Manusiawi ketika seorang anak Adam
merasa takut dan khawatir membayangkan apa yang akan terjadi pada masa depannya
kelak. Mengapa khawatir dan takut menatap masa depan? Hal ini bisa jadi
disebabkan karena banyak dan beratnya beban kehidupan yang harus ia pikul.
Selain itu, banyaknya permasalahan yang tak kunjung selesai; lepas satu masalah
muncul puluhan bahkan ratusan masalah lainnya.
Namun bagi
seorang Muslim, masa depan sebenarnya adalah akhirat. Masa depan adalah perkara
ghaib dan hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya. Karena masa depan adalah
perkara ghaib, maka tak pantas bagi seorang Muslim meramal apa yang akan
terjadi pada masa depannya atau masa depan orang lain. Dalam Islam, meramal
masa depan adalah perkara yang sangat tercela.
Allah SWT
berfirman,
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنزلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Luqman: 34).
Ayat di atas
semakin mempertegas dan meyakinkan seorang Muslim bahwa Allah-lah satu-satunya
Tuhan yang Maha Mengetahui tentang masa depan setiap hamba-Nya. Karena itu,
selayaknya seorang Muslim tak perlu cemas dan takut dengan masa depan yang akan
dilaluinya. Yang terpenting adalah bagaimana menyiasati masa depan itu dengan
tetap menggantungkan rasa tawakal secara totalitas kepada Allah SWT.
Seorang
Muslim, sangat dilarang memprediksi apa yang akan terjadi pada masa depannya
sebab hal itu bisa menjatuhkannya pada kemusyrikan. Sebaliknya, menyiasati masa
depan dengan menyiapkan segala bekal baik harta maupun kesiapan mental
(ruhiyah) adalah sebuah keharusan. Seorang Muslim, harus menanti masa depan
dengan usaha keras yang bermanfaat.
Allah SWT
berfirman,
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya, “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka
Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakanDan
Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.” (Qs. At-Taubah:105).
Sikap Muslim Menghadapi Masa Depan
Islam
melalui lisan Rasulnya memberikan sebuah konsep dalam menghadapi masa depan.
Hal ini tergambar jelas dalam sebuah sabda Rasulullah SAW berikut,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : “الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ”
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah raberkata, Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan dalam keduanya ada
kebaikan. Semangatlah untuk melakukan hal yang bermanfaat bagimu, mintalah
pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Dan ketika sesuatu menimpamu maka
janganlah kamu katakan: “Seandainya dahulu aku melakukan hal yang ini maka akan
terjadi seperti ini dan itu” tapi katakanlah: “Ini adalah takdir Allah dan
apapun yang Dia kehendaki pasti akan terjadi” karena kata-kata “Seandainya
(Lau)” akan membuka amalan setan.” (HR. Muslim 4186, Ibnu Majah 76).
Ada beberapa
pelajaran yang bisa dipetik dari hadis di atas, antara lain sebagai berikut.
Pertama, Tatap Masa Depan dengan
Keimanan, Ketaqwaan dan Amal Shalih
Keimanan
merupakan modal yang paling utama dalam menghadapi masa depan, karena Alloh
telah berfirman:
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya, “Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (Qs. Ali Imron:139).
Dalam banyak
ayat Allah SWT menginformasikan kepada setiap Muslim agar benar-benar beriman
kepada Allah. Sebab dengan keimanan yang menghunjam kuat di dada, menjadi modal
utama agar Allah SWT menghilangkan segala rasa sedih terhadap apa yang sudah
terjadi dan rasa takut serta khawatir dengan masa depan.
Hal ini
seperti yang Allah SWT sampaikan dalam firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (Qs. AlBaqarah:277).
Kedua, Iman, Ishlah dan Taqwa
Untuk
menghadapi masa depan, jelas seorang Muslim harus senantiasa mengasah
keimanannya, ishlah dan berusaha semaksimal mungkin meraih derajat takwa. Allah
SWT berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya, “Dan tidaklah
Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan
memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaika, maka tak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Qs.
Al-An’am:48).
Dalam ayat
lain, Allah SWT berfirman,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ * لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ لا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu)
orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira
di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada
perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah
kemenangan yang besar.”(Qs. Yunus:62-64).
Ketiga, Senantiasa Tetap Beriman dan Istiqomah
Allah SWT
berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ * أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka
itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas
apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al-Ahqaf:13-14).
Dalam ayat
di atas, Allah SWT memberitahukan kepada setiap Muslim, bahwa siapa di antara
mereka yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” lalu mereka beristiqomah, maka
mereka tidak akan khawatir terhadap apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang dan tidak akan bersedih terhadap apa yang telah terjadi di masa lalu.
Bahkan Allah menjanjikan surga bagi mereka kelak di akhirat.
Keempat, Berusaha Terus Mengikuti Petunjuk Allah SWT
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian
jika datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barang siapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.” (Qs. AlBaqarah:38).
Kelima, Ikhlash dan Mutaba’ah
Allah SWT
berfirman,
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada
Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs.
AlBaqarah:112).
Keenam, Tatap Masa Depan dengan Usaha
Keras
Seorang yang
menginginkan masa depan yang baik, maka dia harus berusaha dan beramal.
Kenyakinan bahwa masa depan adalah perkara yang ghaib tidak lantas menjadikan
kita malas bekerja dan berpangku tangan, diam tanpa berusaha. Allah
SWTberfirman,
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan katakanlah:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakanDan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs.
At-Taubah:105).
Hal
terpenting bagi seorang Muslim adalah bagaimana membuat perencanaan dan tujuan
dalam hidup. Lalu, ajukan pertanyaan pada diri ini, “Apa tujuan hidup
kita?” Seorang Muslim mesti mengetahui rencana jangak pendek, menengah dan
panjang yang diinginkan dalam hidupnya. Bukan malah sebaliknya menyikapi
keadaan dengan bersikap seperti air mengalir atau dengan kata, “Lihat saja
nanti.”
Keyakinan
bahwa Allah SWT telah mengatur masa depan manusia, bukan berarti manusia
tidak mempersiapkan masa depannya dan menyusun langkah dalam menenpuhnya. Sebab
hal ini tidak bertentangan dengan rasa tawakal kepada Allah SWT. Sabda
Nabi SAW:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
Diriwayatkan
dari Jabir ibnu Abdillah ra berkata, Rasulullah SAW- bersabda: “Wahai manusia
bertakwalah kepada Allah dan bersikap baiklah dalam berusaha. Karena suatu
jiwa takkan mati hingga rizkinya terpenuhi semuanya, walaupun rizqi itu
datangnya lambat. Karena itu, bertaqwlah kepada Allah dan bersikap baiklah
dalam mencari rizqi. Ambilah yang halal dan tinggalkanlah yang haram.” (HR.
Ibnu Majah no. 2135).
‘Abdullah
bin Umar –ra berkata,
“Bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya. Dan bekerjalah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu meninggal esok.”Seorang Ulama berkata: “Memperhatikan
masa depan bukanlah lari dari kenyataan. Bukan juga melangkahi sunnatullah.
Tapi dia adalah harapan yang dapat memotivasi untuk bekerja.”
Ketujuh, Selalu Berdo’a
Masa depan
seseorang tidak ada yang tahu, hanya Allah-lah satu-satunya dzat yang Maha
Mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semua yang terjadi
di dunia ini tidak lepas dari ilmu dan kuasa Allah, baik yang telah lalu, yang
sekarang sedang terjadi ataupun yang akan terjadi di masa depan, semua berada
di dalam genggaman tangan-Nya. Karena itu, seorang Muslim harus senantiasa
berdo’a dan memohon kepada Allah agar Dia menganugerahkan masa depan dan
kesudahan yang baik (husnul
khatimah).
Kedelapan, Semangat dan Pantang Menyerah
Kita bisa
membentuk motivasi untuk diri dengan niat, berniatlah sungguh-sungguh untuk
melawan rasa malas dari sendiri. Niat bisa menentukan sebuah kualitas diri.
Niat besar sangat berpengaruh pada keberanian mengambil langkah berikutnya.
Agar nilai dari niat berkualitas, perlu dilalukan aksi nyata.
Bahkan
sering kali nilai dari produktifitas seorang Muslim bisa berkurang hanya karena
niatnya yang salah. Bila niat salah, maka semua tindakan berjalan diluar yang
sudah direncanakan. Jadi mulai saat ini juga, berniatlah yang baik dan penuh
kesungguhan untuk menyiasati masa depan agar menjadi lebih baik.
Kesembilan, Optimis dan Realistis
Seorang
Muslim harus mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya, sebab hal
itu bisa menumbuhkan semangat percaya diri saat berinteraksi denga orang lain
atua diberi amanah baru. Jangan pernah berkata “tidak bisa” atau “malas
melakukannya”. Seorang Muslim harus selalu berpikir positif dan optimistis
bahwa setiap tantangan yang datang pasti ada solusinya.
Boleh saja
seorang Muslim merasa khawatir, terhadap masa depan, tapi bukan berarti harus
pasrah dan berdiam diri terhadap itu semuanya. Bukankah kita masih memiliki
banyak hal yang pantas untuk disyukuri, bukankah ada banyak kenikmatan yang
kita terima, dan seharusnya membuat kita bisa berdiri dengan tegak kemudian
berkata, Terima kasih Tuhan atas segala hal yang saya terima hari ini.(T/R2/EO2).
Oleh Bahron
Ansori/Redaktur KBI MINA. Mi’raj Islamic News Agency / MINA