Kamis, 19 Februari 2015

Kesantunan




Ada empat sikap yang menjadi kunci kemuliaan yaitu santun, rendah hati, berakhlaq mulia dan dermawan. Rasulullah SAW telah memberikan kita teladan dalam berbagai hadis, salah satunya sikapnya yang santun dan lembut.

Diriwayatkan Abu Hurairah, “Suatu hari seorang Arab Badui buang air kecil di sudut masjid. Para sahabat kemudian berdiri untuk memukulinya. Namun Rasulullah SAW memerintahkan, ”Biarkanlah dia, siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air. Sesungguhnya kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemudahan, bukan untuk membuat kesukaran.” (HR Bukhari).

Andai saja kejadian itu menimpa kita sekarang, tentu  tidak akan jauh beda dengan sikap para sahabat. Namun Rasulullah SAW mengajarkan kesantunan dan kelembutan menjadi sikap utama. Orang yang berani mengotori mesjid tidak disikapi dengan keras. Justru dengan penuh kelembutan dan kesantunan, beliau memerintahkan sekadar membersihkan bekas kencingnya.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan pentingnya sikap arif dalam menyelesaikan suatu perkara dalam kerangka kebaikan bersama. Karena boleh jadi, si lelaki Arab Badui itu berbuat begitu karena kebodohannya. Perilaku bodoh jangan dibalas dengan sikap bodoh pula.

Selain itu memang kita diajarkan untuk berkepribadian santun pada siapapun. Seorang  pelayan beliau, Anas  berkata, ”Aku membantu Nabi SAW di Madinah selama sepuluh tahun. Aku hanyalah seorang anak kecil, tidak semua pelayanan yang aku berikan sesuai hati. Namun beliau tidak pernah sekalipun mengatakan kepadaku,” Hei!” Beliau tidak pernah mengatakan, ”Kenapa kamu lakukan ini? Atau Kenapa tidak kamu lakukan begitu?” (HR Bukhari dan Muslim).

Telah menjadi karakter Rasulullah SAW bersikap lembut, sabar dan penuh kesantunan terhadap siapapun dalam keseharian. Bukan hanya urusan pribadi, bahkan ketika berdakwah pun beliau menunjukan sikap yang lembut dan santun.

Diriwayatkan Aisyah ra, ia bertanya kepada Rasul SAW, ”Apakah ada hari yang engkau rasakan lebih berat daripada peperangan Uhud?” Beliau menjawab, ”Aku mengalami berbagai peristiwa dari kaumku, yang paling berat kurasakan adalah pada hari Aqabah, ketika aku menawarkan dakwah kepada Abdu Yalail bin Abdi Kalâl, namun ia tidak merespon keinginanku. Aku kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa’alib, sebuah gunung di kota Makah. Aku tengadahkan wajahku. Ku lihat segumpal awan tengah memayungiku. Aku perhatikan dengan seksama, ternyata Malaikat Jibril ada di sana. Lalu ia menyeruku:” Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah mengutus malaikat pengawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai kehendakmu. Kemudian malaikat pengawal gunung itu memberi salam kepadaku lalu berkata: ”Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu, dan aku adalah malaikat pengawal gunung, Allah telah mengutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki, jika kamu kehendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya aku lakukan!

Beliau menjawab: ”Tidak justru aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” (HR Bukhari Muslim).

Perilaku lembut dan santun yang dilakukan Nabi Muhammad SAW merupakan prinsip utama bagi siapapun yang mengaku mukmin dan berharap memperoleh keridlaan Allah. Sikap terpuji beliau yang tak pernah membentak ketika menyikapi seseorang adalah akhlak utama yang wajib diteladani. Perilaku lemah lembut dan santun merupakan jalan pembuka kebaikan-kebaikan.       

Kemuliaan tidak datang dari pangkat, jabatan dan harta. Pangkat dan jabatan mengenal pensiun, sementara harta akan habis. Kemuliaan akan datang dengan sendirinya, secara otomatis, berdasarkan penilaian orang lain kepada kita atas semua kebaikan yang dilakukan. Bersikaplah santun, dermawan, rendah hati dan berakhlaq mulia kepada sesama tanpa kecuali. Wallâhu‘alam



Prof H Dadang Kahmad

1 komentar: