Kamis, 13 Oktober 2011

Sejarah Pembangunan Baitul Haram


Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 96-97).

Kedua ayat ini mengisyaratkan dengan jelas bahwa rumah ibadah yang dibangun pertama kali di bumi adalah Baitullah. Kedua ayat ini pun menjelaskan tentang keeucian dan kehormatan yang terdapat padanya, beserta berbagai petunjuk, bukti, dan jejak yang ada padanya. Di antaranya adalah Maqam Ibrahim.

Al-Mawardi meriwayatkan dari Atha’, dari Ibnu Abbas, bahwa tatkala Adam diturunkan dari surga ke bumi, Allah SWT berfirman kepadanya, “Wahai Adam, pergilah dan dirikanlah sebuah rumah untuk-Ku. Lalu berthawaflah padanya. Sebutlah nama-Ku di dekatnya, sebagaimana engkau saksikan para malaikat melakukannya di seputar Arsy.”

Adam pun memijakkan kakinya di muka bumi. Setiap tepat yang dilewatinya kelak menjadi wilayah-wilayah yang berpenghuni. Ketika Adam sampai di lokasi Baitullah yang suci, Jibril memukulkan kedua sayapnya di bumi. Lalu, menyembullah fondasi yang tertancap erat dari atas lapisan bumi yang ketujuh. Para malaikat melemparkan kepadanya batu berat yang tidak akan sanggup diangkat oleh 30 orang laki-laki. Kemudian Adam membangun Baitullah dengan batu yang berasal dari lima gunung: Hira, Thur Sina, Lebanon, Jud, dan Thur Zait. Sedangkan batu pertamanya berasal dari gunung Hira.

Sebagian riwayat menyatakan, telah diturunkan sebuah kemah dari surga untuk Adam. Kemah tersebut dipasang di lokasi Ka’bah agar Adam dapat tinggal di dalamnya dan berthawaf di sekelilingnya. Kemah tersebut tetap berada di sana sampai Adam wafat. Setelah itu, barulah Allah mengangkatnya. Riwayat ini disampaikan melalui jalur Wahb bin Munabbih.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa telah diturunkan bersamanya Baitullah. Di sanalah Adam dan anak cucunya yang beriman melakukan thawaf. Namun, ketika bumi tenggelam oleh air bah, Allah mengangkat Baitullah ke langit. Baitullah itulah yang disebut dengan Baitul Ma’mur. Riwayat ini berasal dari Qatadah seperti yang ditulis Al-Halimi dalam kitabnya, Minhaj Ad-Din.

Al-Halimi mengatakan bahwa pengertian yang dikatakan Qatadah tentang ‘telah diturunkan Baitullah bersama Adam’ yakni diturunkan pula bersamanya ukuran rumah yang dibangun, baik panjang, lebar, maupun tingginya. Kemudian diperintahkan kepada Adam, “Bangunlah sesuai dengan ukurannya. Perhatikan posisinya, yaitu sekitar lokasi Ka’bah.”

Dia pun membangunnya di sana. Inilah pembangunan yang dilakukan Adam, dan kelak akan diteruskan oleh Ibrahim.

Redaktur: Chairul Akhmad
Sumber: Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth

http://www.jurnalhaji.com/2011/10/13/sejarah-pembangunan-baitul-haram/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar