Senin, 20 Mei 2013

Bank Sperma Menurut Hukum Islam









sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.

Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Tentu saja, semen-semen yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.

Dengan adanya cryobanking ini, semen dapat disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala terhadap HIV dan penyakit menular seksual lainnya selama penyimpanan). Kualitas sperma yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma yang baru, sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.

Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi sperma-nya sedikit atau bahkan akan terganggu. Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi sperma-nya akan terganggu. Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan fertilitas sperma.

Munculnya bank sperma dilatarbelakangi sebagai berikut :
  • Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
  • Memperoleh generasi jenius atau orang super
  • Menghindarkan kepunahan manusia
  • Memilih suatu jenis kelamin
  • Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran.
Lepas dari semua yang melatarbelakangi munculnya bank sperma, Islam menjawab dengan mengedepankan kemuliaan pasangan suami-istri yang di ikat dalam sebuah pernikahan. Hasil dari akad yang berlaku, suami dan isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita, yang sebelumnya diharamkan. 

Q.S. Al Hujuraat : 13 :

"Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal"

Q.S Al Qiyaamah : 39:

"Lalu allah menjadikan dari padanya sepasang : laki-laki dan perempuan"

Hubungan suami-istri semata-mata bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan seks tetapi juga untuk memperoleh keturunan yang baik sebagai penerus generasi bagi keluarganya. Anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan yang sah dari segi hukum syara' memudahkan untuk hukum lain seperti nasab, waris dan benda pusaka. Berbeda dengan anak zina akan mempersulit untuk hukum yang lainnya.

Anak merupakan penerus garis keturunan  yang menjadi dambaan bagi setiap pasangan. Tetapi tidak jarang bagi setiap pasangan yang telah lama menikah tidak memiliki keturunan/anak. Ini merupakan suatu masalah yang tidak dapat dianggap sepele, banyak dari masing-masing pasangan memilih jalan alternatif diantaranya mengadopsi, poligami, perceraian, yang terakhir melakukan inseminasi buatan dengan membeli sperma di bank sperma.

Alternatif yang terakhir dalam hukum Islam merupakan permasalahan yang sangat besar dan harus di tanggapi serius mengingat pesatnya kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran. Inseminasi buatan dengan donor yang dibeli dari bank sperma pada hakikatnya merendahkan hakikat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal manusia itu tidak sama dengan makhluk lainnya.

Pada bank sperma dalam pengumpulan sperma yang diambil dari para pen-donor sperma  dilakukan dengan cara mastrubasi (onani). Secara umum Islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintah kan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :

"Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib"

Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya haram. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan. Mujahid juga mengatakan bahwa orang Islam dahulu memberikan toleransi kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-laki maupun perempuan. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu. Telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena itu memang tempat kesenangannya:

"Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat kesenangannya"

Tahapan yang kedua setelah bank sperma mengumpulkan sperma dari bebera pen-donor maka bank sperma akan menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kwalitas spermanya setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang dinamakan enseminasi buatan yang telah dijelaskan diatas. Hukum dan pendapat inseminasi buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami isteri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan Kaidah Hukum Fiqih Islam :

"Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang"

Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis Ulama` DKI jakarta, dan lembaga islam OKI yang berpusat di Jeddah.

Untuk dari suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain atau lain sebagainya selain hal yang diatas demi kehati-hatiannya maka ulama dalam kasus ini mengharamkannya. Diantaranya adalah Lembaga fiqih islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy, al-Ribashy dan zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau enseminasi buatan :

 
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
  1. Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
  2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
  3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
  4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangnya suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Jakarta, 13 Juni 1979
 

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Dalam malah munculnya bank sperma ada juga yang berpendapat hal ini, Terdapat dua hukum yang perlu difahami di sini, pertama, hukum kewujudan bank sperma itu sendiri dan kedua, hukum menggunakan khidmat bank tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk disenyawakan dengan sel telur perempuan bagi mewujudkan satu kehamilan dengan cara enseminasi buatan. Pertama dari segi hukum kewujudan bank sperma itu sendiri, maka hal ini tidaklah dengan sendirinya menjadi satu keharaman, selama bank tersebut mematuhi Hukum Syara’ dari segi operasinya.

Ini kerana dari segi hukum, boleh saja para suami menyimpan air mani mereka di dalam bank sperma hanya untuk isterinya apabila keadaan memerlukan, Namun begitu, sperma itu mestilah dihapuskan apabila si suami telah meninggal. Sperma tersebut juga mesti dihapuskan jika telah berlaku perceraian (talaq ba’in) di antara suami isteri. Di dalam kedua-dua kes ini (kematian suami dan talaq ba’in), jika (bekas) isteri tetap melakukan proses memasukkan sel yang telah disimpan itu ke dalam rahimnya, maka dia (termasuk doktor yang mengetahui dan membantu) telah melakukan keharaman dan wajib dikenakan ta’zir. kedua menggunakan khidmat bank sperma tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk disenyawakan dengan sel telur perempuan bagi mewujudkan satu kehamilan dengan cara enseminasi buatan hal ini juga sama seperti pendapat yang tela dijelaskan diatas yang dibolehkan hanya percampuran antara sperma suaminya sendiri dengan ovum isterinya sendiri.

KESIMPULAN

Permasalahan yang telah dibahas diatas merupakan fenomena yang ada dalam masalah perkawinan untuk membentuk keluarga, dalam hukum Islam hal itu telah diatur, munculnya bank sperma antara lain karena untuk mewujudkan keturunan bagi para suami istri yang mandul atau tidak punya anak, menurut pendapat pemakalah dari mengingat dan menimbang beberapa penjelasan di atas kehadiran bank sperma tidak dibenarkan dalam hukum Islam, meskipun ada beberapa yang membolehkan dengan alasan bank sperma mematuhi peraturan hukum syara` tapi kami bertolak belakang dari pendapat itu, hal itu memang mungkin tapi kalo di pikir lebih panjang lagi hal itu sangat sulit dilakukan dan lebih banyak madhorotnya (bahayanya), Pertama demi menjaga hubungan nasab agar tidak ada percampuran nasab, Kedua, percampuran sperma dan ovum antara seroang laki dan perempan (bukan suami istri) dengan persetubuhan atau percamuran dengan inseminasi buatan dihukumi zina, Ketiga, bisa saja orang punya anak dan tidak punya suami yang menjadikan seorang perempuan tidak mau kawin, Keempat, menurunnya jumlah perkawinan dalam dalam sebuah negera, Kelima, ketidak bolehan pada langkah yang pertama yang dilakukan bank sperma dalam mengambil sperma dari para pe-donor dengan cara onani seperti dijelaskan diatas, meskipun banyak ulama memperbolehkan hal itu karna kami berpedoman pada Al-qur`an 24 An Nuur : 30 :

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat"

Menjelaskan mengeluarkan kemaluannya tidak boleh apalagi onani, hal ini halal hanya terhadap istrinya saja. Dan yang terakhir pada proses enseminasinya juga banyak perbedaan pendapat, penulis juga sepakat kebolehan itu hanya terhadap seorang suami istri yang telah terikat perkawinan bukan orang lain sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.


DAFTAR PUSTAKA


Sumber :
http://dhekkazone.blogspot.com/2012/04/bank-sperma-menurut-hukum-islam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar