Senin, 13 Juli 2009

The Day After Tommorow


Manusia melawan alam. Konflik ini pernah menjadi materi yang dieksplorasi sutradara Jan de Bont dalam "Twister" (1996), Wolfgang Petersen dalam "The Perfect Storm" (2000), dan Martin Campbell dalam "Vertical Limit" (2000). Kini, konflik serupa dan fenomena alam dari ketiga film di atas, tornado ("Twister"), ombak besar dan badai ("The Perfect Storm"), serta cuaca dingin dan badai salju ("Vertical Limit"), coba dieksplorasi dan "disatukan" sutradara Roland Emmerich ("Independence Day", "The Patriot") dalam "The Day After Tomorrow" (2004).

Dalam film yang dirilis di Amerika tanggal 28 Mei 2004, ketiga fenomena alam tersebut muncul lebih dahsyat dan terjadi lantaran pemanasan global yang juga akan membawa bumi menuju abad es baru.

Menurut pakar klimatologi profesor Jack Hall (Dennis Quaid), peristiwa tersebut seharusnya terjadi 100 ribu tahun yang akan datang. Namun, sejak terbelah dan mencairnya es sebesar Rhode Island di Kutub Utara, proses yang bakal membawa bumi menuju abad es baru pun berlangsung lebih cepat.

Di kawasan Chiyoda, Tokyo, hujan es sebesar bola tenis terus menghantam kota. Sementara itu, di berbagai kawasan lainnya fenomena alam tak biasa bermunculan. Misalnya, badai terbesar sepanjang sejarah menghantam kepulauan Hawaii, salju mengguyur India, angin tornado dengan kekuatan sangat dahsyat meluluhlantahkan Los Angeles.

Kondisi ini, menurut rekan Jack asal Skolandia, profesor Terry Rapson (Ian Holm), masih merupakan merupakan awal dari efek pemanasan global. Selanjutnya, gejala alam yang lebih dahsyat bakal menyusul dalam tempo yang sangat singkat. Informasi yang disertai data-data hasil pantauan dari kantor profesor Terry Rapson coba dianalisa Jack yang tak lama, akhirnya, sepakat dengan perkiraan profesor Terry Rapson.

Hasil analisa segera dilaporkan Jack kepada Gedung Putih melalui wakil presiden Becker (Kenneth Welsh). Namun, tak ditanggapi.

Dua hari kemudian, apa yang diperkirakan Jack terjadi sehingga pihak Gedung Putih mulai percaya dan mengikuti saran Jack untuk segera melakukan evakuasi seluruh warga Amerika ke Meksiko yang relatif lebih aman. Tentu saja, tidak semua warga bisa dievakuasi karena badai salju yang disertai penurunan suhu ekstra cepat terlebih dahulu menghantam warga Amerika di bagian Utara sehingga hanya warga Amerika di bagian Selatan yang masih memungkinkan untuk dievakuasi.
the-day

Saat evakuasi berlangsung, Sam, putra Jack yang baru berusia 17 tahun, terjebak di Manhattan, New York City setelah mengikuti kompetisi akademis antar-sekolah menengah. Sam beserta beberapa teman dan warga Manhattan berupaya bertahan hidup dari serangan banjir, badai salju, dan hawa dingin di Perpustakaan Umum Manhattan. Di tengah kondisi tak menentu, Jack tetap nekad menuju utara untuk menyelamatkan Sam, putra semata wayangnya yang sejak kecil sering ia tinggal karena kesibukannya sebagai pakar iklim.

Apa yang digambarkan dalam film yang naskahnya ditulis oleh Jeffrey Nachmanoff ini, barnagkali bisa menjadi bahan refleksi bagi ita, betapa lemahnya kita dihadapan bencana, seperti saat badai tsunami meluluh-lantakkan Aceh dan Nias. Perubahan iklim memang sedang melanda dunia kita. Kita telah melihat efek ketidaknyamanan pada tuuh kita dan kerusakan alam disekitar kita. Sudah cukup bagi kita untuk memetik pelajaran dari fenomena alam ini, serta mencoba melihat ke dalam, apa dosa-dosa kita.

Erabaru News, Kamis, 09 Juli 2009
(Diolah dari berbagai sumber.erabaru.net)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar