Selasa, 14 Juli 2009

Perempuan Itu Butuh Fantasi


Di sebuah warung kopi di sebuah mal di Jakarta, empat "ibu-ibu" terlihat sedang asyik ngerumpi. Segala hal bisa menjadi topik obrolan sehingga kumpul-kumpul di petang hari itu bisa berlangsung lama.

Salah satu peserta bincang-bincang itu, sebut saja namanya Elisa, curhat ke teman-temannya dari masa sekolah itu. Dia bilang dia mulai enggan melayani kebutuhan biologis suaminya.

Jika sang suami yang sudah menikahinya selama 10 tahun melontarkan ajakan, dia menolaknya dengan berbagai alasan. Ya capek lah, baru M lah. Jika sang suami "ngotot" meminta jatahnya, mau tak mau diberikan juga, namun dengan rasa malas dan terpaksa.

Ternyata ada juga teman Elisa yang mengalami perasaan yang serupa. Dan ternyata banyak juga perempuan lain di dunia yang mengalami hal serupa, baik di benua Eropa, Australia, Amerika, Asia, Afrika, pokoknya di seluruh dunia. Akhirnya muncul sebuah pertanyaan, apakah para perempuan usia dewasa, katakanlah mulai usia 35 tahun, kehilangan gairah seksualnya?

Ternyata tidak tuh. Menurut artikel yang ditulis Veronica Henry di Daily Mail, para wanita dewasa itu tetap memiliki semangat bercinta namun bukan dengan sang suami. Penyebabnya, selama pernikahan para suami mulai berubah dalam hal memperlakukan istri. Tidak lagi romantis, cenderung menuntut istri untuk urusan rumahtangga dan anak, cuek, dan hal-hal lain yang kelihatannya sepele namun bikin sebal istri.

Rasa sebal ini, menurut Veronica, tidak diungkapkan, malah berusaha dihilangkan. Padahal rasa sebal itu tidak hilang tapi ditekan ke alam bawah sadar, dan tanpa disadari terakumulasi sehingga sampai pada suatu titik tertentu muncul sebagai rasa illfeel terhadap si suami.

Jangan langsung menuduh bahwa para istri ini lalu selingkuh dengan pria lain untuk mencari pemenuhan kebutuhan biologis mereka, karena kebanyakan perempuan akan "selingkuh" dengan novel-novel romantis yang agak "berani".

Menurut Veronica, pria dan perempuan mempunyai karakter yang berbeda soal seks. Kalau pria bereaksi lewat rangsangan visual, maka perempuan bereaksi lewat rangsangan cerebral atau pikiran. Maka tak mengherankan jika pria senang melihat gambar dan film porno, sementara perempuan lebih senang membaca cerita romantis karena di sana ada jalinan kisah dan fantasi.

Apa yang diberikan buku namun tidak diberikan oleh suami? Ada cerita tentang proses pengejaran yang membuat emosi naik-turun. Lalu ada tahap penangkapan, yang juga naik-turun bak rollercoster, dan ada kisah penyerahan diri. Dan di semua tahap itu perempuan jadi pusatnya.

Tahap-tahap itu sebenarnya pernah dialami perempuan berkeluarga, yakni saat masa-masa pacaran. Masa-masa seperti itulah yang sebenarnya didambakan perempuan untuk dialami kembali, saat mereka menjadi target pria yang menjadi suaminya sekarang. Namun hal tidak terungkapkan.

"Seks hebat itu diperoleh kalau ada komunikasi," kata Veronica.

Menurut Veronica, melarikan diri ke buku itu tidak masalah asal jangan keterusan. Para istri ini harus bisa memadukan fantasi dengan kenyataan. Dengan kata lain coba lah menarik pelajaran dari buku-buku itu untuk menciptakan fantasi di dunia nyata dengan suami sendiri.

Sementara bagi para suami, mulai lah kembali menjadi romantis seperti masa pacaran dulu. Atau kalau sudah lupa bagaimana caranya menggoda pacar zaman dulu, cari petunjuk-petunjuknya di novel romantis yang sedang dibaca sang istri. (AC Pingkan)

Kamis, 9 Juli 2009 | 16:57 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar