Sasaran :
Memahami makna taqwa dan jalan untuk mencapainya.
Memahami keutamaan yang diperoleh di dunia dan di akhirat bagi orang yang bertaqwa.
Termotivasi untuk menggapai derajat taqwa dengan melaksanakan perintahNya dan menajuhi laranganNya.
Sinopsis :
Ibadah menghasilkan taqwa. Sedangkan taqwa akan menghasilkan kebaikan di dunia di antaranya adalah ‘izzah, furqan, keberkahan, jalan keluar, rizqi, kemudahan. Hasil kebaikan di akhirat bagi orang bertaqwa meliputi dihapuskannya kesalahan, diberi ampunan dan pahala yang besar.
Hasiyah :
Furqan
Dengan taqwa, Allah swt akan memberikan kepada kita furqan yaitu kemampuan membedakan dan memisahkan antara yang haq dengan yang batil, mana yang perlu diikuti dan mana yang tidak.
Dalil : furqan (QS. 98 : 29)
Barakah
Bagi orang yang beriman dan bertaqwa, Allah swt akan melimpahkan barakah, yaitu kehidupan yang memiliki faedah bagi makhluq disekelilingnya sehingga menjadikan hidup tenang dan tenteram.
Dalil : barakah (QS. 7 : 96)
Makhraja
Jalan keluar (makhraja) adalah juga sesuatu yang dilimpahkan Allah swt kepada orang yang beriman dan bertaqwa. Setiap kesulitan hidup yang dijumpainya dapat teratasi dengan hadirnya petunjuk jalan keluar dari Allah swt. Kemudahan ini hanya diperoleh bagi mereka yang bertaqwa, bersungguh-sungguh dan bertawakkal.
Dalil : makhraja (QS. 65 : 2)
¨ Rizqi
Rizqi yang halal akan dirasakan nikmat sebagai balasan bagi mereka yang bertaqwa. Bila sedikit akan bershabar atau jika banyak malah bersyukur, sehingga kesemuanya bukanlah fitnah yang menyulitkan.
Dalil : rizqi (QS. 65 :3)
¨ Kemudahan
Kemudahan akan ditampakkan sebagai balasan bagi mereka yang bertaqwa. Dengan bertaqwa kepada Allah swt, bisa saja diturunkan secara langsung ataupun dihadirkan dalam bentuk ketenangan jiwa dan kedamaian berislam, sehingga kesemuanya dirasakan bukanlah sebagai masalah.
Dalil : kemudahan (QS. 65 : 9)
¨ Kebaikan di dunia
Kebaikan dan kenikmatan di dunia bagi orang yang bertaqwa adalah barakah, jalan keluar, rizqi dan kemudahan.
Dalil : kebaikan di dunia (QS. 2 : 200)
¨ Kebaikan di akhirat
Kebaikan dan kenikmatan di akhirat bagi orang yang bertaqwa adalah dihapuskannya kesalahan yang dikerjakan, diampuni dosanya dan ganjaran pahala yang besar.
===========================================
HAKIKATUL INSAN
Sasaran :
Memahami kedudukan manusia sebagai makhluq yang lemah dan bagaimana dengan kelemahan itu dapat digapai kemuliaan.
Memahami tugas yang dibebankan kepada manusia, pilihan yang benar dalam tugas tersebut dan tanggung jawab bagi pelaksanaannya atau pengingkarannya.
Sinopsis :
Hakikat manusia - menurut Allah selaku Khaliq - adalah sebagai makhluq, dimuliakan, diberikan beban, bebas memilih dan bertanggung jawab. Manusia sebagai makhluq bersifat fitrah : lemah, bodoh dan faqir.
Manusia diberikan kemuliaan karena mamiliki ruh, keistimewaan dan ditundukkannya alam baginya. Manusia juga dibebankan Allah swt untuk beribadah dan menjalankan peranan sebagai khalifah di bumi yang mengatur alam dan seisinya.
Manusia pada hakikatnya diberikan kesempatan memilih antara beriman atau kafir, tidak seperti makhluq lainnya yang hanya ada satu pilihan saja yaitu hanya berislam. Manusia bertanggung jawab atas pelaksanaan bebanan yang diberikan baginya berupa : surga bagi yang beramal islami atau neraka bagi yang tidak beramal islami.
Hasiyah :
Hakikat manusia :
¨ Yang diciptakan.
Dalil : berada dalam fitrah (QS. 30 : 30), bodoh (QS. 33 : 72), lemah (QS. 4 : 28) dan fakir (QS. 35 : 15).
¨ Yang dimuliakan
Dalil : ditiupkan ruh (QS. 32 : 9), memiliki keistimewaan (QS. 17 : 70), ditundukkannya alam baginya (QS. 45 : 12, 2 : 29, 67 : 15).
¨ Yang menanggung beban
Dalil : ibadah (QS. 51 : 56), khilafah (QS. 2 : 30, 11 : 62).
¨ Yang bebas memilih
Dalil : bebas memilih iman atau kufur (QS. 90 : 10, 76 : 3, 64 : 2, 18 : 29).
¨ Yang mendapat balasan
Dalil : bertanggung jawab (QS. 17 : 36, 53 : 38-41, 102 : 8), berakibat syurga (QS. 32 : 19, 2 : 25, 22 : 14) atau neraka (QS. 32 : 20, 2 : 24).
=========================================
THAQATUL INSAN
Sasaran :
Memahami bahwa potensi pendengaran, penglihatan dan hati (akal) akan dimintai pertanggungjawaban dalam melaksanakan ibadah.
Memahami bahwa melaksanakan tugas ibadah akan mempertahankan posisi kekhilafahannya.
Memahami dan menyadari bahwa khianat/tidak melaksanakan tugas ibadah akan berakibat kepada diri sendiri
Sinopsis :
Potensi manusia yang terdiri dari pendengaran, penglihatan dan hati (akal) merupakan instrumen yang diberikan oleh Allah untuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab yang dibebankanNya. Sebab dengan semuanya itu manusia dapat memperoleh kelebihan-kelebihan sehingga dapat menjalankan amanah : beribadah dan manjalankan fungsi kekhilafahan. Dengan kekhilafahan ini, manusia mendayagunakan potensinya tersebut untuk membimbing alam. Bagi mereka yang khianat terhadap segenap potensi yang diberikanNya tersebut, ia akan mendapat kerugian dan Allah swt memberi julukan kepada mereka : bagaikan hewan ternak, seperti anjing, seperti monyet, seperti babi, seperti kayu, seperti batu, seperti laba-laba dan seperti keledai.
Hasiyah :
¨ Potensi manusia
Dalil : pendengaran, penglihatan dan hati (akal)
¨ Mas’uliyah
Manusia dengan segenap potensi dan kelebihan-kelebihan harus bertanggung jawab dan menyadari perannya. Tugas/amanah yang dibebankan sebagai refleksi atas potensi dan kelebihan-kelebihan yang telah diterimanya itu adalah beribadah, tetapi tidak semua manusia bersedia menerima amanah ini dan sebagian menolaknya.
Dalil : dengan ketiga potensi dan kelebihan-kelebihan lainnya manusia mendapat tugas beribadah (QS. 2 : 21, 51 : 56)
¨ Khilafah
Bagi yang menyadari potensi-potensi yang telah diberikan dan beribadah kepada Allah (berislam) maka status khilafah disandangnya. Khilafah bukan berarti pemilik asal, tetapi ia hanya bertindak selaku pemelihara alam yang Allah telah ciptakan. Maka mendayagunakan alam dan menjalankan fungsi kekhilafahan harus selaras dengan kehendak Sang Pemilik Alam dan tidak menentangNya.
Dalil :
§ menjadikan kewajiban, bersikap amanah, memperoleh kedudukan khilafah (QS. 24 : 55, 48 : 29)
§ makna khilafah bukan berarti pemilik asal, tetapi hanya pemelihara (QS. 35 : 13, 40 : 24-25, 53)
§ mendayagunakan alam dan menjalankan fungsi kekhilafahan harus selaras dengan kehendak Sang Pemilik Alam (QS. 76 : 30, 26 : 68)
§ tidak menentang terhadap aturanNya (QS. 100 : 6-11)
¨ Lalai
Mereka yang lalai tidak menyadari potensi yang telah diberikan kepadanya dan tidak bertanggung jawab, akan mendapatkan kerugianyang amat besar, bahkan dianggap setara dengan makhluq yang lebih rendah derajatnya; tidak bernilai di sisi Allah swt.
¨ Dalil : lalai dari kewajiban, bersikap khianat berarti
§ bagaikan hewan ternak (QS. 7 : 179, 45 : 2, 25 : 43-44)
§ seperti anjing (QS. 7 : 176)
§ seperti monyet (QS. 5 : 60)
§ seperti babi (QS. 63 : 4)
§ seperti kayu (QS. 2 : 74)
§ seperti batu (QS. 29 : 41)
§ seperti laba-laba (QS. 62 : 5)
§ seperti keledai
=========================================
NAFSUL INSAN
Sasaran :
Memahami kedudukan ruh dan hawa nafsu yang mempengaruhi jiwa manusia hingga menimbulkan kondisi-kondisi kejiwaan.
Memahami bahwa dzikir, akal atau syahwat dapat menimbulkan tiga nafsu jiwa : muthmainnah, lawwaamah dan amarah.
Termotivasi untuk meningkatkan keimanan dan ruhul jihad sehingga menggapai nafsu muthmainnah.
Sinopsis :
Nafsu manusia senantiaa berubah-ubah bergantung kepada sejauh mana kekuatan ruh saling tarik dengan hawa nafsu. Pertempuran selalu berlaku bagi keduanya. Manusia yang ruh (islam)nya dapat menekan hawa nasunya dengan dzikrullah, maka ia memiliki nafsul muthma’innah.
Hasiyah :
Nafsu manusia
Dalil : nafsu manusia (QS. 91 : 7-10)
Ruh di atas hawa nafsu
Dalil : ruh menguasai hawa nafsu (QS. 29 : 45)
berorientasi dzikr (QS. 3 : 191, 13 : 28)
jiwa yang tenang (QS. 89 : 27-30)
Ruh tarik menarik dengan hawa nafsu
Dalil : ruh senantiasa tarik menarik dengan hawa nafsu (QS. 4 : 137, 143)
berorientasi akal/akal-akalan (QS. 2 : 9)
jiwa yang selalu menyesali dirinya (QS. 75 : 2)
Ruh di bawah pengaruh hawa nafsu
Dalil : ruh dibawah pengaruh dan dikuasai hawa nafsu (QS. 25 : 43, 45 : 23)
berorientasi syahwat (QS. 3 : 14)
jiwa yang selalu menyuruh kepada kejahatan (QS. 12 : 53)
==========================================
SIFATUL INSAN
Sasaran :
Memahami dua jalan yang diberikan Allah kepada manusia melalui jiwanya.
Memahami bahwa untuk meningkatkan kualitas taqwa ia harus beribadah dengan senantiasa mensucikan jiwa.
Termotivasi untuk meninggalkan sifat buruk yang membawa kepada maksiat.
Sinopsis :
Jiwa manusia diberi dua jalan pilihan : taqwa dan fujur. Manusia bertaqwa adalah manusia yang selalu membersihkan dirinya (tazkiatun nafs) sehingga muncul pada diri mereka sifat syukur, shabar, penyantun, penyayang, bijaksana, taubat, lemah lembut, jujur dan dapat dipercaya, lalu berakhir kepada kejayaan. Manusia yang menempuh jalan fujur, dominan dalam memperturutkan syahwatnya, cenderung bersifat tergesa-gesa, berkeluh kesah, gelisah, dusta, bakhil, kufur, berbantah-bantahan, zalim, jahil, merugi dan bermuara kepada kefatalan.
Hasiyah :
¨ Nafsul insan
Dalil : jiwa manusia diberi dua jalan pilihan (QS. 90 : 10, 91 : 8, 76 : 3, 64 : 2, 18 : 29)
¨ Taqwa
Dalil : tazkiatun nafz (QS. 91 : 8, 87 : 14-15, 62 : 4) akan memperoleh kejayaan (QS. 87 : 14-15)
¨ Fujur
Dalil :
§ mengotori jiwa (QS. 91 : 10)
§ memperturut ketergesa-gesaan (QS. 17 : 11, 21 : 37)
§ berkeluh kesah (QS. 70 : 19)
§ gelisah (QS. 70 : 20)
§ dusta (QS. 17 : 100)
§ bakhil (QS. 14 : 34)
§ kufur (QS. 14 : 13)
§ susah payah (QS. 90 : 4)
§ berdebat (QS. 18 : 54)
§ berbantah-bantahan
§ zalim
§ jahil
§ merugi
§ bermuara kepada kefatalan
=========================================
HAKIKATUL IBADAH
Sasaran :
Memahami hakikat beribadah kepada Allah.
Memahami makna dan tujuan ibadah sebagai tujuan kehidupan manusia.
Termotivasi untuk menjadikan selurh aspek kehidupannya untuk diabdikan kepada Allah.
Sinopsis :
Hakikat beribadah kepada Allah adalah meng-ilah-kan Allah dan mengingkari thaghut; ini adalah tugas bagi kehidupan manusia. Motivasi beribadah adalah mensyukuri atas seluruh nikmat yang telah diberikanNya kepada kita dan merasakan keagungan Allah swt melalui ciptaanNya di alam semesta.
Ibadah yang dilakukan bertujuan menghinakan diri, kecintaan dan ketundukan. Ibadah dilakukan dengan penuh harap dan rasa takut.
Hasiyah :
¨ Sumber pelaksanaan ibadah
Dalil :merasakan banyaknya nikmat Allah swt (QS. 16 : 18, 55 : 13, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 31 : 20, 14 : 7) dan merasakan keagungan Allah swt (QS. 7 : 54, 67 : 1)
¨ Ibadah
Dalil : Ibadah bertujuan merendahkan diri (QS. 7 : 55), kecintaan (QS. 2 : 165), ketundukan (QS. 4 : 125)
¨ Takut dan harap
Dalil : Ibadah dilakukan dengan takut (QS. 7 : 55-56, 9 : 13, 33 : 39, 2 : 41) & harap (QS. 21 : 90, 94 : 8)
http://hambaallahswt.multiply.com/recipes/item/19
Senin, 28 Maret 2011
Gambar otak manusia bagian depan yang disebut Allah dalam Al Qur’an Al Karim dengan kata nashiyah (ubun-ubun).
Al-Qur’an menyifati kata nashiyah dengan kata kadzibah khathi’ah (berdusta lagi durhaka). Allah berfirman, “(Yaitu) ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 16)
Bagaimana mungkin ubun-ubun disebut berdusta sedangkan ia tidak berbicara? Dan bagaimana mungkin ia disebut durhaka sedangkan ia tidak berbuat salah?
Prof. Muhammad Yusuf Sakr memaparkan bahwa tugas bagian otak yang ada di ubun-ubun manusia adalah mengarahkan perilaku seseorang. “Kalau orang mau berbohong, maka keputusan diambil di frontal lobe yang bertepatan dengan dahi dan ubun-ubunnya. Begitu juga, kalau ia mau berbuat salah, maka keputusan juga terjadi di ubun-ubun.”
Kemudian ia memaparkan masalah ini menurut beberapa pakar ahli. Di antaranya adalah Prof. Keith L More yang menegaskan bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil di ubun-ubun.
Karena itu, undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa saja.
Dengan mempelajari susunan organ bagian atas dahi, maka ditemukan bahwa ia terdiri dari salah satu tulang tengkorak yang disebut frontal bone. Tugas tulang ini adalah melindungi salah satu cuping otak yang disebut frontal lobe. Di dalamnya terdapat sejumlah pusat neorotis yang berbeda dari segi tempat dan fungsinya.
Lapisan depan merupakan bagian terbesar dari frontal lobe, dan tugasnya terkait dengan pembentukan kepribadian individu. Ia dianggap sebagai pusat tertinggi di antara pusat-pusat konsentrasi, berpikir, dan memori. Ia memainkan peran yang terstruktur bagi kedalaman sensasi individu, dan ia memiliki pengaruh dalam menentukan inisiasi dan kognisi.
Lapisan ini berada tepat di belakang dahi. Maksudnya, ia bersembunyi di dalam ubun-ubun. Dengan demikian, lapisan depan itulah yang mengarahkan sebagian tindakan manusia yang menunjukkan kepribadiannya seperti kejujuran dan kebohongan, kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. Bagian inilah yang membedakan di antara sifat-sifat tersebut, dan juga memotivasi seseorang untuk bernisiatif melakukan kebaikan atau kejahatan.
Ketika Prof. Keith L Moore melansir penelitian bersama kami seputar mukjizat ilmiah dalam ubun-ubun pada semintar internasional di Kairo, ia tidak hanya berbicara tentang fungsi frontal lobe dalam otak (ubun-ubun) manusia. Bahkan, pembicaraan merembet kepada fungsi ubun-ubun pada otak hewan dengan berbagai jenis. Ia menunjukkan beberapa gambar frontal lobe sejumlah hewan seraya menyatakan, “Penelitian komparatif terhadap anatomi manusia dan hewan menunjukkan kesamaan fungsi ubun-ubun.
Ternyata, ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarauh pada manusia, sekaligus pada hewan yang memiliki otak. Seketika itu, pernyataan Prof. Keith mengingatkan saya tentang firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)
Beberapa hadits Nabi SAW yang bericara tentang ubun-ubun, seperti doa Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”
Juga seperti doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya…”
Juga seperti sabda Nabi SAW, “Kuda itu diikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya hingga hari Kiamat.”
Apabila kita menyandingkan makna nash-nash di atas, maka kita menyimpulkan bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengendali perilaku manusia, dan juga perilaku hewan.
Makna Bahasa dan Pendapat Para Mufasir:
Allah berfirman, yang artinya :
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang berdusta lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 15-16)
Kata nasfa’ berarti memegang dan menarik. Sebuah pendapat mengatakan bahwa kata ini terambil dari kalimat safa’at asy-syamsu yang berarti matahari mengubah wajahnya menjadi hitam. Sementara kata nashiyah berarti bagian depan kepala atau ubun-ubun.
Mayoritas mufasir menakwili ayat bahwa sifat bohong dan durhaka itu bukan untuk ubun-ubun, melainkan untuk empunya. Sementara ulama selebihnya membiarkannya tanpa takwil, seperti al-Hafizh Ibnu Katsir.
Dari pendapat para mufasir tersebut, jelas bahwa mereka tidak tahu ubun-ubun sebagai pusat pengambilan keputusan untuk berbuat bohong dan durhaka. Hal itu yang mendorong mereka untuk menakwilinya secara jauh dari makna tekstual. Jadi, mereka menakwili shifat dan maushuf (yang disifati) dalam firman Allah, “Ubun-ubun yang dusta lagi durhaka” itu sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih. Padahal perbedaan dari segi segi bahasa antara shifat dan maushuf dengan mudhaf dan mudhaf ilaih itu sangat jelas.
Sementara mufasir lain membiarka nash tersebut tanpa memaksakan diri untuk memasuki hal-hal yang belum terjangkau oleh pengetahuan mereka pada waktu itu.
Sisi-Sisi Mukjizat Ilmiah:
Prof. Keith L Moore mengajukan argumen atas mukjizat ilmiah ini dengan mengatakan, “Informasi-informasi yang kita ketahui tentang fungsi otak itu sebelum pernah disebutkan sepanjang sejarah, dan kita tidak menemukannya sama sekali dalam buku-buku kedokteran. Seandainya kita mengumpulkan semua buku pengobatan di masa Nabi SAW dan beberapa abad sesudahnya, maka kita tidak menemukan keterangan apapun tentang fungsi frontal lobe atau ubun-ubun. Pembicaraan tentangnya tidak ada kecuali dalam kitab ini (al-Qur’an al-Karim). Hal itu menunjukkan bahwa ini adalah ilmu Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan membuktikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.
Pengetahuan tentang fungsi frontal lobe dimulai pada tahun 1842, yaitu ketika salah seorang pekerja di Amerika tertusuk ubun-ubunnya stik, lalu hal tersebut memengaruhi perilakunya, tetapi tidak membahayakan fungsi tubuh yang lain. Dari sini para dokter mulai mengetahui fungsi frontal lobe dan hubungannya dengan perilaku seseorang.
Para dokter sebelum itu meyakini bahwa bagian dari otak manusia ini adalah area bisu yang tidak memiliki fungsi. Lalu, siapa yang Muhammad SAW bahwa bagian dari otak ini merupakan pusat kontrol manusia dan hewan, dan bahwa ia adalah sumber kebohongan dan kesalahan.
Para mufasir besar terpaksa menakwili nash yang jelas bagi mereka ini karena mereka belum memahami rahasianya, dengan tujuan untuk melindungi Al Qur’an dari pendustaan manusia yang jahil terhadap hakikat ini di sepanjang zaman yang lalu. Sementara kita melihat masalah ini sangat jelas di dalam Kita Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarah dalam diri orang dan hewan.
Jadi, siapa yang memberitahu Muhammad SAW di antara seluruh umat di bumi ini tentang rahasia dan hakikat tersebut? Itulah pengetahuan Allah yang tidak datang kepadanya kebatilan dari arah depan dan belakangnya, dan itu merupakan bukti dari Allah bahwa Al Qur’an itu berasal dari sisi-Nya, karena ia diturunkan dengan pengetahuan-Nya.
Oleh Syaikh Zindani dari eramuslim.com
http://sunatullah.com/tulisan-artikel/rahasia-ubun-ubun-dalam-alquran.html
Tujuh Ciri Mendapatkan Kebaikan di Dunia
“Dan diantara mereka ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 201)
Menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang kita mintai pertolongan adalah sebuah keharusan. Sebab, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Setiap kejadian, Allah-lah yang menentukannya. Dia menentukan takdir setiap urusan makhluk-Nya. Karenanya, jangan heran jika setiap muslim dianjurkan berdoa kepada Allah baik dalam keadaan sempit atau pun lapang, agar kebaikan selalu ada bersamanya.
Ada sebuah doa yang sudah menjadi favorit kaum muslimin agar memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Setiap berdoa, kita biasanya tidak melewatkan untuk membaca doa ini. Doa ini berbunyi, “Rabbana atina fi dunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar”. Artinya, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Para ulama memberikan keterangan berkaitan harapan setiap muslim melalui doa itu. Berkaitan dengan kalimat “fi dunya hasanah”, setidaknya ada tujuh hal yang akan diperoleh seorang muslim jika doanya dikabulkan Allah SWT.
Pertama, selalu bersyukur kepada Allah. Setiap muslim yang telah memperoleh kebaikan di dunia, akan selalu bersyukur kepada Allah SWT apapun ketentuan Allah kepadanya. Saat diberi kenikmatan ia makin bersyukur dan ketika diberi musibah ia bersabar. Orang-orang yang selalu bersyukur kepada-Nya akan terus diberi kenikmatan hidup oleh-Nya. “Lain syakartum laazidannakum”, artinya, “Apabila kalian bersyukur niscaya akan kutambah nikmat-Ku kepadamu,” kata Allah SWT dalam Al-Quran.
Kedua, memiliki pendamping yang shalih/shalihah. Setiap muslim yang diberi kebaikan di dunia akan diberi pendamping yang baik. Seorang laki-laki akan mendapatkan istri yang shalihah. Dan begitu pula seorang wanita akan mendapatkan suami yang shalih.
Ketiga, memiliki anak yang shalih dan shalihah. Memiliki anak yang shalih dan shalihah adalah harapan setiap orang tua muslim. Anak yang shalih atau shalihah adalah investasi terbaik setiap muslim. Keshalihan seorang anak akan memberikan manfaat kepada keluarga, bangsa dan agamanya. Sudah tentu, pahalanya akan mengalir deras kepada kedua orang tuanya.
Keempat, memiliki harta yang berkah. Harta yang berkah bukanlah berati banyak melimpah ruah. Keberkahan harta tidak terkait dengan jumlah. Tetapi, harta yang berkah merupakan harta yang bisa memberikan manfaat bagi pemiliknya dan orang lain. harta tersebut diperoleh dengan cara halal dan digunakan untuk keperluan fi sabilillah. Harta itu akan menjadi jalan amal shalih bagi pemiliknya. Tentu saja, akan lebih baik bila kita memiliki harta yang banyak dan berkah dibandingkan sedikit tapi tidak berkah.
Kelima, tidak memiliki hutang. Memiliki hutang tidaklah dilarang dalam ajaran Islam. Hanya saja, hutang bisa menyebabkan hidup seseorang kurang nyaman dan bahagia. Biasanya, orang yang memiliki hutang kurang dihargai orang lain, terlebih oleh orang yang memberikan piutang. Setiap muslim harus berusaha untuk melunasi hutang dengan sungguh-sungguh. Sebab, hutang bisa menyebabkan ditangguhkannya masuk ke surga sebelum hutangnya dilunasi, meskipun ia mati dalam jihad fi sabilillah.
Keenam, ilmunya bermanfaat. Banyak orang yang memiliki ilmu, namun hanya sedikit ilmunya bermanfaat. Orang-orang yang mendapatkan kebaikan di dunia (fi dunya hasanah), jika memiliki ilmu maka ilmunya akan bermanfaat bagi orang lain dan agama.
Ketujuh, umurnya berkah. Usia yang berkah tidak terkait dengan usia yang panjang. Seseorang yang umurnya berkah selalu menjadikan tiap ada detik waktu yang disia-siakannya. Sepanjang usianya ia gunakan untuk beribadah, beramal dan berdakwah. Ia tebarkan manfaat kepada siapa pun. Ia bergaul dengan orang-orang shalih agar kecipratan keberkahan hidup. Baginya, tidak ada waktu kecuali beramal, beramal, dan beramal.
Untuk itu, berdoalah selalu kepada Allah SWT agar diberi kebaikan dan keselamatan dalam kehidupan ini. Teruslah bersyukur atas semua nikmat-Nya dan bersabar terhadap musibah-Nya. Bekerjalah untuk memperoleh rezeki yang halal dengan cara yang halal. Didiklah putera puteri kita agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Tebarkanlah selalu kebaikan agar usia kita berkah dan bermanfaat.
Wallahu a’lam bishshawwab.
http://sunatullah.com/tulisan-artikel/tujuh-ciri-mendapatkan-kebaikan-di-dunia.html
Menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang kita mintai pertolongan adalah sebuah keharusan. Sebab, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Setiap kejadian, Allah-lah yang menentukannya. Dia menentukan takdir setiap urusan makhluk-Nya. Karenanya, jangan heran jika setiap muslim dianjurkan berdoa kepada Allah baik dalam keadaan sempit atau pun lapang, agar kebaikan selalu ada bersamanya.
Ada sebuah doa yang sudah menjadi favorit kaum muslimin agar memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Setiap berdoa, kita biasanya tidak melewatkan untuk membaca doa ini. Doa ini berbunyi, “Rabbana atina fi dunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar”. Artinya, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Para ulama memberikan keterangan berkaitan harapan setiap muslim melalui doa itu. Berkaitan dengan kalimat “fi dunya hasanah”, setidaknya ada tujuh hal yang akan diperoleh seorang muslim jika doanya dikabulkan Allah SWT.
Pertama, selalu bersyukur kepada Allah. Setiap muslim yang telah memperoleh kebaikan di dunia, akan selalu bersyukur kepada Allah SWT apapun ketentuan Allah kepadanya. Saat diberi kenikmatan ia makin bersyukur dan ketika diberi musibah ia bersabar. Orang-orang yang selalu bersyukur kepada-Nya akan terus diberi kenikmatan hidup oleh-Nya. “Lain syakartum laazidannakum”, artinya, “Apabila kalian bersyukur niscaya akan kutambah nikmat-Ku kepadamu,” kata Allah SWT dalam Al-Quran.
Kedua, memiliki pendamping yang shalih/shalihah. Setiap muslim yang diberi kebaikan di dunia akan diberi pendamping yang baik. Seorang laki-laki akan mendapatkan istri yang shalihah. Dan begitu pula seorang wanita akan mendapatkan suami yang shalih.
Ketiga, memiliki anak yang shalih dan shalihah. Memiliki anak yang shalih dan shalihah adalah harapan setiap orang tua muslim. Anak yang shalih atau shalihah adalah investasi terbaik setiap muslim. Keshalihan seorang anak akan memberikan manfaat kepada keluarga, bangsa dan agamanya. Sudah tentu, pahalanya akan mengalir deras kepada kedua orang tuanya.
Keempat, memiliki harta yang berkah. Harta yang berkah bukanlah berati banyak melimpah ruah. Keberkahan harta tidak terkait dengan jumlah. Tetapi, harta yang berkah merupakan harta yang bisa memberikan manfaat bagi pemiliknya dan orang lain. harta tersebut diperoleh dengan cara halal dan digunakan untuk keperluan fi sabilillah. Harta itu akan menjadi jalan amal shalih bagi pemiliknya. Tentu saja, akan lebih baik bila kita memiliki harta yang banyak dan berkah dibandingkan sedikit tapi tidak berkah.
Kelima, tidak memiliki hutang. Memiliki hutang tidaklah dilarang dalam ajaran Islam. Hanya saja, hutang bisa menyebabkan hidup seseorang kurang nyaman dan bahagia. Biasanya, orang yang memiliki hutang kurang dihargai orang lain, terlebih oleh orang yang memberikan piutang. Setiap muslim harus berusaha untuk melunasi hutang dengan sungguh-sungguh. Sebab, hutang bisa menyebabkan ditangguhkannya masuk ke surga sebelum hutangnya dilunasi, meskipun ia mati dalam jihad fi sabilillah.
Keenam, ilmunya bermanfaat. Banyak orang yang memiliki ilmu, namun hanya sedikit ilmunya bermanfaat. Orang-orang yang mendapatkan kebaikan di dunia (fi dunya hasanah), jika memiliki ilmu maka ilmunya akan bermanfaat bagi orang lain dan agama.
Ketujuh, umurnya berkah. Usia yang berkah tidak terkait dengan usia yang panjang. Seseorang yang umurnya berkah selalu menjadikan tiap ada detik waktu yang disia-siakannya. Sepanjang usianya ia gunakan untuk beribadah, beramal dan berdakwah. Ia tebarkan manfaat kepada siapa pun. Ia bergaul dengan orang-orang shalih agar kecipratan keberkahan hidup. Baginya, tidak ada waktu kecuali beramal, beramal, dan beramal.
Untuk itu, berdoalah selalu kepada Allah SWT agar diberi kebaikan dan keselamatan dalam kehidupan ini. Teruslah bersyukur atas semua nikmat-Nya dan bersabar terhadap musibah-Nya. Bekerjalah untuk memperoleh rezeki yang halal dengan cara yang halal. Didiklah putera puteri kita agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Tebarkanlah selalu kebaikan agar usia kita berkah dan bermanfaat.
Wallahu a’lam bishshawwab.
http://sunatullah.com/tulisan-artikel/tujuh-ciri-mendapatkan-kebaikan-di-dunia.html
Minggu, 27 Maret 2011
Perumpamaan Amal
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan orang yang melakukan amal-amal buruk (dosa) kemudian mengerjakan amal-amal baik (saleh), bagaikan seorang yang memakai perisai perang sempit sehingga membuatnya terimpit. Ketika dia mengerjakan satu amal baik, maka perisai itu terasa agak longgar sedikit. Selanjutnya ketika dia mengerjakan satu amal baik lainnya, maka perisai tersebut terasa semakin longgar, hingga orang itu meninggal dunia."
(HR Ahmad dari Uqbah bin Amir).
Kewajiban manusia adalah di dalam kehidupan dunia ini adalah melakukan amal baik dan menjauhi amal buruk. Amal baik akan mengarahkan manusia ke jalan kebaikan di dunia dan di akhirat. Sementara amal buruk akan mengarahkan manusia ke jalan keburukan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman, "… dan kerjakanlah amal yang baik (saleh). Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS al-Mu'minun [23] m: 51).
Amal buruk harus dijauhi. Dan, bagi orang yang sudah melakukan amal buruk, ia harus meninggalkannya. Rasulullah memberikan perumpamaan tentang hal ini. Bahwa melakukan amal buruk (dosa) itu seperti orang yang memakai baju besi dalam perang yang makin mengimpit, membelit kuat tubuhnya. Semakin ia sering melakukan amal buruk, maka baju besi itu akan semakin mengimpit tubuhnya. Apabila orang itu melakukan amal baik setelah melakukan amal buruk, maka ia ibarat orang yang mengendurkan impitan baju besinya. Semakin banyak amal baik dilakukan, semakin longgar baju besi itu.
Apa maknanya?
Pertama, buah dari amal buruk itu adalah penderitaan, kesulitan, dan kesengsaraan hidup. Baik itu di dunia, lebih-lebih di akhirat.
Kedua, buah dari amal baik itu adalah kelapangan, keluasan, kemudahan, dan kebahagiaan hidup. Baik itu di dunia, lebih-lebih di akhirat. Karena itu, kunci untuk melepaskan diri dari penderitaan, kesulitan, ataupun kesengsaraan hidup itu sebenarnya sangat mudah: lakukanlah kebaikan, apa pun bentuknya, kapan pun, di manapun; dan jangan sekali-kali melakukan keburukan.
Manusia memang bukan malaikat, yang seratus persen bisa bersih dan suci dari segala dosa. Inilah, misalnya, yang disebut oleh Rasulullah sebagai fluktuasi iman, "Sesungguhnya iman itu dapat bertambah dan berkurang."(HR Muslim).
Akan tetapi, itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan bahwa amal buruk itu hal yang wajar. Karena perintah Allah sangat tegas: kerjakanlah amal yang saleh! Tidak ada satu pun ajaran Islam yang memerintahkan untuk beramal buruk. Islam adalah cahaya yang menyingkap kegelapan, mengangkat manusia dari jurang kegelapan menuju ke alam yang benderang, melepaskan manusia dari kesulitan hidup ke kemudahan hidup. Bahagia dunia dan akhirat. Tinggal manusia yang memilih, ingin hidup dalam kegelapan, terimpit dalam kesulitan, dengan beramal buruk, atau ingin hidup dalam terang cahaya, lepas dari impitan kesulitan hidup, dengan beramal baik. Wallahu a'lam.
Oleh Fajar Kurnianto
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/03/26/lini27-perumpamaan-amal
(HR Ahmad dari Uqbah bin Amir).
Kewajiban manusia adalah di dalam kehidupan dunia ini adalah melakukan amal baik dan menjauhi amal buruk. Amal baik akan mengarahkan manusia ke jalan kebaikan di dunia dan di akhirat. Sementara amal buruk akan mengarahkan manusia ke jalan keburukan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman, "… dan kerjakanlah amal yang baik (saleh). Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS al-Mu'minun [23] m: 51).
Amal buruk harus dijauhi. Dan, bagi orang yang sudah melakukan amal buruk, ia harus meninggalkannya. Rasulullah memberikan perumpamaan tentang hal ini. Bahwa melakukan amal buruk (dosa) itu seperti orang yang memakai baju besi dalam perang yang makin mengimpit, membelit kuat tubuhnya. Semakin ia sering melakukan amal buruk, maka baju besi itu akan semakin mengimpit tubuhnya. Apabila orang itu melakukan amal baik setelah melakukan amal buruk, maka ia ibarat orang yang mengendurkan impitan baju besinya. Semakin banyak amal baik dilakukan, semakin longgar baju besi itu.
Apa maknanya?
Pertama, buah dari amal buruk itu adalah penderitaan, kesulitan, dan kesengsaraan hidup. Baik itu di dunia, lebih-lebih di akhirat.
Kedua, buah dari amal baik itu adalah kelapangan, keluasan, kemudahan, dan kebahagiaan hidup. Baik itu di dunia, lebih-lebih di akhirat. Karena itu, kunci untuk melepaskan diri dari penderitaan, kesulitan, ataupun kesengsaraan hidup itu sebenarnya sangat mudah: lakukanlah kebaikan, apa pun bentuknya, kapan pun, di manapun; dan jangan sekali-kali melakukan keburukan.
Manusia memang bukan malaikat, yang seratus persen bisa bersih dan suci dari segala dosa. Inilah, misalnya, yang disebut oleh Rasulullah sebagai fluktuasi iman, "Sesungguhnya iman itu dapat bertambah dan berkurang."(HR Muslim).
Akan tetapi, itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan bahwa amal buruk itu hal yang wajar. Karena perintah Allah sangat tegas: kerjakanlah amal yang saleh! Tidak ada satu pun ajaran Islam yang memerintahkan untuk beramal buruk. Islam adalah cahaya yang menyingkap kegelapan, mengangkat manusia dari jurang kegelapan menuju ke alam yang benderang, melepaskan manusia dari kesulitan hidup ke kemudahan hidup. Bahagia dunia dan akhirat. Tinggal manusia yang memilih, ingin hidup dalam kegelapan, terimpit dalam kesulitan, dengan beramal buruk, atau ingin hidup dalam terang cahaya, lepas dari impitan kesulitan hidup, dengan beramal baik. Wallahu a'lam.
Oleh Fajar Kurnianto
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/03/26/lini27-perumpamaan-amal
Tiga Keutamaan Ibu
"…Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya . Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS al-Israa' [17]: 23).
Allah mengajarkan kepada kita agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Untuk mengatakan kepada keduanya "ah"
( perkataan yang dapat menyakiti hati keduanya ) saja kita tidak diperkenankan apalagi yang lebih dari itu. Pernah suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw, ia bertanya kepada Rasulullah saw,
" Ya Rasulullah, siapa dari manusia yang paling berhak aku utamakan?
Rasulullah saw bersabda "Ibumu".
Laki-laki tersebut bertanya kembali, "kemudian siapa lagi?
" Rasulullah saw bersabda, "kemudian ibumu".
Laki-laki tersebut betanya kembali, "kemudian siapa lagi?"
Rasulullah bersabda, "kemudian ibumu".
"Kemudian siapa lagi?"
Rasulullah bersabda, "kemudian ayahmu". (HR Muslim ).
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya "Al-Jami'ul Al-Ahkamil Qur'an" mangatakan bahwasanya hadits tersebut menunjukan tiga kecintaan dan pengorbanan seorang ibu. Ketiga perakara itu, pertama adalah pengorbanan seorang ibu ketika dalam keadaan hamil, kedua adalah pengorbanan ketika melahirkan, dan ketika adalah pengorbanan ketika menyusui serta mendidik anak. Ketiga perkara tersebut dilakukannya seorang diri.
Perkara pertama, hamilnya seorang ibu. Saat seorang ibu hamil tubuhnya menjadi rentan akan 'bahaya'. Berat tubuhnya menjadi dua kali lipat, karena memebawa kita di dalam rahimnya. Hal itu berlangsung kurang lebih selama Sembilan bulan. Kecintaannya kepada kita telah dicurahkannya sejak saat itu, ia selalu mendahulukan keselamatan bayinya daripada dirinya sendiri. Ia tidak pedulikan berat beban tubuhnya yang bertambah karena kehdiran kita di rahimnya.
Perkara kedua, saat ibu melahirkan. Saat-saat inilah yang dinantikan oleh seorang ibu. Saat dimana ia dapat melihat buah hatinya setelah selama kurang lebih sembilan bulan mengandungnya. Namun saat-saat ini juga merupakan saat-saat yang paling beresiko tinggi dalam hidupnya. Karena melahirkan rentan sekali dengan kematian. Tak sedikit ibu yang rela mengorbankan nyawanya demi lahirnya sang buah hati.
Perakara ketiga, saat menyusui dan mendidik. Setelah melewati masa-masa kritis ketika melahirkan. Tugas seorang ibu tidak lantas selesai begitu saja. Ia haruslah menyusui bayinya sebagai makanan pertama si bayi. Dalam benaknya hanya ada bagaimana agar bayinya tumbuh sehat. Paling tidak kebutuhan jasadiahnya terpenuhi. Setelah lewat masa menyusi dan bayinya tumbuh dewasa ia harus mendidiknya agar kelak menjadi anak yang soleh dan solehah. Mendidik dengan cinta kasih dan kesabaran yang bagai sang surya menyinari dunia.
Ketiga perkara tersebut yang menjadikan seorang ibu mempunyai tiga keutamaan daripada seorang ayah. Dan ketiga perkara tersebut tidak pernah bisa kita balas sepanjang hayat kita walaupun dengan emas permata seluruh dunia. Wallahu 'alam bi showab
Oleh: Virani Akbar, adalah seorang anak yang berusaha berbakti kepada orangtuanya. Tinggal di Riau.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/03/28/liqume-tiga-keutamaan-ibu
Allah mengajarkan kepada kita agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Untuk mengatakan kepada keduanya "ah"
( perkataan yang dapat menyakiti hati keduanya ) saja kita tidak diperkenankan apalagi yang lebih dari itu. Pernah suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw, ia bertanya kepada Rasulullah saw,
" Ya Rasulullah, siapa dari manusia yang paling berhak aku utamakan?
Rasulullah saw bersabda "Ibumu".
Laki-laki tersebut bertanya kembali, "kemudian siapa lagi?
" Rasulullah saw bersabda, "kemudian ibumu".
Laki-laki tersebut betanya kembali, "kemudian siapa lagi?"
Rasulullah bersabda, "kemudian ibumu".
"Kemudian siapa lagi?"
Rasulullah bersabda, "kemudian ayahmu". (HR Muslim ).
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya "Al-Jami'ul Al-Ahkamil Qur'an" mangatakan bahwasanya hadits tersebut menunjukan tiga kecintaan dan pengorbanan seorang ibu. Ketiga perakara itu, pertama adalah pengorbanan seorang ibu ketika dalam keadaan hamil, kedua adalah pengorbanan ketika melahirkan, dan ketika adalah pengorbanan ketika menyusui serta mendidik anak. Ketiga perkara tersebut dilakukannya seorang diri.
Perkara pertama, hamilnya seorang ibu. Saat seorang ibu hamil tubuhnya menjadi rentan akan 'bahaya'. Berat tubuhnya menjadi dua kali lipat, karena memebawa kita di dalam rahimnya. Hal itu berlangsung kurang lebih selama Sembilan bulan. Kecintaannya kepada kita telah dicurahkannya sejak saat itu, ia selalu mendahulukan keselamatan bayinya daripada dirinya sendiri. Ia tidak pedulikan berat beban tubuhnya yang bertambah karena kehdiran kita di rahimnya.
Perkara kedua, saat ibu melahirkan. Saat-saat inilah yang dinantikan oleh seorang ibu. Saat dimana ia dapat melihat buah hatinya setelah selama kurang lebih sembilan bulan mengandungnya. Namun saat-saat ini juga merupakan saat-saat yang paling beresiko tinggi dalam hidupnya. Karena melahirkan rentan sekali dengan kematian. Tak sedikit ibu yang rela mengorbankan nyawanya demi lahirnya sang buah hati.
Perakara ketiga, saat menyusui dan mendidik. Setelah melewati masa-masa kritis ketika melahirkan. Tugas seorang ibu tidak lantas selesai begitu saja. Ia haruslah menyusui bayinya sebagai makanan pertama si bayi. Dalam benaknya hanya ada bagaimana agar bayinya tumbuh sehat. Paling tidak kebutuhan jasadiahnya terpenuhi. Setelah lewat masa menyusi dan bayinya tumbuh dewasa ia harus mendidiknya agar kelak menjadi anak yang soleh dan solehah. Mendidik dengan cinta kasih dan kesabaran yang bagai sang surya menyinari dunia.
Ketiga perkara tersebut yang menjadikan seorang ibu mempunyai tiga keutamaan daripada seorang ayah. Dan ketiga perkara tersebut tidak pernah bisa kita balas sepanjang hayat kita walaupun dengan emas permata seluruh dunia. Wallahu 'alam bi showab
Oleh: Virani Akbar, adalah seorang anak yang berusaha berbakti kepada orangtuanya. Tinggal di Riau.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/03/28/liqume-tiga-keutamaan-ibu
True Story
Pada hari pernikahanku, aku menggendong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan apartment kami. Teman-teman memaksaku menggendong istriku keluar dari mobil. Lalu aku menggendongnya ke rumah kami. Dia tersipu malu-malu. Saat itu, aku adalah seorang pengantin pria yang kuat dan bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari berikutnya berjalan biasa. Kami memiliki seorang anak, aku bekerja sebagai pengusaha dan berusaha menghasilkan uang lebih. Ketika aset-aset perusahaan meningkat, kasih sayang diantara aku dan istriku seperti mulai menurun.
Istriku seorang pegawai pemerintah. Setiap pagi kami pergi bersama dan pulang hampir di waktu yang bersamaan. Anak kami bersekolah di sekolah asrama. Kehidupan pernikahan kami terlihat sangat bahagia, namun kehidupan yang tenang sepertinya lebih mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang tak terduga. Lalu Jane datang ke dalam kehidupanku.
Hari itu hari yang cerah. Aku berdiri di balkon yang luas. Jane memelukku dari belakang. Sekali lagi hatiku seperti terbenam di dalam cintanya. Apartment ini aku belikan untuknya. Lalu Jane berkata, "Kau adalah laki-laki yang pandai memikat wanita" Kata-katanya tiba-tiba mengingatkan ku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku berkata "Laki-laki sepertimu, ketika sukses nanti, akan memikat banyak wanita."
Memikirkan hal ini, aku menjadi ragu-ragu.
Aku tahu, aku telah mengkhianati istriku. Aku menyampingkan tangan Jane dan berkata, "Kamu perlu memilih beberapa furnitur, ok? Ada yang perlu aku lakukan di perusahaan."
Dia terlihat tidak senang, karena aku telah berjanji akan menemaninya melihat-lihat furnitur. Sesaat, pikiran untuk bercerai menjadi semakin jelas walaupun sebelumnya tampak mustahil. Bagaimanapun juga, akan sulit untuk mengatakannya pada istriku. Tidak peduli selembut apapun aku mengatakannya, dia akan sangat terluka.
Sejujurnya, dia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam, dia selalu sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk di depan televisi. Makan malam akan segera tersedia. Kemudian kami menonton TV bersama.
Hal ini sebelumnya merupakan hiburan bagiku. Suatu hari aku bertanya pada istriku dengan bercanda, "Kalau misalnya kita bercerai, apa yang akan kamu lakukan?" Dia menatapku beberapa saat tanpa berkata apapun. Kelihatannya dia seorang yang percaya bahwa perceraian tidak akan datang padanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya ketika nanti dia tahu bahwa aku serius tentang ini.
Ketika istriku datang ke kantorku, Jane langsung pergi keluar. Hampir semua pegawai melihat istriku dengan pandangan simpatik dan mencoba menyembunyikan apa yang sedang terjadi ketika berbicara dengannya. Istriku seperti mendapat sedikit petunjuk. Dia tersenyum dengan lembut kepada bawahan-bawahanku.
Tapi aku melihat ada perasaan luka dimatanya.
Sekali lagi, Jane berkata padaku, "Sayang, ceraikan dia, ok? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk.
Aku tahu aku tidak bisa ragu-ragu lagi. Ketika aku pulang malam itu, istriku sedang menyiapkan makan malam. Aku menggemgam tangan nya dan berkata, "Ada yang ingin aku bicarakan."
Dia kemudian duduk dan makan dalam diam. Lagi, aku melihat perasaan luka dari matanya. Tiba-tiba aku tidak bisa membuka mulutku. Tapi aku harus tetap mengatakan ini pada istriku. Aku ingin bercerai. Aku memulai pembicaraan dengan tenang.
Dia seperti tidak terganggu dengan kata-kataku, sebaliknya malah bertanya dengan lembut, "Kenapa?" Aku menghindari pertanyaannya. Hal ini membuatnya marah. Dia melempar sumpit dan berteriak padaku, "Kamu bukan seorang pria!"
Malam itu, kami tidak saling bicara. Dia menangis. Aku tahu, dia ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam pernikahan kami. Tapi aku sulit memberikan jawaban yang memuaskan, bahwa hatiku telah memilih Jane. Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya mengasihaninya!
Dengan perasaan bersalah, aku membuat perjanjian perceraian yang menyatakan bahwa istriku bisa memiliki rumah kami, mobil kami dan 30% aset perusahaanku.
Dia melirik surat itu dan kemudian merobek-robeknya. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya denganku telah menjadi seorang yang asing bagiku. Aku menyesal karena telah menyia-nyiakan waktu, daya dan tenaganya tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yang telah aku katakan karena aku sangat mencintai Jane.
Akhirnya istriku menangis dengan keras di depanku, yang telah aku perkirakan sebelumnya. Bagiku, tangisannya adalah semacam pelepasan. Pikiran tentang perceraian yang telah memenuhi diriku selama beberapa minggu belakangan, sekarang menjadi tampak tegas dan jelas.
Hari berikutnya, aku pulang terlambat dan melihat istriku menulis sesuatu di meja makan. Aku tidak makan malam, tapi langsung tidur dan tertidur dengan cepat karena telah seharian bersama Jane. Ketika aku terbangun, istriku masih disana, menulis. Aku tidak mempedulikannya dan langsung kembali tidur.
Paginya, dia menyerahkan syarat perceraiannya: Dia tidak menginginkan apapun dariku, hanya menginginkan perhatian selama sebulan sebelum perceraian. Dia meminta dalam 1 bulan itu kami berdua harus berusaha hidup sebiasa mungkin.
Alasannya sederhana : Anak kami sedang menghadapi ujian dalam sebulan itu, dan dia tidak mau mengacaukan anak kami dengan perceraian kami.
Aku setuju saja dengan permintaannya. Namun dia meminta satu lagi, dia memintaku untuk mengingat bagaimana menggendongnya ketika aku membawanya ke kamar pengantin, di hari pernikahan kami. Dia memintanya selama 1 bulan setiap hari, aku menggendong nya keluar dari kamar kami, ke pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia gila. Aku menerima permintaannya yang aneh karena hanya ingin membuat hari-hari terakhir kebersamaan kami lebih mudah diterima olehnya.
Aku memberi tahu Jane tentang syarat perceraian dari istriku. Dia tertawa keras dan berpikir bahwa hal itu berlebihan.
"Trik apapun yang dia gunakan, dia harus tetap menghadapi perceraian!", kata Jane, dengan nada menghina.
Istriku dan aku sudah lama tidak melakukan kontak fisik sejak keinginan untuk bercerai mulai terpikirkan olehku. Jadi, ketika aku menggendongnya di hari pertama, kami berdua tampak canggung.
Anak kami tepuk tangan di belakang kami. Katanya, "Papa menggendong mama!" Kata- katanya membuat ku merasa terluka. Dari kamar ke ruang tamu, lalu ke pintu depan, aku berjalan sejauh 10 meter, dengan dirinya dipelukanku. Dia menutup mata dan berbisik padaku, "Jangan bilang anak kita mengenai perceraian ini."
Aku mengangguk, merasa sedih. Aku menurunkannya di depan pintu. Dia pergi untuk menunggu bus untuk bekerja. Aku sendiri naik mobil ke kantor.
Hari kedua, kami berdua lebih mudah bertindak. Dia bersandar di dadaku. Aku bisa mencium wangi dari pakaiannya. Aku tersadar, sudah lama aku tidak sungguh-sungguh memperhatikan wanita ini. Aku sadar dia sudah tidak muda lagi, ada garis halus di wajahnya, rambutnya memutih. Pernikahan kami telah membuatnya susah.
Sesaat aku terheran, apa yang telah aku lakukan padanya.
Hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku merasa rasa kedekatan seperti kembali lagi. Wanita ini adalah seorang yang telah memberikan 10 tahun kehidupannya padaku.
Hari kelima dan keenam, aku sadar rasa kedekatan kami semakin bertumbuh. Aku tidak mengatakan ini pada Jane. Seiring berjalannya waktu semakin mudah menggendongnya. Mungkin karena aku rajin berolahraga membuatku semakin kuat.
Satu pagi, istriku sedang memilih pakaian yang dia ingin kenakan. Dia mencoba beberpa pakaian tapi tidak menemukan yang pas. Kemudian dia menghela nafas, "Pakaianku semua jadi besar." Tiba-tiba aku tersadar bahwa dia telah menjadi sangat kurus. Ini lah alasan aku bisa menggendongnya dengan mudah.
Tiba-tiba aku terpukul. Dia telah memendam rasa sakit dan kepahitan yang luar biasa di hatinya. Tanpa sadar aku menyentuh kepalanya. Anak kami datang saat itu dan berkata, "Pa, sudah waktunya menggendong mama keluar."
Bagi anak kami, melihat ayahnya menggendong ibunya keluar telah menjadi arti penting dalam hidupnya. Istriku melambai pada anakku untuk mendekat dan memeluknya erat.
Aku mengalihkan wajahku karena takut aku akan berubah pikiran pada saat terakhir. Kemudian aku menggendong istriku, jalan dari kamar, ke ruang tamu, ke pintu depan. Tangannya melingkar di leherku dengan lembut. Aku menggendong nya dengan erat, seperti ketika hari pernikahan kami. Tapi berat badannya yang ringan membuatku sedih.
Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya, sulit sekali bagiku untuk bergerak. Anak kami telah pergi ke sekolah. Aku menggendong nya dengan erat dan berkata, "Aku tidak memperhatikan kalau selama ini kita kurang kedekatan." Aku pergi ke kantor, keluar cepat dari mobil tanpa mengunci pintunya. Aku takut, penundaan apapun akan mengubah pikiranku.
Aku jalan keatas, Jane membuka pintu dan aku berkata padanya, "Maaf, Jane, aku tidak mau perceraian."
Dia menatapku, dengan heran menyentuh keningku. "Kamu demam?", tanyanya.
Aku menyingkirkan tangannya dari kepalaku. "Maaf, Jane, aku bilang, aku tidak akan bercerai." Kehidupan pernikahanku selama ini membosankan mungkin karena aku dan istriku tidak menilai segala detail kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai. Sekarang aku sadar, sejak aku menggendongnya ke rumahku di hari pernikahan kami, aku harus terus menggendongnya sampai maut memisahkan kami.
Jane seperti tiba-tiba tersadar. Dia menamparku keras kemudian membanting pintu dan lari sambil menangis. Aku turun dan pergi keluar. Di toko bunga, ketika aku berkendara pulang, aku memesan satu buket bunga untuk istriku.
Penjual menanyakan padaku apa yang ingin aku tulis di kartunya?.
Aku tersenyum dan menulis, aku akan menggendongmu setiap pagi sampai maut memisahkan kita. Sore itu, aku sampai rumah, dengan bunga di tanganku, senyum di wajahku, aku berlari ke kamar atas, hanya untuk menemukan istriku terbaring di tempat tidur, meninggal.
Istriku telah melawan kanker selama berbulan-bulan dan aku terlalu sibuk dengan Jane sampai tidak memperhatikan nya. Dia tahu dia akan segera meninggal, dan dia ingin menyelamatku dari reaksi negatif apapun dari anak kami, seandainya kami jadi bercerai. Setidaknya, di mata anak kami, aku adalah suami yang penyayang.
Hal-hal kecil di dalam kehidupanmu adalah yang paling penting dalam suatu hubungan. Bukan rumah besar, mobil, properti atau uang di bank. Semua ini menunjang kebahagian tapi tidak bisa memberikan kebahagian itu sendiri.
Jadi, carilah waktu untuk menjadi teman bagi pasanganmu, dan lakukan hal-hal yang kecil bersama-sama untuk membangun kedekatan itu. Miliki pernikahan yang sungguh-sungguh dan bahagia. Kalau kamu tidak share ini, tidak akan terjadi apa-apa padamu. Kalau share, mungkin kamu menyelamat kan satu pernikahan.
Banyaknya kegagalan dalam kehidupan karena orang tidak sadar betapa dekat mereka dengan kesuksesan ketika mereka telah menyerah.
Dominiko DK Aruan
Source : Itb73 mesin, hoetomo_dw@yahoo.com
Jumat, 25 Maret 2011
Benarkah Tuhan itu ada ?
Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama.
Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata.
Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka.
Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”
Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.
“Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.
Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.
Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?”
Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.
“Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.
Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.
“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.
Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?”
“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.
“Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.
Orang banyak berkata, “Tidak!”
“Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.
Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks.
Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya.
Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya.
Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya.
Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya!
Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.
Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.
Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5]
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]
Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]
Terhadap manusia-manusia yang sombong dan tidak mengakui adanya Tuhan, Allah menanyakan kepada mereka tentang makhluk ciptaannya. Manusiakah yang menciptakan, atau Tuhan yang Maha Pencipta:
“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?”
[Al Waaqi’ah:58-59]
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?”
[Al Waaqi’ah:63-64]
“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi’ah:72]
Di ayat lain, bahkan Allah menantang pihak lain untuk menciptakan lalat jika mereka mampu. Manusia mungkin bisa membuat robot dari bahan-bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Tapi untuk menciptakan seekor lalat dari tiada menjadi ada serta makhluk yang bisa bereproduksi (beranak-pinak), tak ada satu pun yang bisa menciptakannya kecuali Allah:
“…Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” [Al Hajj:73]
Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya, Tuhan itu ada, dan Dia lah yang Maha Pencipta
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/03/benarkah-tuhan-itu-ada.html
Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata.
Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka.
Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”
Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.
“Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.
Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.
Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?”
Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.
“Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.
Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.
“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.
Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?”
“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.
“Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.
Orang banyak berkata, “Tidak!”
“Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.
Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks.
Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya.
Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya.
Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya.
Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya!
Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.
Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.
Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5]
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]
Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]
Terhadap manusia-manusia yang sombong dan tidak mengakui adanya Tuhan, Allah menanyakan kepada mereka tentang makhluk ciptaannya. Manusiakah yang menciptakan, atau Tuhan yang Maha Pencipta:
“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?”
[Al Waaqi’ah:58-59]
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?”
[Al Waaqi’ah:63-64]
“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi’ah:72]
Di ayat lain, bahkan Allah menantang pihak lain untuk menciptakan lalat jika mereka mampu. Manusia mungkin bisa membuat robot dari bahan-bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Tapi untuk menciptakan seekor lalat dari tiada menjadi ada serta makhluk yang bisa bereproduksi (beranak-pinak), tak ada satu pun yang bisa menciptakannya kecuali Allah:
“…Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” [Al Hajj:73]
Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya, Tuhan itu ada, dan Dia lah yang Maha Pencipta
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/03/benarkah-tuhan-itu-ada.html
Strategi Manajemen Dalam Islam
Dalam prinsip ajaran Islam segala sesuatu tak boleh dilakukan secara asal-asalan melainkan harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur dan proses-proses juga harus diikuti dgn tertib.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguh Allah sangat mencintati orang yg jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani),
Setiap organisasi harus memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen.
Secara sederhana, Manajemen merupakan suatu proses tindakan atau seni perencanaan, mengatur, pengarahan dan pengawasan yang dinamis yang menggerakan organisasi mencapai tujuannya.
Secara umum, ada empat fungsi manajemen yang sering orang menyebutnya “POAC”, yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Dua fungsi yang pertama dikategorikan sebagai kegiatan mental sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai kegiatan fisik. Suatu manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien
Organisasi harus memiliki strategi dalam mencapai visi yang telah disepakati bersama. Perencanaan dalam menjalankan sebuah organisasi adalah hal yang harus dilakukan agar tidak adanya ketimpangan atau distorsi ketika dalam perjalanan mencapai visi yang dibangun tersebut.
Pada awalnya strategi merupakan sebuah kata yang digunakan pada militer ketika sedang berperang, akan tetapi dengan berkembangnya zaman, maka istilah strategi ini sudah masuk ke dalam setiap aspek kehidupan, baik itu ekonomi, pendidikan maupun olahraga.
Strategi adalah turunan dari bahasa Yunani yaitu Strat gos yang artinya adalah komandan perang dalam jaman tersebut, adapun pada pengertiannya saat ini strategi adalah rencana jangka panjang dengan diikuti tindakan – tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu yang umumnya adalah ”kemenangan”.
Saat ini ada sebuah pencampuradukkan kata antara strategi dengan taktik. Dalam hal pengertian, taktik bukanlah sebuah strategi, namun taktik ada di dalam strategi. Taktik ini memiliki ruang lingkup yang lebih kecil dengan waktu yang lebih singkat.
“Luck is a matter of preparation meeting opportunity ??? Keberuntungan adalah sesuatu dimana persiapan bertemu dengan kesempatan (Oprah Winfrey)”
Apabila kita menggunakan rumus POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) maka strategi merupakan unsur dalam Planning (Perencanaan) yang ada di dalam tahap pertama, sehingga apabila unsur ini tidak dipenuhi, maka tidak akan terpenuhi pula unsur-unsur dalam tahapan selanjutnya.
Jangan kita berbicara tanpa akal dan jangan bekerja tanpa perencanaan karena hasilnya akan kecil dan lebih jauhnya berantakkan
Pemahaman P.O.A.C dalam Manajemen
P
Dalam perencanaan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Yaitu harus SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan anggan-angan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Tapi tetap ada tantangan. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
O
Agar tujuan tercapai maka dibutuhkan pengorganisasian. Dalam perusahaan biasanya diwujudkan dalam bentuk bagan organisasi. Yang kemudian dipecah menjadi berbagai jabatan. Pada setiap jabatan biasanya memiliki tugas, tanggung jawab, wewenang dan uraian jabatan (Job Description). Semakin tinggi suatu jabatan biasanya semakin tinggi tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. Biasanya juga semakin besar penghasilannya. Dengan pembagian tugas tersebut maka pekerjaan menjadi ringan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Disinilah salah satu prinsip dari manajemen. Yaitu membagi-bagi tugas sesuai dengan keahliannya masing-masing.
A
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan pelaksanaan kerja. Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama. Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Kecuali memang ada hal-hal khusus sehingga perlu dilakukan penyesuian. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.
C
Agar pekerjaan berjalan sesuai dengan visi, misi, aturan dan program kerja maka dibutuhkan pengontrolan. Baik dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi hingga audit. Kata-kata tersebut memang memiliki makna yang berbeda, tapi yang terpenting adalah bagaimana sejak dini dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut dapat segera dilakukan koreksi, antisipasi dan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman.
Schendel dan Charles Hofer (1985) menjelaskan adanya empat tingkatan strategi, keseluruhannya disebut master strategy yaitu :
a. Enterprise Strategy
Strategi ini berkaitan dengan bagaimana respon masyarakat terhadap organisasi ini. Di mana ada penekanan kepada masyarakat bahwa organisasi berusaha sungguh – sungguh dan yang terbaik untuk melayani dan memenuhi kebutuhan serta tuntutan masyarakat.
b. Corporate Strategy
Yaitu sebuah strategi untuk menjalankan misi yang telah kita siapkan dalam organisasi tersebut sesuai dengan bidang yang telah menjadi bagiannya. Strategi ini biasa disebut dengan Grand Strategy karena akan berakibat sangat fatal ketika kita salah dalam menjawab misi dari sebuah organisasi baik dari kata-kata maupun kebijakan yang diterapkan dalam organisasi.
c. Business Strategy
Strategi ini adalah bagaimana organisasi dapat merebut pasaran di tengah masyarakat seperti, sponsor, Dekanat, Rektorat, organisasi lain dan mahasiswa sehingga dapat menguntungkan dalam mengembangkan organisasi ke tingkat yang lebih baik.
d. Functional Strategy
Yaitu strategi untuk menunjang strategi yang lain, adapun dalam fungsional strategi ini terdapat tiga strategi di dalamnya yaitu : strategi fungsional ekonomi, stategi fungsional manajemen dan strategi isu.
”Kenali kekurangan diri sendiri agar tidak sombong dan ketahui kelebihan diri sendiri agar tidak rendah diri.”
Menurut potter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memiliki keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Adapun yang biasa digunakan untuk membuat strategi adalah dengan menggunakan Analisis SWOT (Strengh, Weakness, Opportunity, Threat).
Strengh (kekuatan), Weakness, (kelemahan), merupakan faktor internal dari organisasi kita, sedangkan opportunity (peluang) dan Threat (ancaman) adalah faktor eksternal yang ada di lingkungan.
Ketika kita sudah mengetahui apa yang kita miliki dan kelemahan kita, maka kita dapat menentukan alternative strategi yang melihat dari peluang serta ancaman dari lingkungan sekitar, adapun dalam penentuannya akan menemukan beberapa alternative – alternative strategi yang disesuaikan dengan visi dan misi organisasi kita.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguh Allah sangat mencintati orang yg jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani),
Setiap organisasi harus memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen.
Secara sederhana, Manajemen merupakan suatu proses tindakan atau seni perencanaan, mengatur, pengarahan dan pengawasan yang dinamis yang menggerakan organisasi mencapai tujuannya.
Secara umum, ada empat fungsi manajemen yang sering orang menyebutnya “POAC”, yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Dua fungsi yang pertama dikategorikan sebagai kegiatan mental sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai kegiatan fisik. Suatu manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien
Organisasi harus memiliki strategi dalam mencapai visi yang telah disepakati bersama. Perencanaan dalam menjalankan sebuah organisasi adalah hal yang harus dilakukan agar tidak adanya ketimpangan atau distorsi ketika dalam perjalanan mencapai visi yang dibangun tersebut.
Pada awalnya strategi merupakan sebuah kata yang digunakan pada militer ketika sedang berperang, akan tetapi dengan berkembangnya zaman, maka istilah strategi ini sudah masuk ke dalam setiap aspek kehidupan, baik itu ekonomi, pendidikan maupun olahraga.
Strategi adalah turunan dari bahasa Yunani yaitu Strat gos yang artinya adalah komandan perang dalam jaman tersebut, adapun pada pengertiannya saat ini strategi adalah rencana jangka panjang dengan diikuti tindakan – tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu yang umumnya adalah ”kemenangan”.
Saat ini ada sebuah pencampuradukkan kata antara strategi dengan taktik. Dalam hal pengertian, taktik bukanlah sebuah strategi, namun taktik ada di dalam strategi. Taktik ini memiliki ruang lingkup yang lebih kecil dengan waktu yang lebih singkat.
“Luck is a matter of preparation meeting opportunity ??? Keberuntungan adalah sesuatu dimana persiapan bertemu dengan kesempatan (Oprah Winfrey)”
Apabila kita menggunakan rumus POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) maka strategi merupakan unsur dalam Planning (Perencanaan) yang ada di dalam tahap pertama, sehingga apabila unsur ini tidak dipenuhi, maka tidak akan terpenuhi pula unsur-unsur dalam tahapan selanjutnya.
Jangan kita berbicara tanpa akal dan jangan bekerja tanpa perencanaan karena hasilnya akan kecil dan lebih jauhnya berantakkan
Pemahaman P.O.A.C dalam Manajemen
P
Dalam perencanaan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Yaitu harus SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan anggan-angan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Tapi tetap ada tantangan. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
O
Agar tujuan tercapai maka dibutuhkan pengorganisasian. Dalam perusahaan biasanya diwujudkan dalam bentuk bagan organisasi. Yang kemudian dipecah menjadi berbagai jabatan. Pada setiap jabatan biasanya memiliki tugas, tanggung jawab, wewenang dan uraian jabatan (Job Description). Semakin tinggi suatu jabatan biasanya semakin tinggi tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. Biasanya juga semakin besar penghasilannya. Dengan pembagian tugas tersebut maka pekerjaan menjadi ringan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Disinilah salah satu prinsip dari manajemen. Yaitu membagi-bagi tugas sesuai dengan keahliannya masing-masing.
A
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan pelaksanaan kerja. Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama. Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Kecuali memang ada hal-hal khusus sehingga perlu dilakukan penyesuian. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.
C
Agar pekerjaan berjalan sesuai dengan visi, misi, aturan dan program kerja maka dibutuhkan pengontrolan. Baik dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi hingga audit. Kata-kata tersebut memang memiliki makna yang berbeda, tapi yang terpenting adalah bagaimana sejak dini dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut dapat segera dilakukan koreksi, antisipasi dan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman.
Schendel dan Charles Hofer (1985) menjelaskan adanya empat tingkatan strategi, keseluruhannya disebut master strategy yaitu :
a. Enterprise Strategy
Strategi ini berkaitan dengan bagaimana respon masyarakat terhadap organisasi ini. Di mana ada penekanan kepada masyarakat bahwa organisasi berusaha sungguh – sungguh dan yang terbaik untuk melayani dan memenuhi kebutuhan serta tuntutan masyarakat.
b. Corporate Strategy
Yaitu sebuah strategi untuk menjalankan misi yang telah kita siapkan dalam organisasi tersebut sesuai dengan bidang yang telah menjadi bagiannya. Strategi ini biasa disebut dengan Grand Strategy karena akan berakibat sangat fatal ketika kita salah dalam menjawab misi dari sebuah organisasi baik dari kata-kata maupun kebijakan yang diterapkan dalam organisasi.
c. Business Strategy
Strategi ini adalah bagaimana organisasi dapat merebut pasaran di tengah masyarakat seperti, sponsor, Dekanat, Rektorat, organisasi lain dan mahasiswa sehingga dapat menguntungkan dalam mengembangkan organisasi ke tingkat yang lebih baik.
d. Functional Strategy
Yaitu strategi untuk menunjang strategi yang lain, adapun dalam fungsional strategi ini terdapat tiga strategi di dalamnya yaitu : strategi fungsional ekonomi, stategi fungsional manajemen dan strategi isu.
”Kenali kekurangan diri sendiri agar tidak sombong dan ketahui kelebihan diri sendiri agar tidak rendah diri.”
Menurut potter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memiliki keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Adapun yang biasa digunakan untuk membuat strategi adalah dengan menggunakan Analisis SWOT (Strengh, Weakness, Opportunity, Threat).
Strengh (kekuatan), Weakness, (kelemahan), merupakan faktor internal dari organisasi kita, sedangkan opportunity (peluang) dan Threat (ancaman) adalah faktor eksternal yang ada di lingkungan.
Ketika kita sudah mengetahui apa yang kita miliki dan kelemahan kita, maka kita dapat menentukan alternative strategi yang melihat dari peluang serta ancaman dari lingkungan sekitar, adapun dalam penentuannya akan menemukan beberapa alternative – alternative strategi yang disesuaikan dengan visi dan misi organisasi kita.
Dialog atau Debat
Dahulu, saat perang saudara berkecamuk di Amerika, Presiden Abraham Lincoln pernah menyampaikan pidato yang menyentuh perasaan para penggerak revolusi di wilayah Selatan. Sikap Lincoln itu ternyata memancing seorang nenek yang sangat ingin Amerika bersatu tanpa ada musuh yang mengganggunya. Nenek itu lalu mengecam pernyataan Abraham Lincoln. Ketika, itu, Lincoln mengatakan, "Nek, apakah Anda tidak yakin bahwa saya akan mampu menghancurkan musuh-musuh saya itu ketika saya menjadikan mereka sebagai teman?"
Dua titik sikap ini, meski hampir bertolak belakang artinya, tapi dalam beberapa hal memiliki tujuan yang sama. Dialog secara umum, lebih mempunyai etika ketimbang debat. Dialog juga lebih bisa sampai ke hati pihak lain. Meski penting diingat, bahwa dialog pun menyimpan obsesi sendiri untuk bisa mencapai satu kebenaran dan kemenangan pihak tertentu. Tapi kebenaran dan kemenangan dalam dialog, tidak dilakukan untuk kebenaran dan kemenangan yang yang bersifat individu, menampilkan kekuatan otot, dan menjatuhkan pihak lain.
Pengertian Dialog dan Debat
Apa yang disebut dialog? Apa yang disebut debat? Sejauh mana perbedaan antara kedua kata itu? Atau keduanya seperti dua mata uang yang tak mungkin dipisahkan?
Dialog adalah pembicaraan yang dilakukan antara dua orang atau lebih. Secara bahasa dialog atau hiwaar dalam bahasa Arab berarti saling menyampaikan pendapat. Jika disebut haawaruu, artinya orang-orang itu saling mengalah dalam pembicaraannya. Sedangkan debat atau jidaal dalam bahasa Arab, artinya saling berdiskusi dan saling membenci. Dua orang yang saling jidal, artinya saling membenci satu sama lain.
Itu tadi secara bahasa. Sedangkan secara istilah, dialog adalah pembicaraan antara dua orang atau lebih untuk mencapai informasi yang meyakinkan pemikiran kedua belah pihak. Umumnya dialog dilakukan dalam suasana tenang dan jauh dari kebencian. Sedangkan debat atau jidaal dalam bahasa Arab, secara istilah artinya pembicaraan antara dua orang atau lebih, untuk mengalahkan pihak kedua atau meyakinkannya dengan pemikiran tertentu, dan dilakukan umumnya dengan kebencian, mencari celah kelemahan dan fanatik pendapat.
Debat dan Dialog dalam Perspektif Al-Qur'an
Al-Qur'an Al-karim banyak menganjurkan untuk dialog yang di antara keharusan caranya dengan mengakui keberadaan pihak lain, mengakui haknya di alam ini, mengakui haknya dalam mengungkapkan pendapat dan haknya dalam berbeda. Kita cukup mengetahui hal ini dengan melihat berapa banyak huruf qaf, wa dan lam, yang digunakan dalam arti perkataan dalam bahasa Arab. Ternyata di dalam Al-Qur'an terdapat kata dasar perkataan itu, sebanyak 1722 kali. Misalnya, Qaala 529 kali, yaquuluun 92 kali, qul 332 kali, quuluu 13 kali, qiila 49 kali, al-qaul 52 kali dan qauluhum 12 kali.
Sedangkan kata hiwaar dengan seluruh derivatnya tidak diulang kecuali di tiga tempat. Yakni dua ayat di surat Al-Kahfi dan satu ayat di surat Al-Mujadilah. Tapi jika dilihat konteks kalimat ayat, yang meski tak menggunakan kata hiwaar, tetapi bermakna dialog itu banyak sekali, dan bahkan sulit dihitung. Contoh salah satunya adalah bagaimana Allah SWT menggambarkan dialog antara Ibrahim dan anaknya Ismail: Ia (Ibrahim) berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?" Ia (Ismail) berkata: Wahai ayahku lakukanlah apa yang diperintahkan Allah SWT kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Ash-Shafat : 102)
Sementara, kata jidal dengan segala derivatnya dalam Al-Qu'ran dimuat sebanyak 29 kali. Misalnya firman Allah SWT surat Ghafir : 4,5 dan 69, Al-Ankabut : 46, Asy-Syuuraa : 35, Al-A'raf : 71, An-Nisaa : 107, An-Nahl : 125 dll.
Perbedaan antara Dialog dan Debat
Pertama, dialog lebih dilakukan dalam suasana tenang dan keinginan untuk mencapai suatu yang benar. Sementara debat dilakukan dalam suasan kebencian dan keinginan untuk mengalahkan pihak lain.
Kedua, dalam setiap debat ada dialog, dan tidak setiap dialog ada perdebatan. Jadi, debat lebih luas dan lebih umum.
Ketiga, Allah SWT tidak memuji sikap debat, meski menganjurkan kita untuk melakukannya dalam kondisi tertentu dan dilakukan dengan baik. Ini seperti firman Allah SWT, surat Al-Ankabtu ayat 46: Dan janganlah kalian membantah (mendebat) dengan ahli kitab kecuali dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim dari mereka.
Keempat, dialog bisa beralih pada perdebatan tercela jika diiringi dengan sikap ta'asub, fanatik pendapat, kebencian dan sikap saling menjatuhkan.
Kelima, terkadang kata jidaal dalam Al-Qur'an ada pada konteks ayat yang berbicara tentang hiwaar. Misalnya firman Allah SWT surat Al-Mujadilah ayat satu, atau juga surat Hud ayat 74 dan 75.
[DR. Ali Al-Hammadi, Sumber : Majalah Tarbawi edisi 219 hlm.74-75]
Kamis, 24 Maret 2011
Bersikap Tenang
Rasulullah
pernah berkata kepada al-Mundzir, kepala kabilah Abdul Qais, "Sesungguhnya
pada dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah, yaitu sifat penyabar dan tidak
suka tergesa-gesa."
Lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
aku berusaha berperilaku seperti itu, atau Allah menjadikanku berwatak dengan
keduanya?"
Nabi SAW menjawab,
"Allah lah yang menjadikanmu
berwatak dengan keduanya."
Al-Mundzir
pun berucap, "Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikanku berwatak
dengan dua tabiat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya." (HR Abu Dawud).
Sikap penyabar, lembut, kalem, dan tenang tak hanya dimiliki dan diserukan oleh
Rasulullah, tapi juga dianjurkan oleh nabi-nabi yang lain.
Mengapa begitu ?, karena kesabaran
seorang penyabar-kata Ahmad ar-Rasyid dalam bukunya al-'Awa'iq-adalah benteng
yang akan melindunginya dari fitnah, sifat pemarah, dan egois, sehingga ia
mampu berlaku adil dalam berbagai keputusannya. Sedangkan sifat "tidak
ceroboh" akan memberikan kesempatan untuk menganalisis dan
menimbang-nimbang, sehingga tidak ada lagi keraguan.
Sementara itu, sifat ceroboh dan
tergesa-gesa menjadikan seseorang tidak cermat dalam menyelesaikan
persoalannya, karena ada nafsu yang ikut bermain di dalamnya. Orang yang
tergopoh-gopoh sering bertindak keliru dalam hidupnya yang akhirnya membuahkan
penyesalan. Kecerobohan juga sering menjadi penyebab dari hilangnya keteguhan
dan komitmen seseorang. Orang yang tergesa-gesa akan mudah patah semangat
manakala dibenturkan oleh perkara yang sepele sekalipun.
Sebaliknya, orang yang lembut, kalem,
dan tenang mempunyai konsentrasi yang tinggi untuk menata dirinya agar lebih
baik. Ia kelihatannya berada dalam kebisuan, tapi pikirannya bergerak dinamis.
Ia bertindak bukan dengan nafsu dan amarahnya, tapi bergerak dengan pikirannya.
Nabi meraih simpati yang besar dari
umat manusia, karena Allah SWT telah melembutkan hatinya sebagaimana
firman-Nya: "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu .…" (Ali Imran [3] :
159).
Kalau teori manajemen modern
merekomendasikan bahwa sebuah manajemen yang baik harus mengandung unsur POAC
(planning, organizing, actuating, dan controlling), maka seorang yang kalem,
lembut, dan tidak tergopoh-gopoh akan memiliki kesempatan yang full untuk
melakukan controlling. Hal ini senapas dengan sabda Nabi: "Perlahan-lahan
dari Allah dan tergesa-gesa dari setan." (HR Baihaqi).
Sifat kalem, tenang, dan
perlahan-lahan tentu tidak identik dengan kelambanan sehingga melewati
deadline, namun ia bergerak secara tertata. Demikian pula sifat tergesa-gesa;
ia harus dibedakan dengan sikap positif dan penuh percaya diri, yang kadang
ditampilkan dan dikesankan dengan bertindak tergesa-gesa dan terburu-buru.
Seorang Mukmin yang sejati, yang mempunyai tsiqah (kepercayaan) yang tinggi
pada Allah juga kerap kali bertindak dinamis. Tentu saja naif untuk menyebut
mereka bertindak ceroboh. Wallahu a'lam bish-shawab.
Oleh Makmun Nawawi
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/03/23/171630-hikmah-bersikap-tenang
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/03/23/171630-hikmah-bersikap-tenang
**************************************
Khabar gembira bagi para ibu dan bapak
Wahai para ibu dan para bapak, wahai para pendidik, marilah rehat sejenak bersama kami. Marilah kita duduk melingkar, bersimpuh sejenak melemaskan penat dan meletakkan beban barang semasa. Ijinkan kami mengusap peluh kalian. Sementara kalian beristirahat, kami hendak mengabarkan kepada kalian sebuah khabar yang mulia nan menyejukkan. Simaklah penuturan kami ini, penuturan yang akan senantiasa berulang bagi kalian para pendidik yang mulia…
Kami mengetahui betapa beratnya tugas mendidik generasi perempuan di masa kini, masa yang seakan tiada menyisakan kesempatan untuk rehat bagi para pejuang pendidikan yang ikhlas. Karena dimasa ini, gelombang arus seretan kejahatan makin liar menerpa, dari depan, belakang, samping kanan dan kiri, bahkan dari atas dan dari bawah. Hari-hari selalu kita temui kasus-kasus buruk hasil ulah dan polah anak didik, tidak perlu disebut satu per satu disini, karena engkaupun juga tahu. Semoga dengan khabar baik yang hendak kami sampaikan ini menambah daya juang kita semua, memompa semangat yang mulai pudar.
Khabar baik nan menyenangkan ini datang dari lisan Kekasih Umat, Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam yang tidaklah keluar dari lisannya bersalah dari hawa nafsu, melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya. Ketahuilah bahwa mendidik anak perempuan itu akan menjadi penghalang dari api neraka.
Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ia berkata: “Ada seorang wanita masuk besama dua anak perempuannya seraya meminta diberi sesuatu. Akan tetapi aku tidak mendapatkan sesuatu untuk diberikan kecuali sebutir buah kurma. Aku berikan sebutir buah kurma tersebut kepadanya. Kemudian si ibu itu membaginya kepada kedua anaknya. Sementara ia sendiri tidak makan. Kemudian mereka keluar dan pergi. Ketika Nabi saw. Datang dan masuk kepada kami, aku beritahukan kisah ini kepadanya. Kemudian beliau berkata: “Barangsiapa yang diuji dengan mendapatkan anak peremuaan kemudian ia berbuat baik kepada mereka (dengan mendidiknya) maka anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari sentuhan api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nyata dan terasa betapa tingginya kasih sayang ibu yang tak terhingga, menembus akal rasio yang ada. Fokus dari sabda tsb ada pada terhalangnya sang pendidik dari api neraka. Sementara dari kisah yang lain, fokus penekanan Rasulullah bertambah dengan dimasukkannya ke surga.
Diriwayatkan oleh Aisyah ra. ia berkata:
“Aku kedatangan seorang ibu miskin yang membawa kedua anak perempuannya. Aku berikan kepadanya tiga butir buah kurma. Kemudian ia memberikan masing-masing dari kedua anaknya satu butir kurma dan yang satu butir lagi ia ambil untuk dimakan sendiri. Akan tetapi, ketika ia akan memakannya, kedua anaknya itu memintanya. Akhirnya satu butir kurma itu dibelah dua dan diberikan kepada mereka berdua. Kejadian itu mengagumkanku. Maka, aku ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Dengan demikian beliau bersabda: “Allah saw. mengharuskan ibu itu masuk surga atau membebaskannya dari neraka disebabkan kasih sayangnya terhadap anak perempuannya.” (HR. Muslim)
Kejadian ini persis dengan kejadian yang dikisahkan pada hadits yang sebelumnya. Akan tetapi, pengorbanan seorang ibu dalam kejadian di hadits ini lebih nampak dan sifat itsar (memperioritaskan orang lain daripada diri sendiri)nya lebih besar, dimana ia tidak makan sedikit pun dan mendahulukan kedua anaknya. Itsar, ah sebuah terminologi yang kian lapuk dimasa ini.
Dan tahukah tempat anda kelak dimana, wahai para pendidik yang mulia? Anda akan menempati tempat yang membuat iri setiap hati yang beriman. Sebuah tempat yang hanya dimiliki oleh orang-orang istimewa. Itulah tempat yang dekat dari sisi Nabi yang mulia.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia datang di hari kiamat bersamaku.” Beliau merapatkan jari-jemarinya. (HR. Muslim)
Dalam hadits ini terdapat bisyaroh (kabar kembira) yang besar bagi orang yang dikaruniai dua anak perempuan kemudian ia merawat dan mendidiknya dengan baik, dimana ia nanti di hari kiamat masuk dalam kelompok Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam, dan senantiasa menyertai beliau sebagaimana jari telunjuk dan jari tengah yang akan selalu berdampingan dan dekat ketika digenggamkan. Hal ini cukup menjadi keutamaan dan kebanggaan karena orang yang berada di sisi Rasulullah pada hari yang penuh dengan rasa bingung dan goncang hati Insya Allah akan terjamin dan aman dari kekacauan yang terjadi pada hari itu.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Barangsiapa yang mengurus dua anak perempuan maka aku dan dia akan masuk surga seperti ini.” Beliau berisyarat dengan dua jarinya (telunjuk dan jari tengah). (HR. Tirmidzi)
Pengertian hadits ini adalah bahwa orang seperti itu akan termasuk assabiqunal-awwalun (yaitu orang-orang yang lebih dahulu) dalam masuki surga.
Sementara kekhawatiran akan teks khabar yang selalu menyebut dua anak perempuan tampak menggayuti kalbu sebagian orang. Tetapi, lagi-lagi Islam adalah syariat yang sempurna. Kesempurnaannya lebih jauh dan lebih tinggi dari apa yang kita bayangkan. Mengenai keutamaan merawat dan mendidik satu anak perempuan saja, Sang Kekasih juga telah mengabarkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mempunyai satu anak perempuan kemudian ia tidak menguburkannya hidup-hidup, tidak menghinakannya dan tidak mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan maka Allah akan memasukannya ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah menerangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin masuk surga, yaitu dengan berbuat ihsan terhadap anak perempuan, diantara rinciannya sebagai berikut:
1. Merawatnya hidup dan tidak menguburkannya hidup-hidup seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
2. Memuliakan, memelihara dengan baik dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, kebanggaan dan penghormatan tanpa merendahkan ataupun menghinakan
3. Tidak mengutamakan anak laki-laki ketimbang anak perempuan dalam memperlakukan mereka
Masih belum puas jika kami belum juga mengabarkan kepada kalian Hadits yang lain, simaklah kelanjutannya.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Nafie ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan kemudian ia sabar atas (merawat dan mendidik) mereka serta ia memberi makan dan minum mereka dari apa-apa yang ia dapatkan maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka di hari kiamat.” (HR. Ahmad)
“Barangsiapa yang menanggung dua atau tiga anak perempuan; dua atau tiga saudara perempuan hingga mereka meninggal dunia atau ia lebih dahulu meninggal dunia maka aku dan dia seperti dua ini.” (Shahih al Jami’)
Beliau berisyarat dengan dua jarinya; telunjuk dan jari tengah.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan kemudian ia bertakwa kepada Allah swt. Dan menanggung keperluan mereka maka ia kan bersamaku di surga.” Beliau berisyarat dengan jari jemarinya.
Bagaimana kini perasaan anda, wahai sang murabbi (pendidik)? Resapilah khabar-khabar nubuwwah itu, hiruplah bersama setiap helaian nafas anda. Hiruplah yang panjang dan sedalam-dalamnya. Kita semua memerlukan itu untuk bersiap menghadapi amanah generasi perempuan ini.
Telah kami sampaikan khabar mulia diatas, kini bangkitlah kembali! Kita sudah berehat barang sejenak, sekarang berdirilah. Rapikan kembali pakaian kita, susun dan atur kembali bekal yang kita punyai. Bersama kita bergandengan tangan, bersama kita beratur dalam berisan, berjuang sekuat kemampuan, mengusahakan semampu yang kita bisa tahan. Mari kita tunaikan tugas mulia mendidik dan merawat generasi perempuan. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla membimbing dan menguatkan setiap langkah kita, aamiin.
Oleh: M.A. Bramantya, Mahasiswa S3 Keio University, Yokohama, Jepang.
Yokohama, 27 Desember 2009.
*sumber: Ziyaadatul khasanaat fii tarbiyatil banaat, Muhammad bin Ali al-‘Arfaj, diunduh dari islamhouse[dot]com.
Kami mengetahui betapa beratnya tugas mendidik generasi perempuan di masa kini, masa yang seakan tiada menyisakan kesempatan untuk rehat bagi para pejuang pendidikan yang ikhlas. Karena dimasa ini, gelombang arus seretan kejahatan makin liar menerpa, dari depan, belakang, samping kanan dan kiri, bahkan dari atas dan dari bawah. Hari-hari selalu kita temui kasus-kasus buruk hasil ulah dan polah anak didik, tidak perlu disebut satu per satu disini, karena engkaupun juga tahu. Semoga dengan khabar baik yang hendak kami sampaikan ini menambah daya juang kita semua, memompa semangat yang mulai pudar.
Khabar baik nan menyenangkan ini datang dari lisan Kekasih Umat, Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam yang tidaklah keluar dari lisannya bersalah dari hawa nafsu, melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya. Ketahuilah bahwa mendidik anak perempuan itu akan menjadi penghalang dari api neraka.
Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ia berkata: “Ada seorang wanita masuk besama dua anak perempuannya seraya meminta diberi sesuatu. Akan tetapi aku tidak mendapatkan sesuatu untuk diberikan kecuali sebutir buah kurma. Aku berikan sebutir buah kurma tersebut kepadanya. Kemudian si ibu itu membaginya kepada kedua anaknya. Sementara ia sendiri tidak makan. Kemudian mereka keluar dan pergi. Ketika Nabi saw. Datang dan masuk kepada kami, aku beritahukan kisah ini kepadanya. Kemudian beliau berkata: “Barangsiapa yang diuji dengan mendapatkan anak peremuaan kemudian ia berbuat baik kepada mereka (dengan mendidiknya) maka anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari sentuhan api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nyata dan terasa betapa tingginya kasih sayang ibu yang tak terhingga, menembus akal rasio yang ada. Fokus dari sabda tsb ada pada terhalangnya sang pendidik dari api neraka. Sementara dari kisah yang lain, fokus penekanan Rasulullah bertambah dengan dimasukkannya ke surga.
Diriwayatkan oleh Aisyah ra. ia berkata:
“Aku kedatangan seorang ibu miskin yang membawa kedua anak perempuannya. Aku berikan kepadanya tiga butir buah kurma. Kemudian ia memberikan masing-masing dari kedua anaknya satu butir kurma dan yang satu butir lagi ia ambil untuk dimakan sendiri. Akan tetapi, ketika ia akan memakannya, kedua anaknya itu memintanya. Akhirnya satu butir kurma itu dibelah dua dan diberikan kepada mereka berdua. Kejadian itu mengagumkanku. Maka, aku ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Dengan demikian beliau bersabda: “Allah saw. mengharuskan ibu itu masuk surga atau membebaskannya dari neraka disebabkan kasih sayangnya terhadap anak perempuannya.” (HR. Muslim)
Kejadian ini persis dengan kejadian yang dikisahkan pada hadits yang sebelumnya. Akan tetapi, pengorbanan seorang ibu dalam kejadian di hadits ini lebih nampak dan sifat itsar (memperioritaskan orang lain daripada diri sendiri)nya lebih besar, dimana ia tidak makan sedikit pun dan mendahulukan kedua anaknya. Itsar, ah sebuah terminologi yang kian lapuk dimasa ini.
Dan tahukah tempat anda kelak dimana, wahai para pendidik yang mulia? Anda akan menempati tempat yang membuat iri setiap hati yang beriman. Sebuah tempat yang hanya dimiliki oleh orang-orang istimewa. Itulah tempat yang dekat dari sisi Nabi yang mulia.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia datang di hari kiamat bersamaku.” Beliau merapatkan jari-jemarinya. (HR. Muslim)
Dalam hadits ini terdapat bisyaroh (kabar kembira) yang besar bagi orang yang dikaruniai dua anak perempuan kemudian ia merawat dan mendidiknya dengan baik, dimana ia nanti di hari kiamat masuk dalam kelompok Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam, dan senantiasa menyertai beliau sebagaimana jari telunjuk dan jari tengah yang akan selalu berdampingan dan dekat ketika digenggamkan. Hal ini cukup menjadi keutamaan dan kebanggaan karena orang yang berada di sisi Rasulullah pada hari yang penuh dengan rasa bingung dan goncang hati Insya Allah akan terjamin dan aman dari kekacauan yang terjadi pada hari itu.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Barangsiapa yang mengurus dua anak perempuan maka aku dan dia akan masuk surga seperti ini.” Beliau berisyarat dengan dua jarinya (telunjuk dan jari tengah). (HR. Tirmidzi)
Pengertian hadits ini adalah bahwa orang seperti itu akan termasuk assabiqunal-awwalun (yaitu orang-orang yang lebih dahulu) dalam masuki surga.
Sementara kekhawatiran akan teks khabar yang selalu menyebut dua anak perempuan tampak menggayuti kalbu sebagian orang. Tetapi, lagi-lagi Islam adalah syariat yang sempurna. Kesempurnaannya lebih jauh dan lebih tinggi dari apa yang kita bayangkan. Mengenai keutamaan merawat dan mendidik satu anak perempuan saja, Sang Kekasih juga telah mengabarkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mempunyai satu anak perempuan kemudian ia tidak menguburkannya hidup-hidup, tidak menghinakannya dan tidak mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan maka Allah akan memasukannya ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah menerangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin masuk surga, yaitu dengan berbuat ihsan terhadap anak perempuan, diantara rinciannya sebagai berikut:
1. Merawatnya hidup dan tidak menguburkannya hidup-hidup seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
2. Memuliakan, memelihara dengan baik dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, kebanggaan dan penghormatan tanpa merendahkan ataupun menghinakan
3. Tidak mengutamakan anak laki-laki ketimbang anak perempuan dalam memperlakukan mereka
Masih belum puas jika kami belum juga mengabarkan kepada kalian Hadits yang lain, simaklah kelanjutannya.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Nafie ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan kemudian ia sabar atas (merawat dan mendidik) mereka serta ia memberi makan dan minum mereka dari apa-apa yang ia dapatkan maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka di hari kiamat.” (HR. Ahmad)
“Barangsiapa yang menanggung dua atau tiga anak perempuan; dua atau tiga saudara perempuan hingga mereka meninggal dunia atau ia lebih dahulu meninggal dunia maka aku dan dia seperti dua ini.” (Shahih al Jami’)
Beliau berisyarat dengan dua jarinya; telunjuk dan jari tengah.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan kemudian ia bertakwa kepada Allah swt. Dan menanggung keperluan mereka maka ia kan bersamaku di surga.” Beliau berisyarat dengan jari jemarinya.
Bagaimana kini perasaan anda, wahai sang murabbi (pendidik)? Resapilah khabar-khabar nubuwwah itu, hiruplah bersama setiap helaian nafas anda. Hiruplah yang panjang dan sedalam-dalamnya. Kita semua memerlukan itu untuk bersiap menghadapi amanah generasi perempuan ini.
Telah kami sampaikan khabar mulia diatas, kini bangkitlah kembali! Kita sudah berehat barang sejenak, sekarang berdirilah. Rapikan kembali pakaian kita, susun dan atur kembali bekal yang kita punyai. Bersama kita bergandengan tangan, bersama kita beratur dalam berisan, berjuang sekuat kemampuan, mengusahakan semampu yang kita bisa tahan. Mari kita tunaikan tugas mulia mendidik dan merawat generasi perempuan. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla membimbing dan menguatkan setiap langkah kita, aamiin.
Oleh: M.A. Bramantya, Mahasiswa S3 Keio University, Yokohama, Jepang.
Yokohama, 27 Desember 2009.
*sumber: Ziyaadatul khasanaat fii tarbiyatil banaat, Muhammad bin Ali al-‘Arfaj, diunduh dari islamhouse[dot]com.
Doa Kebaikan Dunia – Akhirat
RABBANAA AATINAA FID DUN-YA HASANAH, WAFIL-AAKHIRATI HASANAH, WAQINAA ‘ADZAABAN NAAR
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al Baqarah: 201)
ALLAAHUMMA RABBANAA AATINAA FID DUN-YA HASANAH, WAFIL-AAKHIRATI HASANAH, WAQINAA ‘ADZAABAN NAAR
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Muttafaq ‘alaih)
Manfaat doa ini sangat luar biasa. Kandungannya mencakup kebaikan yang diinginkan setiap insan sejak di dunia hingga akhirat. Kebaikan di dunia mencakup setiap yang diinginkan dari masalah dunia berupa kesehatan, tempat tinggal yang luas, rizki yang banyak dan halal, istri shalihah, anak shalih, ilmu bermanfaat, amal shalih, ibadah khusu’, kendaraan yang nyaman, nama baik dan lainnya.
Sedangkan kebaikan di akhirat yang tertinggi adalah masuk surga dan mendapat ridla Allah serta kenikmatan-kenikmatan yang mengirinya berupa rasa aman dari huru-hara yang mengerikan di padang mahsyar, diringankan hisab dan lainnya. Maknanya juga meminta agar diselamatkan dari siksa-siksa dan penderitaan yang ada di kubur, padang mahsyar, dan di neraka.
Sedangkan maksud diselamatkan atau dipelihara dari siksa neraka adalah dimudahkan untuk menjauhi jalan yang menghantarkan ke neraka berupa menjauhi maksiat dan dosa serta meninggalkan perkara syubuhat dan haram.
Qasim bin Abdurrahman berkata, “siapa yang diberi kalbu yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, dan jasad yang sabar dan tangguh, maka dia telah diberi kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta di pelihara dari siksa neraka.“
Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berdoa dengannya dan sangat menganjurkan umatnya untuk membaca doa ini. Dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu mengatakan, “doa yang paling sering dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah;
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Anas bin Malik biasa berdoa dengan doa ini saja dan ketika melantunkan beberapa doa pasti beliau memasukkan doa ini di dalamnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalan Abu Nu'aim, Abdussalam bin Syadad –yakni Abu Thaluth- berkata, aku pernah bersama Anas, lalu Tsabit berkata kepadanya, "sesungguhnya saudara-saudaramu meminta agar engkau mendoakan mereka. Lalu Anas berdoa, "Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” Merasa kurang, mereka meminta agar didoakan lagi ketika mereka akan beranjak pergi, lalu Anas berkata, “jika Allah sudah memberikan untuk kalian kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta memelihara kalian dari siksa nereka, berarti Dia telah memberikan untuk kalian seluruh kebaikan.”
Al Qadli Iyadh rahimahullah mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berdoa dengan ayat ini (al Baqarah: 201) karena mengandung seluruh isi doa dari urusan dunia dan akhirat.”
Kapan dibacanya?
Pada dasarnya doa ini boleh dibaca kapan saja khususnya pada saat-saat yang mustajab, seperti di sepertiga malam terakhir, di antara adzan dan iqamah, di sore hari Jum’at, dan lainnya. Namun, ada beberapa kondisi khusus yang dianjurkan untuk membacanya, di antaranya:
1. Doa ketika berada di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad ketika Thawwaf. (HR. Abu Dawud, Ahmad, al Baghawi dalam Syarh as Sunnah dari Abdullah bin as Saaib).
2. Boleh dibaca setelah membaca tasyahhud kedua berdasarkan keumuman hadits, dalam Shahihain dan lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "kemudian silahkan dia berdoa yang dia suka." Juga berdasarkan riwayat Umair bin Sa'd yang menyatakan bahwa Abdullah bin Mas'ud mengajari kami bacaan tasyahhud dalam shalat kemudian berkata, "jika salah seorang kamu selesai baca tasyahhud hendaknya dia berdoa . . . (salah satunya doa di atas)." (Fath al Baari: 2/239)
Pelajaran dari doa ini
1. Jangan-lah berdoa kepada Allah hanya kebaikan dunia saja, khususnya ketika di tempat-tempat dan waktu-waktu yang mustajab. Doa dalam Al Baqarah: 201 adalah pujian dari Allah bagi orang-orang beriman dan celaan atas orang-orang musyrik. Orang-orang beriman meminta kebaikan di dunia dan akhirat. Sedangkan orang-orang musyrikin doanya hanya sebatas kebaikan dunia semata, mereka lupa terhadap akhirat.
2. Tidak boleh juga meminta hanya kebaikan di akhirat dan melupakan kehidupan dunianya. Dari sahabat Anas, pernah pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk salah seorang shabatnya yang dalam kondisi sangat lemah dan kurus. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padanya, “apakah kamu telah berdoa dan meminta sesuatu kepada Allah?” dia menjawab, Ya Rasulullah aku telah berdoa, “Ya Allah jika aku kelak akan disiksa di akhirat, maka segerakanlah di dunia ini.” lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata padanya, “Subhanallah, engkau tidak akan kuat terhadap siksa Allah. jangan begitu, tapi berdoalah:
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (HR. al Baghawi dalam Syarh as Sunnah dan Ahmad dalam al Musnad)
Penulis: Badrul Tamam
http://koranmuslim.com/doa-kebaikan-dunia-akhirat/
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al Baqarah: 201)
ALLAAHUMMA RABBANAA AATINAA FID DUN-YA HASANAH, WAFIL-AAKHIRATI HASANAH, WAQINAA ‘ADZAABAN NAAR
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Muttafaq ‘alaih)
Manfaat doa ini sangat luar biasa. Kandungannya mencakup kebaikan yang diinginkan setiap insan sejak di dunia hingga akhirat. Kebaikan di dunia mencakup setiap yang diinginkan dari masalah dunia berupa kesehatan, tempat tinggal yang luas, rizki yang banyak dan halal, istri shalihah, anak shalih, ilmu bermanfaat, amal shalih, ibadah khusu’, kendaraan yang nyaman, nama baik dan lainnya.
Sedangkan kebaikan di akhirat yang tertinggi adalah masuk surga dan mendapat ridla Allah serta kenikmatan-kenikmatan yang mengirinya berupa rasa aman dari huru-hara yang mengerikan di padang mahsyar, diringankan hisab dan lainnya. Maknanya juga meminta agar diselamatkan dari siksa-siksa dan penderitaan yang ada di kubur, padang mahsyar, dan di neraka.
Sedangkan maksud diselamatkan atau dipelihara dari siksa neraka adalah dimudahkan untuk menjauhi jalan yang menghantarkan ke neraka berupa menjauhi maksiat dan dosa serta meninggalkan perkara syubuhat dan haram.
Qasim bin Abdurrahman berkata, “siapa yang diberi kalbu yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, dan jasad yang sabar dan tangguh, maka dia telah diberi kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta di pelihara dari siksa neraka.“
Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berdoa dengannya dan sangat menganjurkan umatnya untuk membaca doa ini. Dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu mengatakan, “doa yang paling sering dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah;
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Anas bin Malik biasa berdoa dengan doa ini saja dan ketika melantunkan beberapa doa pasti beliau memasukkan doa ini di dalamnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalan Abu Nu'aim, Abdussalam bin Syadad –yakni Abu Thaluth- berkata, aku pernah bersama Anas, lalu Tsabit berkata kepadanya, "sesungguhnya saudara-saudaramu meminta agar engkau mendoakan mereka. Lalu Anas berdoa, "Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” Merasa kurang, mereka meminta agar didoakan lagi ketika mereka akan beranjak pergi, lalu Anas berkata, “jika Allah sudah memberikan untuk kalian kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta memelihara kalian dari siksa nereka, berarti Dia telah memberikan untuk kalian seluruh kebaikan.”
Al Qadli Iyadh rahimahullah mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berdoa dengan ayat ini (al Baqarah: 201) karena mengandung seluruh isi doa dari urusan dunia dan akhirat.”
Kapan dibacanya?
Pada dasarnya doa ini boleh dibaca kapan saja khususnya pada saat-saat yang mustajab, seperti di sepertiga malam terakhir, di antara adzan dan iqamah, di sore hari Jum’at, dan lainnya. Namun, ada beberapa kondisi khusus yang dianjurkan untuk membacanya, di antaranya:
1. Doa ketika berada di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad ketika Thawwaf. (HR. Abu Dawud, Ahmad, al Baghawi dalam Syarh as Sunnah dari Abdullah bin as Saaib).
2. Boleh dibaca setelah membaca tasyahhud kedua berdasarkan keumuman hadits, dalam Shahihain dan lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "kemudian silahkan dia berdoa yang dia suka." Juga berdasarkan riwayat Umair bin Sa'd yang menyatakan bahwa Abdullah bin Mas'ud mengajari kami bacaan tasyahhud dalam shalat kemudian berkata, "jika salah seorang kamu selesai baca tasyahhud hendaknya dia berdoa . . . (salah satunya doa di atas)." (Fath al Baari: 2/239)
Pelajaran dari doa ini
1. Jangan-lah berdoa kepada Allah hanya kebaikan dunia saja, khususnya ketika di tempat-tempat dan waktu-waktu yang mustajab. Doa dalam Al Baqarah: 201 adalah pujian dari Allah bagi orang-orang beriman dan celaan atas orang-orang musyrik. Orang-orang beriman meminta kebaikan di dunia dan akhirat. Sedangkan orang-orang musyrikin doanya hanya sebatas kebaikan dunia semata, mereka lupa terhadap akhirat.
2. Tidak boleh juga meminta hanya kebaikan di akhirat dan melupakan kehidupan dunianya. Dari sahabat Anas, pernah pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk salah seorang shabatnya yang dalam kondisi sangat lemah dan kurus. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padanya, “apakah kamu telah berdoa dan meminta sesuatu kepada Allah?” dia menjawab, Ya Rasulullah aku telah berdoa, “Ya Allah jika aku kelak akan disiksa di akhirat, maka segerakanlah di dunia ini.” lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata padanya, “Subhanallah, engkau tidak akan kuat terhadap siksa Allah. jangan begitu, tapi berdoalah:
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (HR. al Baghawi dalam Syarh as Sunnah dan Ahmad dalam al Musnad)
Penulis: Badrul Tamam
http://koranmuslim.com/doa-kebaikan-dunia-akhirat/
RASULULLAH SAW MEMILIH PEMIMPIN TIDAK BERDASARKAN SENIORITAS
Ibn Asakir menuturkan pengalaman riwayat Usamah Ibn Zaid, sebagaimana dituturkan oleh Zahawi, sebagai berikut:
Tatkala mengutus Usamah ibn Zaid untuk memimpin pasukan Islam memerangi tentara Romawi, Nabi Saw. Bersabda, ”Berangkatlah kalian dengan nama Allah.”
Setelah itu, Nabi Saw. Menyerahkan panji-panji perangnya kepada Buraidah ibn Hasib. Nabi Saw. Memerintahkan pasukan kaum muslim untuk berkumpul dan bermarkas di Jaraf (pinggir kota Madinah). Semua orang Muhajirin diperintahkan untuk turut serta dalam pasukan Usamah tersebut.
Pengangkatan Usamah sebagai komandan pasukan kaum muslim saat itu menimbulkan ketidaksukaan dari sebagian sahabat sampai seseorang bernama Iyas ibn Rabi’ah berkata ” Bagaimana mungkin seorang pemuda (Usamah) akan memimpin orang-orang Tua (dan senior) dari kalangan kaum Muhajirin?”.
Ucapan Iyas ini sampai kepada Nabi Saw. Melalui ’Umar ibn al-Khatab. Nabi Saw. Pun mengumpulkan kaum muslim dimasjid. Beliau mengikat kepalanya dengan kain (sorban) lalu berkutbah, yang artinya kurang lebih:
Wahai kaum Muslim, telah kudengar ucapan sebagian yang kalian yang mengatakan ini dan itu tentang pengangkatan Usamah. Oleh karena itu, siapa saja yang tidak suka dengan pengangkatan Usamah, berarti dia tidak suka dengan pengangkatan ayahnya sebelumnya (yakni Zaid bin Haritsah). Jika Zaid sebelumnya layak untuk memimpin pasukan islam sebelumnya, maka anaknya (yakni Usamah) juga pantas dan layak untuk memimpin pasukan islam. Sesungguhnya Zaid adalah orang yang kucintai. Kedua orang itu adalah orang yang mulia dan paling baik diantara kalian semuanya.
Pengalaman kisah diatas menunjukan betapa Rasulullah Saw. Memilih dan menentukan pemimpin pasukan kaum muslim tidak berdasarkan pada usia ataupun senioritas, melainkan pada kelayakannya memimpin pasukan suatu medan pertempuran tertentu. Beliau sangat mengetahui karakter para sahabatnya. Pilihan bliau terhadap pengangkatan Usamah untuk menghadapi pasukan Romawi adalah pilihan yang terbaik. Oleh karena itu, tidak layak jika dikalangan kaum muslim ada yang berpendapat atau beranggapan bahwa senioritas merupakan sandaran untuk menetapkan layak tidaknya seorang pemimpin. (diambil dari majalah AL-WA’IE edisi 23)
Tatkala mengutus Usamah ibn Zaid untuk memimpin pasukan Islam memerangi tentara Romawi, Nabi Saw. Bersabda, ”Berangkatlah kalian dengan nama Allah.”
Setelah itu, Nabi Saw. Menyerahkan panji-panji perangnya kepada Buraidah ibn Hasib. Nabi Saw. Memerintahkan pasukan kaum muslim untuk berkumpul dan bermarkas di Jaraf (pinggir kota Madinah). Semua orang Muhajirin diperintahkan untuk turut serta dalam pasukan Usamah tersebut.
Pengangkatan Usamah sebagai komandan pasukan kaum muslim saat itu menimbulkan ketidaksukaan dari sebagian sahabat sampai seseorang bernama Iyas ibn Rabi’ah berkata ” Bagaimana mungkin seorang pemuda (Usamah) akan memimpin orang-orang Tua (dan senior) dari kalangan kaum Muhajirin?”.
Ucapan Iyas ini sampai kepada Nabi Saw. Melalui ’Umar ibn al-Khatab. Nabi Saw. Pun mengumpulkan kaum muslim dimasjid. Beliau mengikat kepalanya dengan kain (sorban) lalu berkutbah, yang artinya kurang lebih:
Wahai kaum Muslim, telah kudengar ucapan sebagian yang kalian yang mengatakan ini dan itu tentang pengangkatan Usamah. Oleh karena itu, siapa saja yang tidak suka dengan pengangkatan Usamah, berarti dia tidak suka dengan pengangkatan ayahnya sebelumnya (yakni Zaid bin Haritsah). Jika Zaid sebelumnya layak untuk memimpin pasukan islam sebelumnya, maka anaknya (yakni Usamah) juga pantas dan layak untuk memimpin pasukan islam. Sesungguhnya Zaid adalah orang yang kucintai. Kedua orang itu adalah orang yang mulia dan paling baik diantara kalian semuanya.
Pengalaman kisah diatas menunjukan betapa Rasulullah Saw. Memilih dan menentukan pemimpin pasukan kaum muslim tidak berdasarkan pada usia ataupun senioritas, melainkan pada kelayakannya memimpin pasukan suatu medan pertempuran tertentu. Beliau sangat mengetahui karakter para sahabatnya. Pilihan bliau terhadap pengangkatan Usamah untuk menghadapi pasukan Romawi adalah pilihan yang terbaik. Oleh karena itu, tidak layak jika dikalangan kaum muslim ada yang berpendapat atau beranggapan bahwa senioritas merupakan sandaran untuk menetapkan layak tidaknya seorang pemimpin. (diambil dari majalah AL-WA’IE edisi 23)
Umur Dan Keraguan
Kita pahami bahwa umur telah ditetapkan Allah SWT terhadap seluruh makhluknya, kemudian menjadi rahasia Allah SWT tentang panjang-pendeknya umur seseorang dan dengan cara bagaimana ia meninggal. Kita tidak tahu kapan akan meninggal dan dengan cara apa?
Pada saat Allah SWT memberikan ketetapan terhadap umur kita, maka Allah SWT telah memberikan “modal yang sangat berharga” kepada manusia, yakni umurnya. Umur yang diberikan Allah SWT sangat pendek atau Allah SWT memberikan batasan waktu kepada manusia, sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Dalam surat al-‘Ashr [103] Allah SWT bersumpah dengan waktu, umur bisa juga diartikan dengan waktu,
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Qs. al-‘Ashr [103]: 1-3).
Allah SWT bersumpah demi waktu bahwa seluruh manusia (muslim atau kafir) akan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan ibadah, berda’wah dan bersabar. Bersabar dipahami 3 hal, sabar dalam keta’atan, sabar dalam menjauhi kemaksiaatan dan sabar dalam menerima musibah.
Tafsir Ar-Razi menguraikan keterkaitan antara “waktu” dengan “kerugian”. Waktu adalah modal, jika dalam berdagang kita tidak mengusahakan modal dengan baik maka kita akan merugi bahkan bisa menjadi bangkrut. Begitu juga dengan umur, jika tidak dimanfaatkan dengan baik maka kita akan merugi. Jika hari ini lebih baik dari kemaren maka kita orang yang beruntung, jika hari ini sama dengan kemaren maka kita orang yang merugi, tetapi jika hari ini lebih jelek dari kemaren maka kita orang yang celaka.
Jika kita tidak memanfaatkan umur dengan baik, maka terus-menerus kita akan mengalami kerugian yang besar. Karena Allah SWT tidak akan pernah menambah modal (umur) yang telah diberikannya kepada kita, bahkan tidak akan mengundurnya sedetik-juapun jika masanya telah tiba,
Dan bagi setiap umat ada ajalnya. Apabila ajal itu sudah datang tidak dapat mereka meminta diundurkan atau dimajukan sesaat juapun. (Qs. al-A’raf [7]: 34).
Sehingga beruntunglah orang yang memanfaatkan dengan maksimal modal ini. Caranya?, berbuat amal kebajikan yang diridhai Allah SWT dan meninggalkan kemaksiaatan yang dimurkai Allah SWT. Orang-orang yang beruntung adalah mereka yang menjalankan semua kewajiban dan menambahnya dengan ibadah-ibadah sunnah, kemudian selalu menjaga dirinya untuk tidak berbuat kemaksiaatan.
Orang-orang yang mengalami kerugian ketika kebanyakan melakukan hal yang mubah, karena ia tidak memperoleh kompensasi apapun dari modalnya yakni tidak memperoleh pahala maupun dosa. Ia telah menyia-nyiakan modalnya yang berharga berupa umur, sehingga tidak memperoleh keuntungan apapun meskipun tidak melakukan kemaksiaatan tetapi ia tetap merugi karena menyia-nyiakan umurnya. Untuk menghindari kerugian ini, maka ia harus mengurangi hal-hal yang mubah dan menjadikannya ibadah sunnah.
Orang yang celaka adalah orang yang menggunakan umurnya untuk kemaksiaatan serta meninggalkan kewajiban, dia telah membahayakan dirinya dengan menghabiskan umurnya tanpa memperoleh kompensasi (pahala) apapun, malah menanggung kerugian dengan menabung dosa. Jika ia melakukan secara terus-menerus perbuatan ini, maka dosanya menumpuk sedangkan pahalanya tidak bertambah dan diakhirat timbangan dosanya lebih berat daripada pahala.
Lantas, berapakah umur kita saat ini? Berapa lagikah sisa umur kita? Dan apa yang akan kita perbuat untuk mengisi sisa umur itu agar tidak menjadi orang-orang yang merugi? Wallahua’lam.
Maraji’:
Majalah Al-Wa’ie, edisi no. 48, tahun IV, Agustus 2004
(Oleh Zen Thariq, BKLDK Tuban)
Pada saat Allah SWT memberikan ketetapan terhadap umur kita, maka Allah SWT telah memberikan “modal yang sangat berharga” kepada manusia, yakni umurnya. Umur yang diberikan Allah SWT sangat pendek atau Allah SWT memberikan batasan waktu kepada manusia, sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Dalam surat al-‘Ashr [103] Allah SWT bersumpah dengan waktu, umur bisa juga diartikan dengan waktu,
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Qs. al-‘Ashr [103]: 1-3).
Allah SWT bersumpah demi waktu bahwa seluruh manusia (muslim atau kafir) akan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan ibadah, berda’wah dan bersabar. Bersabar dipahami 3 hal, sabar dalam keta’atan, sabar dalam menjauhi kemaksiaatan dan sabar dalam menerima musibah.
Tafsir Ar-Razi menguraikan keterkaitan antara “waktu” dengan “kerugian”. Waktu adalah modal, jika dalam berdagang kita tidak mengusahakan modal dengan baik maka kita akan merugi bahkan bisa menjadi bangkrut. Begitu juga dengan umur, jika tidak dimanfaatkan dengan baik maka kita akan merugi. Jika hari ini lebih baik dari kemaren maka kita orang yang beruntung, jika hari ini sama dengan kemaren maka kita orang yang merugi, tetapi jika hari ini lebih jelek dari kemaren maka kita orang yang celaka.
Jika kita tidak memanfaatkan umur dengan baik, maka terus-menerus kita akan mengalami kerugian yang besar. Karena Allah SWT tidak akan pernah menambah modal (umur) yang telah diberikannya kepada kita, bahkan tidak akan mengundurnya sedetik-juapun jika masanya telah tiba,
Dan bagi setiap umat ada ajalnya. Apabila ajal itu sudah datang tidak dapat mereka meminta diundurkan atau dimajukan sesaat juapun. (Qs. al-A’raf [7]: 34).
Sehingga beruntunglah orang yang memanfaatkan dengan maksimal modal ini. Caranya?, berbuat amal kebajikan yang diridhai Allah SWT dan meninggalkan kemaksiaatan yang dimurkai Allah SWT. Orang-orang yang beruntung adalah mereka yang menjalankan semua kewajiban dan menambahnya dengan ibadah-ibadah sunnah, kemudian selalu menjaga dirinya untuk tidak berbuat kemaksiaatan.
Orang-orang yang mengalami kerugian ketika kebanyakan melakukan hal yang mubah, karena ia tidak memperoleh kompensasi apapun dari modalnya yakni tidak memperoleh pahala maupun dosa. Ia telah menyia-nyiakan modalnya yang berharga berupa umur, sehingga tidak memperoleh keuntungan apapun meskipun tidak melakukan kemaksiaatan tetapi ia tetap merugi karena menyia-nyiakan umurnya. Untuk menghindari kerugian ini, maka ia harus mengurangi hal-hal yang mubah dan menjadikannya ibadah sunnah.
Orang yang celaka adalah orang yang menggunakan umurnya untuk kemaksiaatan serta meninggalkan kewajiban, dia telah membahayakan dirinya dengan menghabiskan umurnya tanpa memperoleh kompensasi (pahala) apapun, malah menanggung kerugian dengan menabung dosa. Jika ia melakukan secara terus-menerus perbuatan ini, maka dosanya menumpuk sedangkan pahalanya tidak bertambah dan diakhirat timbangan dosanya lebih berat daripada pahala.
Lantas, berapakah umur kita saat ini? Berapa lagikah sisa umur kita? Dan apa yang akan kita perbuat untuk mengisi sisa umur itu agar tidak menjadi orang-orang yang merugi? Wallahua’lam.
Maraji’:
Majalah Al-Wa’ie, edisi no. 48, tahun IV, Agustus 2004
(Oleh Zen Thariq, BKLDK Tuban)
Langganan:
Postingan (Atom)