaya raya dan pemurah bernama Sa’ad bin Rabi’. 

Setelah mereka berdua berikrar dan saling berpelukan, kemudian Sa’ad bin Rabi’ menawarkan harta dan istrinya kepada Abdurrahman bin Auf. 

“Aku memiliki harta yang banyak dan dua orang istri. Ambillah separuh dari hartaku dan pilihlah salah satu istriku yang menurutmu paling cantik. Aku akan menceraikannya agar kau dapat memperistrinya,” ujar Sa’ad. 

“Tidak, terima kasih, saudaraku. Tolong tunjukkan padaku di mana letak pasar? Di sana agar aku bisa berdagang.” Abdurrahman menjawab. 

Dengan penuh keyakinan atas rezeki yang pasti diberikan Allah kepadanya, Abdurrahman bin Auf langsung meminta ditunjukkan pasar kepada saudara angkatnya, Sa’ad bin Rabi’, dari kalangan Anshar. 

Ia bersemangat menjemput rezeki-Nya dengan cara berniaga hingga menjadi pengusaha, saudagar kaya raya, dan seorang sahabat dermawan pada masa itu. 

Allah SWT memang tidak pernah melupakan seluruh makhluk-Nya. Dia akan memberikan rezeki kepada ciptaan-Nya tanpa kecuali. 

Dari mulai hewan, tumbuhan, manusia, dan segenap ciptaan-Nya yang ada di muka bumi akan mendapatkan rezeki untuk mencukupi kebutuhan hidup. 

Seekor cecak yang melata di dinding, misalnya, selalu mendapatkan rezeki dari sekelilingnya. Tumbuhan yang ada di muka bumi juga tumbuh dengan rezeki yang diberikan-Nya. 

Apalagi umat manusia, yang berpikir dan memiliki semangat. Tentunya telah disediakan rezeki oleh Allah agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Allah SWT Berfirman dalam kitab suci Al-Quran, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud [11]: 6). 

I’tibar yang digunakan dalam ayat ini bermakna bahwa binatang diberikan rezeki oleh Allah yang telah ditulis sejak di Lauh Mahfuzh. 

Kemudian dalam surah yang lain Allah SWT menegaskan kepada kita, “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Ankabut [29]: 60). 

Ayat ini, maknanya lebih dikhususkan pada umat manusia. Selain diberikan kepada binatang; rezeki juga pasti diberikan kepada umat manusia.  

Dua ayat dari surah yang berbeda di atas, menjelaskan ikhwal pentingnya meyakini bahwa kita tidak boleh takut kekurangan rezeki. Dalam bahasa lain, rezeki itu pasti, bukan sebuah misteri dan teka-teki. 

Sebab, seluruh makhluk ciptaan-Nya, termasuk manusia, akan diberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Karena itu, takwa dan tawakal kepada-Nya dapat membuat kita merasakan kemudahan dalam memperoleh rezeki tersebut. 

Firman-Nya, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya (ketika ditimpa kesulitan), dan Dia memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3). 

Rezeki itu bukan hanya persoalan matematis logis; tetapi menyangkut keyakinan spiritual dan teologis juga. Rezeki, yang kita peroleh ialah salah satu nikmat terbesar yang diberikan Allah. 

Dia (Allah) tidak pilih kasih memberikan rezeki kepada umat manusia. Antara orang mukmin dengan kafir, kedua-duanya mendapatkan rezeki yang setimpal. Inilah bukti kasih sayang Allah kepada seluruh ciptaan-Nya. 

Yakinlah Allah akan memberikan rezeki-Nya, kemudian jemputlah rezeki tersebut dengan mengoptimalkan segenap usaha dan doa seperti yang dilakukan Abdurrahman bin Auf. Wallahua’lam 

Oleh H.Dadang Kahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar