Selasa, 15 Maret 2011

Kewajiban Terhadap Harta

Diantara semua agama yang ada di dunia ini, hanya Islamlah satu-satunya agama yang tidak memisahkan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, sehingga ungkapan hikmah yang berbunyi, “ad-dunya mazra ‘atu al-akhirak” (dunia adalah tempat bercocok tanam untuk kepentingan akhirat) sangat populer di tengah-tengah muslim. Salah satu prinsip Islam dalam kehidupan duniawi ialah tentang kewajiban manusia terhadap harta benda.

Harta atau kebendaan yang dimaksud di sini adalah semua jenis benda dan barang untuk bekal hidup manusia, seperti pangan, sandang, papan, perhiasan dan sebagainya. Kewajiban manusia untuk menuntut dan mencari harta itu secara patut, berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan selalu mengharapkan ridha Allah SWT.

Tidak boleh seseorang mencari harta itu dengan menjadikan dirinya sebagai pengemis atau peminta-peminta, kecuali jika ia sudah benar-benar tidak bedaya.

Demikian pula Islam tidak membolehkan seseorang mencari dan mengumpulkan harta dengan penuh tipu daya, menyalahgunakan wewenang dan jabatan, dengan cara yang tidak halal, dan sebagainya.

Hikmah utama menjaga harga diri jangan sampai merendahkan derajat kemanusiaan, serta untuk memelihara jangan terjadi kerusakan dalam pergaulan manusia.

Orang yang mencari harta benda dengan cara penuh kecurangan itu adalah penipu. Orang yang mencari harta dengan mengandalkan meminta-minta, itu adalah mengemis. Seseorang yang menuntut dan mencari harta dengan jalan yang tidak halal, seperti berjudi, mencuri, riba (seperti, rentenir, deposito), memeras atau pungutan liar (pungli), maka itu adalah pencuri, penjudi dan pemeras.

Semua aktifitas menuntut harta seperti itu pada hakikatnya dapat menjatuhkan harga dirinya, sekaligus akan mendapat hukuman dari-Nya.
Islam sangat menghargai seseorang yang makan dan mencari harta dengan hasil kerjanya sendiri.

Rasulullah Saw bersabda, “Tak ada satupun makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang, selain dari jerih payahnya“.
(Bukhari dan Ahmad).


Mencari rezeki dengan cara yang halal, meski hasilnya sedikit dan dipandang hina oleh orang lain, justru dalam pandangan Islam itu lebih baik. Mereka yang mencari rezeki dengan cara yang halal seperti pedagang asongan atau pedagang kaki lima, jauh lebih terhormat dalam pandangan Allah, dari pada mereka yang berdasi dan berjas bekerja di ruangan AC, tetapi mencari harta dengan cara melakukan penyimpangan dan kecurangan terhadap amanah yang dipercayakan kepadanya.

Rasulullah Saw dalam sabdanya mengatakan, “Sesungguhnya akan lebih baik, bila seseorang diantaramu memasukkan tanah ke dalam mulutnya (makan tanah) dari pada ia memakan sesuatu yang diharamkan Allah” (HR. Baihaqi).

Benar, tidak dijumpai satu ayat pun dalam al-Quran yang mencela kekayaan dan orang yang mencari kekayaan dan orang yang mencari kaya sesuai dengan syariat yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Yang banyak disebutkan dalam al-Quran adalah celaan terhadap kekayaan’ yang dipergunakan untuk mendurhakai Allah. Atau mencela si pengumpul kekayaan yang serakah, tanpa menghiraukan kesengsaraan orang-orang disekitarnya.

Harta dan juga keturunan anak hanyalah sarana untuk mencapai keridhaan Allah, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan“.
(QS. Al-Kahfi [18]: 46).


Karena itu jangan sampai harta serta anak menjadikan manusia lalai untuk ingat kepada Allah, “orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(QS. Al-Munafiqun[63]:9).


Selain itu, ajaran Islam juga tidak menyukai si pemilik modal besar menggunakan hartanya dengan penuh kesombongan untuk menindas si lemah. Orang yang terpuruk dalam nestapa dan kesengsaraan hidup, memang mudah sekali terpancing untuk melepaskan hartanya.

Orang kaya selalu memanfaatkan kondisi orang yang tengah tertekan ekonomi-nya untuk semakin memperkaya dirinya, misalnya dengan iming-iming ingin membantu lantas memaksa orang tersebut menjual tanah yang dimilikinya

Akan mendapat berkah dari Allah SWT yang Maha Pemberi Rezeki,
orang-orang kaya yang tidak sombong, dan yang memanfaatkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang banyak dalam rangka mengharapkan keridhaan-Nya menuju hari perhitungan kelak.

Firman Allah SWT, “Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya) “. Dan barang apa sajayang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya “. (QS. Saba’[34]: 39).

Sumber: Buletin Mimbar Jum’at No. 13 Th. XXIII

http://mimbarjumat.com/archives/1145#more-1145

Tidak ada komentar:

Posting Komentar