Sabtu, 31 Oktober 2009
Kenyang dengan Seteguk Air Zamzam
Tak ada air sebaik zamzam. Khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah dan dipastikan tak akan pernah habis sepanjang zaman.
Siang yang panas menjelang shalat Jumat. Padatnya jamaah membuat saya terlempar ke lantai paling dasar Masjidil Haram. Hanya itu satu-satunya pintu yang masih terbuka, karena pintu lain menuju masjid sudah ditutup. Ini adalah Jumat ketiga saya di Tanah Suci. Dua shalat Jumat saya laksanakan di Haram. Satu lagi diganti dengan Zhuhur di Arafah karena waktu shalat Jumat bertepatan dengan waktu wukuf.
Tak ada lagi ruang kosong. Semua tempat sudah terisi penuh jamaah. Saya akhirnya berhenti di sebuah anak tangga yang menghubungkan lantai dasar dan lantai satu. Duduk bersila bersama beberapa orang lain yang juga terdampar di tempat yang sama karena tak dapat jatah duduk di shaf. Suhu ruangan tertutup itu lumayan panas. Kipas angin yang berjejer di langit-langit tak sanggup mendinginkan ruangan yang penuh sesak. Pelan-pelan saya merasa gerah. Tenggorokan kering memaksa dibasahi air.
Ternyata yang datang bukan cuma rasa haus. Saya juga jadi lapar dan baru ingat kalau pagi tadi hanya makan sepotong roti tawar. Meninggalkan masjid untuk mencari makan dan minum bukanlah pilihan baik. Sebab waktu shalat sebentar lagi sampai. Saya lantas ingat air zamzam dan khasiatnya yang luar biasa.
Setelah menengok kiri dan kanan saya temukan jejeran tong air zamzam, lebih kurang 10 meter di belakang saya. Di Masjidil Haram, zamzam memang tersedia gratis di hampir setiap sudut, biasanya mengitari tiang-tiang masjid. Selalu ada dan selalu dingin menyegarkan. Tetapi mencapai tong air itu di saat jamaah penuh sesak begini bukanlah urusan gampang. Satu-satunya cara adalah meminta tolong.
Dengan bahasa mata dan menggerakkan tangan digenggam mengarah ke mulut sebagai tanda ingin minum, seseorang yang duduk tak jauh dari tong air zamzam menganggukkan kepala kepada saya. Dia lantas mengambil gelas plastik dan mengisinya dengan zamzam. Sebuah persaudaraan muslim yang sangat luar biasa saya rasakan, ketika gelas plastik itu berpindah tangan dari baris demi baris shaf jamaah dan akhirnya sampai ke tangan saya.
Saya menyilangkan telapak tangan di dada dan membungkukkan tubuh sedikit kepada mereka sebagai tanda ucapan terima kasih.
“Ya Allah, aku mohon pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan kesembuhan dari segala rasa sakit serta penyakit dengan rahmat-Mu ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dari segenap pengasih…” Saya membaca doa yang dianjurkan sebelum minum zamzam, lantas menghadapkan tubuh ke Ka’bah.
Seteguk zamzam membasahi tenggorokan dan pindah ke perut. Air di gelas plastik itu masih setengah ketika seorang tua di sebelah saya menjulurkan tangan tanda ingin ikut minum. Saya memberikan gelas itu. Dia meminumnya sedikit, lantas membagi lagi kepada orang lain disebelahnya. Alhamdulillah, akhirnya zamzam di gelas itu habis. Saya minum setengah, dan dua orang di sebelah saya masing-masing seperempat.
Luar biasa, meski hanya seteguk, haus saya hilang dan perut pun terasa kenyang. Ini bukan kali pertama saya minum zamzam di Haram. Sebelumnya malah minum bergelas-gelas sampai puas. Tetapi pengalaman minum seteguk zamzam sebelum shalat Jumat kemarin benar-benar beda. Saya merasakan langsung khasiatnya.
Zamzam adalah air yang bersumber dari sebuah sumur yang dalamnya 30,5 meter, berdiameter antara 1,08 meter hingga 2,66 meter, terletak di kompleks Masjidil Haram tepat di jalur pelataran thawaf. Mulut sumurnya sendiri kini berada di ruang bawah tanah, dilindungi panel-panel kaca dan tertutup untuk umum.
Dalam sejarahnya, sumber air zamzam dikirim Allah lewat jejakan kaki Nabi Ismail, yang saat masih kecil ditinggalkan bersama ibunya, Siti Hajar oleh Nabi Ibrahim di sebuah padang gersang. Air itu menjadi oase di padang gersang tersebut bagi Ismail dan Siti Hajar waktu itu, dan mengalir tak pernah mati hingga hari ini.
Sekarang, sumur zamzam telah dimodifikasi secara lebih modern. Airnya disedot menggunakan pompa listrik, dan terlebih dulu melewati beberapa kali saringan sebelum didistribusikan. Saringan pertama menggunakan pasir. Kemudian disaring dengan penyaring mikro dan terakhir menggunakan pemusnah kuman sinar ultraviolet.
Sebuah lembaga bernama Zamzam Studies and Research Center didirikan oleh Pemerintah Arab Saudi untuk menjamin kualitas dan ketersediaan air zamzam. Lembaga ini pernah membuat penelitian dengan uji pemompaan sebanyak 8.000 liter/ detik selama lebih 24 jam. Hasilnya, tinggi air ketika dipompa menurun 3,32 meter di bawah tanah hingga 12,72 meter, lantas menjadi 13,39 meter. Setelah itu tinggi air berhenti merosot. Air kembali naik 3,9 meter di bawah tanah hanya 11 menit setelah pemompaan dihentikan.
Penelitian ini membuktikan bahwa air di sumur ini akan selalu tersedia. Diperkirakan sumbernya berasal dari retakan batuan di gunung-gunung sekitar Mekah, sehingga dipastikan tak bakal kering sampai kapan pun.
Benarkah zamzam berkhasiat? Hasil uji laboratorium membuktikan bahwa dibandingkan air dari sumber lain di seluruh dunia, zamzam memiliki kandungan mineral kalsium, magnesium, dan fluoride yang paling tinggi. Sangat baik bagi kesehatan tubuh. Penelitian secara ilmiah ini tentu menguatkan fadhilah meminum zamzam yang telah diamalkan umat muslim sejak zaman Rasulullah.
Di Masjidil Haram, zamzam bisa diminum setiap waktu. Jamaah haji juga kerap mengambil botol demi botol untuk membawa pulang zamzam ke Tanah Air, karena jatah dari maskapai hanya 5 liter. Air penuh khasiat yang telah berumur ratusan tahun dan tak pernah kering meski di tengah kemarau panjang ini adalah bukti betapa Allah dengan mudah bisa melakukan apa saja.
Subhanallah, walhamdulillah walaa ilaaha illallah... Allahu Akbar. (Cuplikan buku Email dari Tanah Suci oleh Erwin D Nugroho)
http://esqmagazine.com/frekuensi/2009/10/30/708/kenyang-dengan-seteguk-air-zamzam.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar