Dari berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits yang saya baca,
saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi.
Bukan untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat dan juga
bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya ”Memberi” dengan
”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”
Meski sekilas ”Memberi” sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi
tidak serupa. Betapa banyak orang yang kaya tapi tidak mau bayar zakat atau
bersedekah? Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang hidupnya biasa saja
tapi justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang kaya tapi tidak
berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan TKW malah bisa
naik haji.
Dalam Islam, yang diperintahkan adalah membelanjakan
harta untuk kebaikan. Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam
rukun Islam tidak ada perintah jadi orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat
dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat sebagian orang menganggap bahwa
Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu
kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya
kekayaan.
Meski sekilas kelihatan benar, namun kiranya hal itu
kurang tepat. Apalagi jika akhirnya untuk menjadi kaya semua cara dihalalkan
dan membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang hina orang
miskin.
Islam memerintahkan ummatnya untuk membayar zakat dan
bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan menjadi kaya karena berapa
banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat dan bersedekah.
Hadits Nabi ”Tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah” adalah himbauan untuk memberi. Artinya orang yang memberi lebih mulia
daripada orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia dari pada orang
miskin.
Berapa banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta
suap atau komisi dan enggan bersedekah.
Menjadi
kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi dilaknat
Allah dalam Al Qur’an. Contohnya Karun. Kekayaannya sangat besar, namun karena
sombong dan enggan menolong, dia mati dibenamkan ke dalam bumi oleh Allah SWT. {Al Qashash:76}
Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya jika dari yang haram
atau tidak digunakan di jalan Allah: ”Tidaklah
berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]
Dalam hal mencari kekayaan, orang sering lupa sehingga
yang haram menjadi halal. Indonesia adalah merupakan satu negara terkorup di
dunia padahal mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya, banyak ummat Islam
memilih jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan sebagainya.
Dalam surat Al Maa’uun disebut bahwa orang yang enggan
menolong anak yatim dan fakir miskin dengan barang berguna sebagai pendusta
agama meski dia sholat:
”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al
Maa’uun:1-7]
Allah tidak memandang apakah orang itu kaya atau banyak
harta: ”Dan orang-orang yang di
atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka
mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan
dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.”[Al
A’raaf:48]
Islam mengajarkan kita mengutamakan akhirat:
”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari kenikmatan duniawi” [Al Qashash:77]
”Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami
segerakan baginya di dunia dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” [Al Israa’:18]
Allah mengingatkan kita bahwa akhirat lebih baik dan
kekal dari dunia karena manusia memang cenderung pada dunia hingga banyak yang
lupa akan akhirat:
”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada
dunia” [Adh Dhuhaa:4]
”Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]
Tidak sepantasnya ummat Islam hidup
bermewah-mewah sementara mayoritas rakyat hidup miskin karena ini tanda dari
kurangnya iman:
”Tidak beriman kepadaku orang yang
tidur dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal
itu.” (HR. Al Bazzaar)
_______________________________________________________
Selengkapnya :
Saya membaca satu tulisan dari seorang ustad yang cukup terkenal tentang “Pandangan Islam terhadap Harta.” Isinya cukup bagus, di antaranya mengajarkan pembaca untuk jadi kaya sehingga bisa menggunakannya untuk kebaikan.
Meski demikian ada beberapa hal yang sepertinya kurang pas
dan mengganjal di hati saya. Misalnya karena ingin kaya akhirnya begitu melihat
rumah dan mobil bagus lalu mengelus-elus rumah dan mobil bagus milik orang lain
yang diinginkannya (syukur-syukur kalau pagar rumah itu tidak dialiri listrik
atau dipanggil satpam oleh yang punya) atau gaya hidup mewah seperti punya
pesawat jet pribadi, naik pesawat first class, mobil mewah, dan makan makanan
enak. Begitu pula dengan beberapa bacaan penulis Barat seperti Robert Kiyosaki
yang meski sempat saya baca cukup bagus, namun tidak semuanya bisa jadi
pegangan karena akhirnya mengarah pada spekulasi saham dan MLM (Buku-buku
seperti itu memang jadi pegangan aktivis MLM).
Beberapa panutan yang ditonjolkan juga merupakan orang-orang
kaya yang bermasalah di mana ada yang merupakan penghutang BLBI trilyunan
rupiah dan juga keluarganya melakukan penundaan pembayaran hutang ganti rugi
rumah dan tanah kepada warga Porong yang mereka rugikan, serta menjual media TV
yang mereka miliki kepada konglomerat media Yahudi, Rupert Murdoch. Padahal ini
tidak sesuai ajaran Islam:
Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu)
pembayaran hutangnya adalah kezaliman. (HR. Bukhari)
Seorang ulama harusnya mewarnai ummatnya dengan
sibghatullah. Bukan justru diwarnai ummatnya terutama dengan hal-hal yang
kurang sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai orang Islam, pedoman kita adalah Kitabullah Al
Qur’an dan Sunnah Nabi. Insya Allah, Al Qur’an itu Haq dan Nabi itu maksum
terjaga dari dosa dan kesalahan. Ada pun manusia biasa termasuk ulama tidak lepas dari
salah dan lupa.
Dari berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits
yang saya baca, saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya
untuk memberi. Bukan untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat
dan juga bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya
”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”
Meski sekilas ”Memberi” sama dengan
”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa banyak orang yang kaya tapi tidak mau
bayar zakat atau bersedekah? Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang
hidupnya biasa saja tapi justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang
kaya tapi tidak berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan
TKW malah bisa naik haji.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa iya
orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah
SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling mulia? Beliau
menjawab: “Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas
orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits
shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Bukan cuma dari hadits, ini pengalaman
saya sendiri. Sebagai
Ketua sebuah organisasi, beberapa orang menyumbang melalui saya. Ternyata
penyumbang terbesar itu bukanlah orang yang kaya menurut pandangan ustad
tersebut. Luas rumahnya paling tidak lebih dari 30 m2, mobil dan motor dia
tidak punya. Namun dia menyumbang laptop dan palmtop (paling tidak nilainya Rp
3 juta) untuk ummat sambil memberi uang cash Rp 200 ribu. Dia jamu saya dengan
makanan dan teh botol.
Anggota-anggota lain yang punya mobil dan rumah bagus
belum tentu bisa begitu. Ustad yang menerima laptop tersebut rumahnya dan
sofanya jauh lebih bagus daripada rumah teman saya yang menyumbang. Teman saya
bahkan tak punya sofa/kursi dan meja di ruang tamunya.
Sebalik ketika saya bersama teman-teman
berkunjung ke rumah orang kaya di bilangan Jakarta Selatan, masya Allah. Meski
lewat waktu makan malam cuma dihidangi minum saja sehingga perut kelaparan.
Sampai di rumah sekitar jam 23:30 malam saya makan malam sambil
gemetaran…Padahal orang kaya ini (Direktur Utama berbagai perusahaan besar di
Indonesia) rumahnya sangat besar, mobilnya mewah dan banyak.
Kalau disuruh memilih harus bertamu ke
siapa, saya tidak akan ragu untuk memilih bertamu ke rumah teman saya yang
biasa saja tapi gemar memberi ketimbang ke rumah orang kaya namun ”hematnya”
minta ampun…
Dalam Islam, yang diperintahkan adalah
membelanjakan harta untuk kebaikan. Bukan menjadi kaya.
Misalnya dalam rukun Islam tidak ada perintah jadi orang kaya. Yang ada adalah
membayar zakat dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat sebagian orang
menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji,
Sedekah mensyaratkan adanya kekayaan.
Meski sekilas kelihatan benar, namun
kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi jika akhirnya untuk menjadi kaya semua
cara dihalalkan dan membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang
hina orang miskin.
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil
janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan
berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al
Baqarah:83]
”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa
yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]
Ayat-ayat Al Qur’an di atas cukup jelas
bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk membayar zakat dan bersedekah kepada
kerabat dan fakir miskin. Bukan menjadi kaya karena berapa banyak orang yang
kaya tapi tidak bayar zakat dan bersedekah.
Hadits Nabi ”Tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah” adalah himbauan untuk memberi. Artinya orang yang
memberi lebih mulia daripada orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia
dari pada orang miskin. Berapa
banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta suap atau komisi dan enggan
bersedekah.
Menjadi kaya bukanlah tujuan dalam
Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi dilaknat Allah dalam Al Qur’an.
Contohnya Karun. Kekayaannya sangat besar, namun karena sombong dan enggan
menolong, dia mati dibenamkan ke dalam bumi oleh Allah SWT.
Saking kayanya Karun, kunci-kunci
gudang hartanya saja sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat
macam Ade Rai…:
”Sesungguhnya Karun adalah termasuk
kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya
berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri” [Al Qashash:76]
Bukan hanya Karun orang kaya yang
disiksa Allah. Sebelumnya banyak orang-orang yang lebih kaya juga dibinasakan
oleh Allah SWT:
Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui,
bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih
kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada
orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” QS 28.78
Mengharap kaya seperti Karun bukanlah
ajaran Islam:
”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya.
Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya
kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi
ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu
kecuali oleh orang-orang yang sabar”.[Al Qashash:79-80]
Allah membenamkan Karun beserta
hartanya ke dalam bumi dan orang yang ingin kaya seperti Karun menyesal:
”Maka Kami benamkanlah Karun beserta
rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang
menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya).
Dan jadilah orang-orang yang kemarin
mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata:
“Aduhai. benarlah Allah melapangkan
rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya;
kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah
membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang
mengingkari (nikmat Allah)”. [Al Qashash:81-82]
Ayat di atas jelas bahwa menjadi kaya
bukanlah tujuan dalam Islam. Untuk memperjelas saya tampilkan lagi ayat yang
lain:
”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]
Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya
jika dari yang haram atau tidak digunakan di jalan Allah:
”Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang
ia usahakan.” [Al Lahab:2]
Dalam hal mencari kekayaan, orang
sering lupa sehingga yang haram menjadi halal. Indonesia adalah merupakan satu
negara terkorup di dunia padahal mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya,
banyak ummat Islam memilih jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan
sebagainya.
Banyak pejabat yang tidak mau kerja
kecuali jika diberi uang padahal sebetulnya itu memang pekerjaan yang harus dia
kerjakan. Sebagai contoh baru-baru ini ada berita Gubernur BI memberikan uang
milyaran rupiah kepada DPR agar DPR membuat UU tentang BLBI. Untuk apa DPR
diberi uang padahal membuat UU memang tugas mereka? Anggota DPR yang sebagian
berasal dari Parpol Islam kan sudah digaji besar untuk membuat UU, mengapa
harus diberi uang lagi? Inilah akibatnya jika kekayaan jadi tujuan utama
seorang Muslim.
Rasulullah SAW berkata: ”Demi Allah,
bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi yang aku
khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana
telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan
berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya
dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Shahih Muslim No.5261)
Dalam surat Al Maa’uun disebut bahwa
orang yang enggan menolong anak yatim dan fakir miskin dengan barang berguna
sebagai pendusta agama meski dia sholat:
”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
salatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.” [Al Maa’uun:1-7]
Ciri Golongan Kiri yang disiksa di neraka di antaranya Hidup
Mewah:
“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?”
[Al Waaqi’ah 41-47]
“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?”
[Al Waaqi’ah 41-47]
Allah tidak memandang apakah orang itu
kaya atau banyak harta:
”Dan orang-orang yang di atas A’raaf
memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya
dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa
yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.”[Al
A’raaf:48]
Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan:
”Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]
Orang yang hidup mewah secara berlebih
sulit untuk bersedekah. Sebagai contoh, orang yang hartanya Rp 10 milyar, jika
dia hemat dia hanya memakai Rp 1 milyar untuk kebutuhan hidupnya dan Rp 9
milyar dibelanjakan di jalan Allah. Tapi orang yang hidup boros, misalnya ada
orang yang barang-barang melekat di badannya (pakaian, sepatu, jam tangan) saja
sudah Rp 2 milyar, bisa menghabiskan Rp 10 milyar untuk bermewah-mewahan
sehingga tidak ada lagi uang tersisa untuk zakat dan sedekah. Bahkan bisa jadi
pengeluarannya berlebih hingga terbelenggu hutang.
Mengenai pandangan hidup mewah untuk
”meningkatkan kualitas hidup”, adakah itu sesuai Al Qur’an dan Sunnah Nabi?
Allah melarang kita menghambur-hamburkan harta secara boros. Sebaliknya
memerintahkan kita untuk bersedekah:
”Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
setan
dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Nabi Muhammad sendiri selaku Nabi dan
pimpinan negara di mana kerajaan Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di
tangannya meski kaya menolak hidup mewah. Pada zaman Sahabat kedua kerajaan besar
itu takluk di tangan Islam. Tidak seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup
mewah bergelimang harta, beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan
pelepah kurma sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar
ra menangis terharu:
Kisah Umar ra: Aku (Umar) lalu segera
masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku
duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu
lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan
bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar
beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan
daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang
belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat
kutahan.
Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra
Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar
itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain
dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja
Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah
utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan
seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu
tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka?
[Muslim]
Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari
berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari.
‘Aisyah melaporkan: Tidak pernah
keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga
malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Medina hingga wafatnya” [Muslim]
Inilah sunnah Nabi kita. Kaya, tapi memilih menyumbangkan kekayaannya untuk
kejayaan Islam. Bukan menumpuk-numpuk kekayaannya untuk bermegah-megahan
seperti dalam surat At Takatsuur.
Para sahabat seperti Usman bin
Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar bin
Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang seluruh
hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat Islam sehingga
persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa membiayai tentara yang tidak
mampu secara finansial. Bukan untuk kepentingan pribadi secara
berlebihan. Nah,
semangat memberi, semangat berinfak inilah yang harus kita tiru.
Sempat para sahabat dalam 7 peperangan
sampai makan belalang karena lapar. Pernah juga mereka makan seekor kambing
yang dimakan beramai-ramai. Meski hidup prihatin, namun Nabi dan para sahabat
dalam berjihad justru luar biasa hebatnya sehingga dua super power dunia waktu
itu, Romawi dan Persia tidak dapat menaklukkan pasukan Islam. Justru merekalah yang tunduk.
Harta yang ada digunakan bukan untuk kepentingan pribadi atau hidup mewah, tapi
digunakan untuk melengkapi kendaraan, senjata, dan juga logistik untuk jihad.
Coba bayangkan pasukan mana yang akan
menang? Jenderal yang memilih dana yang ada untuk membeli mobil mercy dan
jaguar sementara panser amfibinya dibiarkan tua (buatan tahun 1962) dan bisa
tenggelam dilaut dengan sendirinya atau jenderal yang memilih mobil yang
sederhana dan membeli mobil tank yang canggih untuk anak buahnya?
Mana yang lebih baik? Jenderal yang
memakai uang yang ada untuk beli pesawat pribadi yang mewah sementara anak
buahnya naik pesawat tua Hercules yang umurnya hampir setengah abad sehingga
belum kena peluru lawan sudah jatuh dengan sendirinya atau jenderal yang
sederhana dan naik pesawat terbang dinas yang dipakai bersama-sama rekannya
kemudian menggunakan sisa uangnya untuk pesawat tempur yang canggih?
Banyak orang-orang Arab yang kaya, tapi
mereka tidak mampu mengalahkan Israel karena mereka lebih memilih menggunakan
kekayaannya untuk hidup mewah. Bukan untuk membeli persenjataan yang bagus dan
lengkap guna berjihad di jalan Allah. Orang-orang Arab yang jumlahnya 200 juta
orang tak mampu mengalahkan orang Israel yang hanya 4 juta orang.
Satu penyebab mundurnya ummat Islam adalah Wahn: Cinta
Dunia dan Takut Mati:
Tsaubah ra berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti
menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang: Apakah karena jumlah kami
sedikit waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali,
akan tetapi kamu seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut
musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit
wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu? Beliau bersabda:
Cinta dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu
Na’im dalam Al-Hilyah)
Di Indonesia banyak orang miskin dan
senjatanya sedikit serta antik-antik. Apakah kita kekurangan uang? Tidak juga.
Para pejabat kita umumnya tidak mempergunakan uang yang ada untuk
mensejahterakan rakyatnya. Tapi untuk memperkaya pribadi. Tak heran jika
hartanya puluhan milyar rupiah dan sering tidak sesuai dengan gaji yang mereka
terima. Banyak yang menghabiskan Rp 2-3 milyar rupiah untuk satu pernikahan
anaknya. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memberi rumah tempat berteduh 80
orang.
Tentu saja ini bukan berarti ummat
Islam harus malas mencari rezeki dan hidup miskin. Sebagaimana Sunnah Nabi dan
contoh para sahabat, Nabi bisa kaya dan hidup mewah jika mau. Tapi beliau lebih
memilih untuk bersedekah dan membelanjakan hartanya di jalan Allah:
Istri Nabi, ’Aisyah berkata bahwa
pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang banyak. Namun sebelum petang tiba
harta tersebut sudah habis dibagikan untuk fakir miskin. Itulah akhlak Nabi
sesuai ayat Al Qur’an di bawah:
Allah SWT berkata, ”Engkau tak akan
mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang
paling kalian cintai.Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti
mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).
”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” [Al Baqarah:195]
Nabi memiliki rumah untuk berteduh,
kendaraan untuk dakwah dan jihad, baju zirah dan pedang untuk berperang.
Idealnya para Muslim memiliki hal itu. Nabi memilih yang terbaik manfaatnya,
tapi bukan yang termewah/mahal. Sebagai contoh Nabi memilih cincin perak untuk
stempel ketimbang cincin emas. Nabi juga memilih baju zirah dan pedang dari
baja yang kuat ketimbang emas 24 karat yang lunak.
Bukankah ketika kita mencari rezeki,
akan terlihat perbedaannya antara orang yang niatnya hanya untuk kaya sehingga
bisa punya rumah dan mobil mewah serta makan enak dengan orang yang ingin
membelanjakan hartanya di jalan Allah lillahi ta’ala?
Jadi luruskan niat kita lillahi ta’ala.
Masih banyak orang miskin di sekitar kita, bahkan banyak yang bunuh diri karena
kemiskinan. Bantu mereka. Jangan habiskan harta kita karena gaya hidup kita
yang boros.
Dari Umar bin Khottob ra dia berkata:
”Aku pernah mendengar Rosululloh SAW bersabda: ’Sesungguhnya seluruh
amal tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai
niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan
Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang
berhijrah untuk mendapatkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Bukhari-Muslim)
Jadi niatkan semua untuk Lillahi
ta’ala. Bukan yang lainnya seperti dunia atau harta.
Saat ini bermunculan motivator
Islam. Ini
bagus. Tapi jangan sampai kita mengikuti motivator Barat sehingga akhirnya
tenggelam pada materialisme/duniawi.
Meski Islam MELARANG kita melupakan dunia,
namun Islam mengajarkan kita mengutamakan akhirat:
”Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi” [Al Qashash:77]
”Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami
segerakan baginya di dunia dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” [Al Israa’:18]
Allah mengingatkan kita bahwa akhirat
lebih baik dan kekal dari dunia karena manusia memang cenderung pada dunia
hingga banyak yang lupa akan akhirat:
”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada
dunia” [Adh Dhuhaa:4]
”Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]
Di Indonesia banyak orang miskin. Menurut media VHR, 50.000 rakyat
Indonesia bunuh
diri karena kemiskinan dalam 3 tahun terakhir. Bahkan di media Surya Online
diberitakan ada anak SD usia 11 tahun yang bunuh diri karena tidak kuat menahan
lapar dan sakit maag yang diderita karena dia hanya sanggup makan sekali
sehari. Tidak sepantasnya ummat Islam hidup bermewah-mewah sementara mayoritas
rakyat hidup miskin karena ini tanda dari kurangnya iman:
”Tidak beriman kepadaku orang yang tidur
dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu.”
(HR. Al Bazzaar)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2008/02/29/pandangan-islam-terhadap-harta-kaya-dan-kesederhanaan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar