Kamis, 09 Juli 2009

Memimpin dengan Hati


Suatu pagi, Rasulullah SAW diberi semangkuk susu oleh tetangganya. Kemudian, beliau meminta Abu Hurairah memanggil para ahlus shuffah agar datang ke rumahnya untuk menikmati semangkuk susu yang diperolehnya itu.

Ahlus shuffah merupakan sekelompok orang miskin, tunawisma, dan belum mendapatkan pekerjaan. Satu per satu para ahlus shuffah dan Abu Hurairah mendapat giliran minum susu lebih awal dari Rasulullah SAW.
Setelah semua minum sepuasnya, baru kemudian beliau yang terakhir mendapat giliran menikmati susu tersebut. Kisah ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari melalui penuturan Abu Hurairah.

Bukan kali itu saja Rasulullah SAW menunjukkan kelembutan dan perhatiannya kepada rakyat miskin. Sekian banyak sabdanya mengajak kita untuk berbagi, bederma, dan melayani mereka yang membutuhkan.

''Berilah makan dan ucapkan salam kepada orang yang kau kenal dan belum dikenal,'' merupakan sabdanya ketika ditanya tentang Islam yang baik (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Perkataan Rasulullah SAW membela kepentingan wong cilik bukanlah sekadar orasi politik meraih simpati publik. Lebih dari itu, Nabi SAW menjadikan dirinya teladan atas apa yang diucapkannya.

Sangat berbeda dengan orang-orang yang cuma pandai berkata-kata, tapi jauh dari realita. Sungguh tercela orang yang mencoba meraih simpati dengan kata-kata manis, padahal dia sama sekali tak pernah melakukannya. Sifat semacam itu amat dibenci Allah (QS Ashshaf [61]: 3).

Kesungguhan membela rakyat kecil dapat dilihat pada kisah Rasulullah SAW di atas. Di antara keberhasilan Rasulullah SAW sebagai pemimpin adalah karena ketulusan hatinya.

Setidaknya, ada tiga hal penting yang harus dicontoh: memiliki empati, sanggup melayani, menjadikan dirinya teladan. Inilah ciri-ciri utama dari sifat kepemimpinan dengan hati.

Rasa empati diperlihatkan dengan cara kemampuan seorang pemimpin melihat dan merasakan kesulitan rakyat yang dipimpinnya. Dengan demikian, hatinya akan terpanggil untuk senantiasa melayani mereka yang membutuhkan pertolongan dan melakukan berbagai upaya mengangkat mereka dari jurang keterpurukan.

Seorang pemimpin yang baik akan menjadikan dirinya teladan bagi siapa pun untuk melakukan hal yang sama, yaitu melayani kebutuhan rakyat. Sayyidul qaumi khadimuhum--pemimpin sejati adalah yang sanggup melayani rakyatnya.

Ini jauh berbeda dengan sifat pemimpin yang justru meminta untuk dilayani, menuntut berbagai fasilitas, dan selalu minta diistimewakan. Sungguh beruntung, jika bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang menggunakan hatinya.

Rabu, 08 Juli 2009 pukul 01:01:00
Oleh Muhtadi Abdul Mun'im
Republika Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar