Minggu, 05 Juli 2009

Berbaik Sangka Kepada Istri



Cemburu memang perlu bahkan harus. Namun kita mesti memosisikan sikap itu secara proporsional. Jangan sampai krn terbakar api cemburu terlebih hanya krn dipicu kecurigaan yg tdk beralasan justru menyulut persoalan yg jauh lbh besar. mk membangun sikap saling percaya mesti menjadi langkah awal saat memasuki kehidupan rumah tangga.

Kata cemburu tanda cinta. Namun cemburu disertai buruk sangka bisa berujung petaka. Karena terus menerus berburuk sangka atau bahasa Arab su`u zhan terhadap pasangan hidup bakal gonjang-ganjinglah rumah tangga. Namun tidaklah berarti bahwa seorang suami harus membuang rasa cemburu sama sekali melepas kendali yg membatasi dan membuka benteng yg menutupi sehingga tiap orang bebas keluar masuk menemui istri dan bebas bersamanya. Sungguh tidaklah pantas yg demikian itu. Bahkan suami seperti itu dikatakan dayyuts yg diancam oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits berikut:

ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدَّيُّوْثُ

“Tiga golongan manusia yg Allah Subhanahu wa Ta’ala tdk akan melihat mereka pada hari kiamat yaitu orang yg durhaka kepada kedua orang tua wanita yg menyerupai laki2 dan dayyuts.”
Dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullah disebutkan dgn lafadz:

ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوْثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ

“Tiga golongan manusia yg Allah Tabaraka wa Ta’ala mengharamkan surga bagi mereka yaitu pecandu khamr orang yg durhaka kepada kedua orang tua dan dayyuts yg membiarkan kefasikan dan kefajiran dlm keluarga .”
Pengertian dayyuts sendiri adl seorang lelaki/suami yg tdk memiliki kecemburuan terhadap keluarga/istrinya. Demikian diterangkan Ibnul Atsir rahimahullah dlm An-Nihayah fi Gharibil Hadits .

Karena tdk ada rasa cemburu tersebut ia membiarkan perbuatan keji terjadi di tengah keluarganya. Istri dibiarkan bebas keluar rumah tanpa berhijab. Ia malah bangga bila kecantikan dan penampilan istri ditonton banyak orang. Para lelaki pun dibiarkan dgn leluasa berbicara dan bercengkerama dgn istrinya. Hingga akhir si istri berselingkuh krn ia sendiri yg membukakan pintu Kita mohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kekejian tersebut.

Dari penjelasan di atas tahulah kita bahwa cemburu atau ghirah kepada istri justru perkara yg terpuji dan dituntut di mana dgn perasaan ini seorang suami menjaga istri agar tdk jatuh dlm perbuatan nista dan dosa. Namun cemburu di sini janganlah disertai dgn su`u zhan sehingga seorang suami selalu tajassus memata-matai sang istri selalu penuh curiga dan memandang dgn tatapan menuduh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dlm Tanzil-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُوا

“Wahai orang2 yg beriman jauhilah oleh kalian kebanyakan dari zhan/prasangka krn sebagian zhan/prasangka itu adl dosa dan janganlah kalian memata-matai”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata menafsirkan ayat di atas: “Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin dari kebanyakan zhan yaitu tuduhan dan anggapan berkhianat yg tdk pada tempat kepada keluarga/istri karib kerabat dan manusia. Karena sebagian dari prasangka tdk lain merupakan dosa. Karena itu jauhilah kebanyakan dari prasangka demi kehati-hatian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَجَسَّسُوا..

“Hati-hati kalian dari zhan/prasangka krn zhan/prasangka itu adl sedusta-dusta ucapan. Dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian”
Zhan yg dilarang dlm ayat di atas dan dlm hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adl su`u zhan di mana hukum haram. Karena itulah hadits di atas oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dlm syarah/penjelasan terhadap Shahih Muslim diberi judul bab: Tahrimuzh Zhan wat Tajassus wat Tanafus wat Tanajusy wa Nahwiha .
Al-Khaththabi rahimahullah berkata: “Zhan yg dilarang adl zhan yg direalisasikan dan dibenarkan bukan zhan yg sekedar terlintas dlm jiwa. Karena zhan seperti ini tdk dapat dikuasai .”

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan: “Yang dimaksudkan oleh Al-Khaththabi dgn zhan yg diharamkan adl zhan yg terus menerus ada pada seseorang menetap dlm hatinya. Bukan zhan yg sekedar melintas dlm hati dan tdk menetap di dlm krn zhan seperti ini tdk bisa dikuasai datang begitu saja sebagaimana telah lewat dlm hadits bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahan yg terjadi pada umat ini selama mereka tdk membicarakan atau bersengaja melakukannya.”

Su`u zhan yg bersarang dlm hati akan membawa seseorang utk mengucapkan sesuatu yg tdk pantas dan melakukan perbuatan yg tdk semestinya. Adapun tajassus adl mencari-cari aurat/aib dan cela seseorang. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita utk mencari-cari kesalahan seorang muslim. Namun biarkanlah dia di atas keadaannya. Tutuplah mata dari sebagian keadaan yg kalau kita periksa dan kita cari-cari niscaya akan tampak dari perkara yg tdk pantas.

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Zhan di sini adl semata-mata tuduhan tanpa sebab. Seperti seseorang menuduh orang lain berbuat fahisyah sementara tdk tampak bagi bukti tuduhannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan utk menjauhi kebanyakan zhan agar tiap mukmin memeriksa terlebih dahulu tiap zhan hingga ia mengetahui apa alasan berprasangka demikian.”

Baik Sangka tanpa Melepas Penjagaan
Berbaik sangka atau bahasa Arab husnuzhan merupakan perkara yg disenangi. Baik sangka kepada karib kerabat tetangga dan kaum mukminin secara umum. Dan tentu masuk dlm pembahasan kita di sini adl baik sangka kepada istri dan tdk mencari-cari kesalahannya. Dengan demikian cemburu bukan alasan utk tdk berbaik sangka selama tdk ada sebab yg pasti utk mengalihkan husnu zhan tersebut menjadi su`u zhan. Sekali lagi selama tdk ada alasan ataupun sebab yg pasti! Namun baik sangka pun tdk berarti tdk memberikan batasan. Bahkan yg diinginkan agar dilakukan oleh seorang suami adl menjaga istri dgn memberikan “rambu-rambu” kepadanya.
Dikisahkan:

أَنَّ نَفَرًا مِنْ بَنِي هَاشِمٍ دَخَلُوْا عَلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، فَدَخَلَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهِيَ تَحْتَهُ يَوْمَئِذٍ، فَرَآهُمْ فَكَرِهَ ذَلِكَ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: لَمْ أَرَ إِلاَّ خَيرًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ قَدْ بَرَأَهَا مِنْ ذَلِكَ. ثُمَّ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: لاَ يَدْخُلَنَّ رَجُلٌ بَعْدَ يَوْمِي هَذَا عَلَى مُغِيْبَةٍ إِلاَّ وَمَعَهُ رَجُلٌ أَوِ اثْنَانِ

“Ada sekelompok orang dari kalangan Bani Hasyim masuk ke tempat Asma` bintu ‘Umais radhiyallahu ‘anha. Lalu masuklah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu ketika itu Asma` telah menjadi istri . Abu Bakr pun tdk suka melihat orang2 tersebut masuk ke tempat istrinya. Diceritakanlah hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar pengaduan Abu Bakr tersebut beliau bersabda: ‘Aku tdk melihat kecuali kebaikan.’ Beliau juga bersabda: ‘Sesungguh Allah telah menyucikan/melepaskan Asma` dari prasangka yg tdk benar.’ Kemudian beliau naik ke atas mimbar seraya bersabda: ‘Setelah hariku ini sama sekali tdk boleh ada seorang pun lelaki yg masuk ke tempat mughibah kecuali bila bersama lelaki itu ada satu atau dua orang yg lain.”
Tampak dlm hadits di atas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bimbingan utk berbaik sangka kepada istri bila memang tdk ada yg perlu diragukan dari dirinya. Namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan aturan agar seorang lelaki tdk masuk ke tempat wanita yg suami sedang tdk berada di rumah. Aturan ini dimaksudkan sebagai penjagaan agar tdk timbul zhan dan hal-hal lain yg tdk diinginkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan peringatan kepada lelaki:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ. يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hati kalian masuk ke tempat wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berta “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu dgn ipar?” Beliau menjawab “Ipar adl maut.”

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berdua-duaan dgn seorang wanita terkecuali wanita itu bersama mahramnya.”

Tujuan diberikan peringatan seperti ini antara lain utk menjaga dan menghindarkan dari perkara-perkara yg tdk sepantasnya. Dengan mematuhi aturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berarti kita tdk membiarkan satu celah pun bagi setan utk melemparkan was-was ke dlm hati. Karena keraguan dan was-was terhadap pasangan hidup akan menghancurkan keluarga dan meruntuhkan rumah tangga. Sebelum menutup pembahasan kita kembali dahulu kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلاَ تَجَسَّسُوا..

“Dan janganlah kalian memata-matai”
Juga pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَلاَ تَجَسَّسُوا..

“Dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian”

Larangan utk melakukan tajassus dlm ayat dan hadits yg mulia di atas juga ditujukan kepada pasangan suami istri. Istri tdk boleh melakukan tajassus terhadap suami dan sebalik suami pun tdk sepantas melakukan tajassus terhadap keluarga guna menangkap basah kesalahan yg dilakukan istri mencari-cari celah utk menyalahkan serta menyudutkan atau sekedar membuktikan kecemburuan yg tdk beralasan. Karena ketidakbolehan mencari-cari kesalahan ini sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan kepada para suami yg sekian lama berada di rantau atau safar keluar kota agar tdk mendadak pulang ke keluarga mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu apalagi datang tiba-tiba di waktu malam. Shahabat yg mulia Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْتِيَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ طُرُوْقًا

“Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci bila seorang lelaki/suami mendatangi keluarga/istri pada waktu malam.”
Larangan ini dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm sabdanya:

إِذَا أَطَالَ أَحَدُكُمُ الْغَيْبَةَ فَلاَ يَطْرُقْ أَهْلَهُ لَيْلاً

“Apabila salah seorang kalian sekian lama pergi meninggalkan rumah mk janganlah ia pulang kepada keluarga pada waktu malam.”

Dua hadits di atas diberi judul oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dlm Shahih-nya: bab La Yathruq Ahlahu Idza Athalal Ghaibah Makhafatan An Yukhawwinahum Au Yaltamisu ‘Atsaratihim artinya: Tidak boleh seseorang mendatangi keluarga/istri bila ia sekian lama meninggalkan rumah krn khawatir menganggap mereka tdk jujur/berkhianat atau mencari-cari kesalahan/ketergeliciran mereka.

Larangan tersebut dikaitkan dgn pulang dari bepergian yg lama krn seseorang yg meninggalkan keluarga disebabkan suatu urusan di waktu siang dan akan kembali pada waktu malam tdk akan mendapatkan perkara yg mungkin didapatkan oleh seseorang yg sekian lama bepergian meninggalkan keluarganya. Bila orang yg pergi sekian lama ini datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dikhawatirkan ia akan mendapatkan perkara yg tdk disukainya. Bisa jadi ia dapatkan istri tdk bersiap menyambut kedatangan belum membersihkan diri dan berhias/berdandan sebagaimana yg dituntut dari seorang istri. Sehingga hal ini akan menyebabkan menjauh hati kedua .

Bisa jadi pula ia dapatkan istri dlm keadaan yg tdk disukainya. Sementara syariat ini menganjurkan utk menutup kejelekan/cacat dan cela. Ketika ada seseorang menyelisihi larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini ia pulang ke istri pada waktu malam tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ternyata ia mendapatkan ada seorang lelaki di sisi istrinya. Orang ini diberi hukuman seperti ini krn ia sengaja menyelisihi perintah Rasul. Kisah disebutkan dlm hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطْرَقَ النِّسَاءُ لَيْلاً، فَطَرَقَ رَجُلاَنِ كِلاَهُمَا وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para istri didatangi pada waktu malam . Ternyata ada dua orang yg melanggar larangan ini. Kedua pulang pada waktu malam dari bepergian lama mk masing-masing dari kedua mendapati bersama istri ada seorang lelaki.”

Yang perlu diperhatikan larangan pulang kepada keluarga/istri di waktu malam setelah bepergian lama ini tdk berlaku atas orang yg terlebih dahulu menyampaikan kabar kedatangan kepada keluarganya.

Dari hadits ini kita bisa memetik faedah tentang tdk disenangi mempergauli istri dlm keadaan ia belum berbersih diri. Tujuan agar si suami tdk mendapati perkara yg membuat hati “lari” dari sang istri. dlm hadits ini juga ada anjuran utk saling mengasihi dan mencintai khusus di antara suami istri. Walaupun secara umum suami istri sudah saling mengetahui kekurangan dan kelemahan masing-masing namun syariat tetap menekankan utk menghindarkan perkara-perkara yg bisa membuat hati kedua saling berjauhan yg pada akhir bisa melunturkan cinta Sungguh ini tidaklah diharapkan!
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Sakinah Mengayuh Biduk 02 - Mei - 2007 18:47:39

Sumber: www.asysyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar