Minggu, 05 Juli 2009
Pemerintah Maroko Jadikan Ajaran Sufi Solusi Ekstrimisme Beragama
Pemerintahan Kerajaan Maroko mempunyai hubungan yang sangat erat dan kuat dengan majlis tarekat-tarekat sufi (al-Majlis al-A'la li at-Thuruq as-Shufiyyah) yang berkembang pesat di negara itu. Pihak kerajaan bahkan secara resmi menjadikan ajaran dan majlis sufi sebagai solusi untuk mengatasi problem ekstrimisme beragama.
Pernyataan tersebut dikatakan oleh Raja Maroko Muhammad VI pada konferensi nasional bersama majlis-majlis sufi yang digelar beberapa waktu lalu di istana kerajaan, di ibu kota Rabat. Demikian dilansir harian Maroko, Aafaq (9/11).
"Dalam pertemuan ini, kita semua ingin menegaskan bahwa kita adalah anak bangsa yang sama-sama mempunyai tanggungjawab, baik terhadap agama atau pun negara. Salah satu tanggungjawab kita adalah menangkal pelbagai macam ancaman yang datang dari luar, salah satunya adalah ekstrimisme agama," demikian ungkap Raja Muhammad V.
Prof. Dr. Manar as-Sulaimi, guru besar ilmu politik di Universitas Muhammad V, Rabat, mengatakan bahwa tradisi tasawuf di Maroko telah mengakar dengan demikian kuat, dan menjadi ikon atas "Islam Rakyat" atau "Islam Tradisi" Maroko itu sendiri.
"Ajaran dan majlis-majlis tasawuf yang berkembang di Maroko pada akhirnya menjadi tradisi Islam Maroko yang khas, sekaligus menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan kerajaan itu sendiri," demikian ungkap as-Sulaimi.
Majlis-majlis tasawuf biasanya mengadakan kegiatannya di "zawaya" (zawiyah) dan masjid-masjid. Pada masa klasik, Zawaya justru mempunyai peran ganda, karena di samping sebagai pusat kegiatan majlis sufi, Zawaya juga menjadi balai musyawarah rakyat. Kalangan raja Maroko konon sering mendatanagi zawayan untuk bisa berdialog dan menampung aspirasi rakyatnya.
Perhatian kerajaan Maroko kepada majlis-majlis sufi semakin meningkat utamanya pasca peristiwa peledakan bom di Cassablanca pada tahun 2003 lalu, yang pelakunya adalah para aktivis Islam garis keras.
Pihak Kerajaan Maroko yakin, bahwa ajaran tasawuf yang berpangkal kepada cinta, kasih sayang, 'isyq' dapat menjadikan pengikutnya lebih moderat dan toleran dalam menghayati dan menjalankan agama Islam, bukan justru menjelma menjadi teror sebagaimana yang dijalankan oleh sebagian kalangan ekstrimis Islam.
Meski demikian, bukan berarti ajaran tasawuf abai terhadap masalah dan krisis umat Islam. Pada masa penjajahan Spanyol dulu, justru tasawuf menjadi ajaran revolusionis yang mengobarkan api perjuangan dan kemerdekaan. (afq/atjeng)
Senin, 10 November 2008 10:13
Rabat, NU Online
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar