Sabtu, 11 Mei 2013

Menghormati Derajat Pekerja




Aparat kepolisian berhasil membongkar praktik perbudakan di sebuah industri pengolahan limbah menjadi perangkat aluminium yang berlokasi di Kampung Bayur Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten. Sebanyak 34 orang buruh berhasil dibebaskan, dan sampai saat ini polisi telah mengamankan lima tersangka.

Dalam temuan kepolisian, pemilik pabrik tak membayar gaji sebagian besar buruh, pemilik pabrik juga tak memberikan fasilitas hidup yang layak, tak mengizinkan buruh untuk melakukan ibadah shalat, tidak memperbolehkan para buruhnya istirahat, serta melakukan penganiayaan terhadap buruh.

Sungguh tragis membaca berita tersebut. Tidak ada satupun ajaran agama di dunia ini yang membenarkan praktik kejam seperti itu. Terlebih agama yang agung, Islam. Sejak diturunkan, Muhamad saw selalu mengajarkan Islam untuk menghormati pekerja, yang notabene telah membantu kita.

Ada baiknya kita membaca riwayat kisah Anas bin Malik ra. Anas bin Malik adalah di antara daftar pernah menjadi pembantu Nabi saw. Selama hampir 9 tahun lamanya, sejak di usia 10 tahun, beliau melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam sebuah testimoni sahabat Anas dikisahkan,  suatu hari (sewaktu masih kanak-kanak), beliau menyuruhku untuk tugas tertentu.

Aku bergumam: Aku tidak mau berangkat. Sementara batinku meneriakkan untuk berangkat menunaikan perintah Nabi Allah. Aku pun berangkat, sehingga melewati gerombolan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku pun bermain bersama mereka.

Tiba-tiba Rasulullah saw memegang tengkukku dari belakang. Aku lihat beliau, dan beliau tertawa. Beliau bersabda: “Hai Anas, berangkatlah seperti yang aku perintahkan.”  “Ya, saya pergi sekarang ya Rasulullah.” Jawab Anas.

Beliau memberi kesan: “Demi Allah, aku telah melayani Nabi saw sallam selama 7 atau 9 tahun. Saya belum pernah sekalipun beliau berkomentar terhadap apa yang aku lakukan: “Mengapa kamu lakukan ini?”, tidak juga beliau mengkritik: “Mengapa kamu tidak lakukan ini?” (HR. Muslim 2310 dan Abu Daud 4773).

Dalam cuplikan sejarah beliau yang lain, Rasulullah saw sangat perhatian terhadap kebutuhan pembantunya. Bahkan sampai pada menyemangati untuk menikah.

Dari Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami, diceritakan, “Saya pernah menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Beliau menawarkan, “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?”

Aku  jawab: “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya dana yang cukup untuk menanggung seorang istri, dan saya tidak ingin disibukkan dengan sesuatu yang menghalangiku untuk melayani Anda.”

Rasulullah saw kemudian berpaling dariku. Setelah itu beliau bertanya lagi: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?”
Aku pun menjawab dengan jawaban yang sama: “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya ….dst.”
Rasulullah saw kemudian berpaling dariku.

Kemudian aku ralat ucapanku, aku sampaikan: “Ya Rasulullah, Anda lebih tahu tentang hal terbaik untukku di dunia dan akhirat.” Aku bergumam dalam hatiku: “Jika beliau bertanya lagi, aku akan jawab: Ya.”

Ternyata Nabi saw tanya lagi untuk yang ketiga kalinya: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?”

Aku langsung menjawab: “Ya, perintahkan aku sesuai yang Anda inginkan.”

Selanjutnya, Nabi saw memerintahkanku untuk mendatangi keluarga fulan, salah seorang dari suku Anshar. (HR. Ahmad 16627, Hakim 2718 dan at-Thayalisi 1173).

Tidak hanya bersikap baik dalam urusan dunia, Nabi saw juga memperhatikan urusan akhirat pembantunya. Beliau pernah memiliki seorang pembantu yang masih remaja beragama Yahudi.

Suatu ketika si Yahudi ini sakit keras. Nabi pun menjenguknya dan memperhatikannya. Ketika merasa telah mendekati kematian, Nabi saw menjenguknya dan duduk di samping kepalanya.

Beliau ajak anak ini untuk masuk Islam. Si anak spontan melihat bapaknya, seolah ingin meminta pendapatnya.

Si bapak mengatakan: ‘Taati Abul Qosim (nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).’ Dia pun masuk Islam. Setelah itu ruhnya keluar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan rumahnya dengan mengucapkan, “Segala puji bagi Dzat Yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR. Bukhari 1290).

Demikianlah, betapa indahnya adab yang diajarkan dalam Islam ketika bermuamalah dengan pekerjanya. Sayangnya, banyak diantara kita yang kurang memahami ajaran ini, sehingga mereka justru menutupi keindahan ajaran agamanya sendiri. 


Oleh Dr HM Harry M Zein 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar