Senin, 11 April 2011

Hidup Sederhana


"Tidak bakal susah orang yang hidup sederhana."
Demikian sabda Nabi Muhammad SAW dalam riwayat Imam Ahmad. Hadis ini hanyalah salah satu dari sekian banyaknya sabda Nabi yang menyerukan pentingnya hidup sederhana. Dan, prinsip kesederhaan ini tidak hanya terucap melalui kata-kata tetapi juga mengejawantah dalam laku keseharian beliau.

Ibnu Amir pernah memberikan kesaksian perihal hebatnya kesederhanaan dan ketawadhuan Rasulullah, di tengah kedudukannya yang luhur di antara umat manusia. "Aku pernah melihat Rasul melempar jumrah dari atas unta tanpa kawalan pasukan, tanpa senjata, dan juga tanpa pengawal."

Menurut Ibnu Amir, Rasul menaiki keledai berpelanakan kain beludru dan dibonceng pula. Sering menjenguk orang yang sakit, mengantar jenazah, menghadiri undangan dari seorang budak, mengesol sandalnya, menambal pakaiannya, dan mengerjakan pekerjaan rumah bersama istri-istrinya.

Pernah suatu ketika, Rasulullah bertemu dengan seorang laki-laki yang kemudian gemetar karena kewibawaan beliau. Melihat hal itu, Muhammad SAW berujar untuk menenangkan laki-laki tersebut, "Tenanglah aku bukanlah seorang raja, namun aku hanyalah anak dari wanita Quraisy yang makan dendeng."

Saat dia berkumpul dan berbaur dengan para sahabatnya, tak tebersit sedikit pun sikap untuk menonjolkan dirinya. Sehingga, manakala ada seorang tamu asing datang ia tak bisa membedakan Rasulullah dengan para sahabatnya. Ini memaksanya bertanya yang mana Rasulullah.

Bayangkan, seorang tokoh publik kelas dunia-akhirat sulit dikenali lantaran kesederhanaan dan ketawadhuannya. Memilih hidup sederhana tidak identik dengan hidup miskin, atau memperosokkannya dalam kemiskinan, sebagaimana tercermin dalam hadis di atas. Sementara itu, di kalangan sahabat kita mengenal Mush'ab bin Umair.

Pemuda ini kaya raya, tampil trendi, dan serbamewah namun ketika tersibghah dengan nilai-nilai Islam, ia menjadi pemuda yang sederhana. Demikian Islam menginspirasi umatnya, yakni sederhana dalam berbagai hal, mulai dari cara berpakaian, bertempat tinggal, berkendaraan, dan sebagainya.

Bukan sebaliknya, bergaya hidup secara berlebih-lebihan, glamour, boros, dan bermegah-megahan. Allah berfirman, "Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."
(al-A'raf: 31).

Mengapa demikian, karena terbukti gaya hidup mewah, berlebih-lebihan, konsumtif, dan boros, seringkali menyeret pelakunya untuk melakukan hal apa pun demi memenuhi segenap nafsu dan ambisinya, serta memuaskan gengsinya. Entah dengan cara korupsi, mencuri, menipu, dan tindakan negatif lainnya. Wallahu a'lam bish-shawab.

Oleh Makmun Nawawi
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/04/11/ljh2ty-hidup-sederhana

*********************

Catatan :Kyai Yusuf Supendi, http://yusufsupendi.multiply.com/journal/item/14

Nabi Muhammad Rasulullah saw selama hidupnya adalah seorang pribadi sederhana. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, tak terbersit pun dalam diri beliau memanfaatkannya untuk memiliki harta yang berlimpah. Kesederhanaan Rasulullah saw tidak sebatas pada sikap beliau yang memang sangat sederhana, tetapi juga pada apa yang dimilikinya. Hal itu beliau tampakkan dalam kehidupan sehari-harinya.

Rasulullah saw bersabda,"Tiada hak bagi seorang anak Adam dalam semua hal ini kecuali rumah tempat tinggal, baju yang menutup auratnya, roti kering dan air." (Tarmidzi)

Dalam kehidupan dunia yang cenderung semakin materialistis ini, sikap sederhana adalah sesuatu yang langka. Banyak orang cenderung mempertontonkan kemewahan dan berlebihan dengan apa yang mereka miliki.

Banyak orang merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka miliki. Mereka berlomba-lomba menumpuk harta dan kekayaan. Mereka seakan tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki. Ketika mereka telah diberikan oleh Allah kendaraan berupa motor, mereka ingin memiliki mobil. Ketika sudah terpenuhi, mereka berusaha memiliki mobil yang lebih mewah. Begitu pula ketika Allah telah memberinya rizki berupa rumah, banyak orang cenderung ingin memiliki rumah lebih mewah lagi.

Padahal, esensi dari kesederhanaan adalah adanya rasa cukup pada dirinya dengan apa yang diterimanya. Hidup Sederhana adalah hidup tidak berlebih-lebihan, tidak bersikap mempertontonkan kemewahan di kalangan khalayak. Hidup sederhana juga berarti ada sifat qana’ah dan senantiasa berlaku adil serta mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah swt. Sikap hidup sederhana juga berarti bersikap secara proporsional, menempatkan sesuatu pada tempatnya, menggunakan harta yang dimilikinya untuk kepentingan dan kemaslahatan umat, senantiasa berinfak dan berzakat.

Rasulullah saw bersabda, "Sungguh bahagia orang orang yang masuk Islam, rezekinya cukup dan Allah menjadikan dia qana'ah, berhati rela menerima segala pemberian Nya" (Muslim).

"Beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, penghidupannya sederhana dan merasa cukup (qana'ah) dengan apa yang ada" (Muslim)

Dalam berperilaku hidup sederhana bukan berarti tidak diperkenankan memiliki harta kekayaan. Namun, dalam hak kepemilikan harta kekayaan harus didapatkannya sesuai dengan aturan yang digariskan dalam syar’iah terutama yang halalan thoyyiba, bersih dari suap menyuap, terhindar dari segala bentuk batil dan kefasikan, atau jauh dari norma-norma Islam, tidak cacat secara syar’i, tidak ada kerakusan, tidak minta-minta apalagi mengemis yang dapat menjatuhkan martabat secara pribadi, atau kolektif. QS Al Baqarah (2):168

Oleh karenanya, sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita mengedepankan hidup sederhana dengan cara berperilaku hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan dalam kepemilikan, dan senantiasa mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar